Share

Kopi Spesial

last update Last Updated: 2024-09-04 13:40:07

Suara baritone Jean membuat Nilam menatap ke arah tuannya ini. "Mau saya buatin Pak?"

"Kamu nggak capek emangnya?"

"Enggak kok Pak. Orang cuma sebentar aja kok."

"Oke deh. Minta tolong antar ke depan ya. Sekalian mau ngerokok!" titah Jean disertai senyum tipisnya.

"Baik Pak. Siap."

Tanpa basa-basi, gadis berkulit putih ini langsung menyiapkan kopi sesuai dengan apa yang Jean inginkan. Dan tak kurang dari 5 menit, kopi pun siap disajikan.

"Silahkan di minum Pak kopinya!" Suara lembut Nilam, membuat lamunan Jean buyar. Ia pandangi gadis ayu itu sebelum melemparkan senyum manisnya.

"Terima kasih ya. Maaf lo, malem-malem gini masih minta tolong dibuatin kopi."

"Nggak masalah Pak. Toh ini juga udah tugas saya kan?"

Jean menganggukkan kepalanya. Ucapan Nilam ada benarnya. Tapi bukan berarti, dia akan seenaknya memanfaatkan perempuan itu bukan? Karena pasti Nilam juga lelah karena seharian bekerja.

"Kamu nggak tidur?"

"Iya Pak ini mau tidur."

"Udah ngantuk?"

Nilam bingung kenapa ditanya seperti itu oleh Jean. Namun, ia pun menjawab, "Sebenarnya sih belum terlalu Pak."

"Mau temenin saya ngobrol nggak?" tawar Jean tanpa sungkan.

"Ehm— itu..."

"Sebentar aja kok. Soalnya aku lagi suntuk banget."

Nilam sedikit bingung. Dia mau menolak, tapi tidak enak hati.

"Tapi kalau kamu nggak mau, aku juga nggak masalah kok. Aku juga nggak ma—"

"Sebentar aja ya Pak. Takut nggak enak kalau ada Ibu," sela Nilam kemudian.

"Rasa kopi buatan kamu kenapa selalu pas ya? Manisnya pas sesuai selera saya."

Perempuan bertubuh ramping yang duduk di sebelah Jean itu hanya bisa menarik sudut bibirnya ketika lagi-lagi, kopinya mendapatkan pujian dari sang majikan. "Saya biasa bikinin Bapak kopi saat di kampung Pak, dulu juga pernah bantuin ibu di warung pas masih nganggur. Dan kalau di warung kan, tiap orang seleranya beda-beda. Mungkin gara-gara itu saya jadi paham gimana bikin kopi yang enak sesuai dengan karakternya," cerita Nilam.

"Hm, pantesan kamu jago banget buat kopinya," puji Jean sembari menyeruput kopi buatan Nilam. "Ada campuran jahenya ya?"

"Iya Pak, tapi cuma sedikit. Itu supaya badan Bapak fit dan lebih seger," jawab Nilam apa adanya.

Mendengarkan jawaban Nilam, Jean hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia kagum dengan Nilam yang tampak teliti dalam melakukan pekerjaannya. Menurutnya sangat jarang ada orang yang bekerja dengan tulus dari hati begini. Kebanyakan mereka hanya bekerja karena uang saja. Yah, walaupun terlalu cepat bagi Jean untuk menilai demikian, karena Nilam baru dua hari bekerja di sini.

"Kayaknya saya bakal ketagihan ama kopi buatan kamu."

"Bapak bisa aja. Gimana pun juga kopi buatan Bu Elisha pasti lebih enak Pak."

"Harusnya sih ya. Tapi sejak sibuk bekerja, dia jarang banget bikinin kopi kayak gini lagi. Sesempat-sempatnya pun, dia hanya buat saat pagi hari pas sarapan, selebihnya ya, aku sendiri yang buat," curhat Jean. Mengenang apa yang istrinya lakukan untuknya.

Jean sepertinya masih menganut pepatah, "Istri tak boleh mengabaikan tugas utamanya, meskipun sedang bekerja". Pria tampan itu tidak pernah menghargai istrinya walau Elisha sudah berbuat banyak untuknya hanya karena satu kesalahan saja.

"Mungkin, Ibu udah capek Pak. Makanya nggak sempet ngelakuin hal lain," ujar Nilam menenangkan. "Lagipula, kan sekarang udah ada saya, jadi kalau Bapak butuh sesuatu bisa bilang ke saya aja."

"Emang kamu mau nurutin perintah saya?"

"Iya Pak. Gimana pun juga, saya kan asisten rumah tangga di sini. Kewajiban utama saya kan harus menyiapkan semua kebutuhan di rumah ini."

"Semuanya?" tanya Jean dengan mata memicing. Ia menatap wajah ayu Nilam dari samping.

"Iya Pak."

"Termasuk kebutuhan seks saya?"

DEG!

Nilam terkejut Bukan main saat mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir Jean. Ia menoleh ke arah majikannya dengan kedua bola mata yang melebar. "Ma— maksudnya gimana ya?"

Sadar juga ucapannya sedikit kelewatan, Jean pun berucap, "Enggak kok, aku cuma bercanda."

Nilam menelan ludah. Tawa yang keluar dari bibir Jean sama sekali tidak membuat Nilam merasa lebih nyaman jika dibandingkan sebelumnya.

"Nilam... Nilam... jangan terlalu diambil serius dengan apa yang aku ucapkan ya! Aku cuma bercanda kok," kata Jean lagi.

Nilam menganggukan kepalanya dengan gerakan yang sedikit kaku. "Bapak, bikin saya kaget aja."

Jean hanya tertawa hambar saat mendengar balasan dari Nilam. "Kamu ini lucu banget sih Nilam? Gimana pun juga aku sangat mencintai Elisha. Mana mungkin aku tega mengkhianatinya."

Nilam lagi-lagi hanya mengangguk. Membenarkan ucapan majikannya tersebut. "I— iya Pak."

"Udah malem nih, kamu nggak mau tidur dan istirahat?" tanya Jean tak berapa lama kemudian.

Nilam berdiri dari duduknya. Benar juga, ia lebih baik istirahat agar tidak memikirkan hal-hal yang tak perlu. "Iya Pak, Saya permisi masuk duluan ya!"

"Hn."

Setelah pendapat persetujuan dari Jean, Nilam pun beranjak dari sana dan meninggalkan majikannya itu seorang diri di sana.

Sekitar 5 menit setelah Nilam masuk ke kamarnya, Elisha turun dari lantai 2 untuk mencari keberadaan sang suami. Karena di dapur dia tidak mendapati pria tersebut, Ibu satu anak berlangsung bergegas mencari suaminya di lokasi lain.

Dan saat mengecek ke halaman samping, ia mendapati suaminya duduk melamun sendirian sambil menghisap rokoknya. Entah sudah batang yang keberapa dihabiskan oleh pria itu, Elisha tak sempat mencari tau karena fokus pada suaminya ini.

"Mas..."

Panggilan Elisha itu mengalihkan lamunan Jean. Pria tersebut seketika menengok ke arah sang istri yang tampak sendu ketika memandangnya.

"Aku cariin kamu ke mana-mana tadi."

"Ngapain pake nyariin? Toh kamu kan lebih asyik ngobrol ama Bos kamu itu," jawab Jean dengan sinis.

"Maafin aku Mas," gumam Elisha sambil menarik jemari suaminya. "Tadi itu beneran panggilan mendesak yang nggak bisa ditunda."

"Oh, sekarang yang jadi prioritas kamu itu Bos kamu ya? Kalau emang kayak gitu— kenapa kamu nggak tinggal aja sama Bos kamu itu?"

"Mas, kok kamu ngomongnya gitu? Kalau nggak penting banget aku juga nggak akan sampai kayak gini?"

"Tapi faktanya kamu lebih mentingin kerjaan kan? Sampai kebutuhan seks suami kamu aja, nggak penting lagi buat kamu." Jean meninggikan nada bicaranya. Ia tampak murka karena sang istri lalai akan kewajiban utamanya.

"Mas, aku—"

"Kamu boleh kerja, kamu boleh fokus sama bos kamu, tapi kamu bisa kan sedikit aja kasih waktu buat aku? Bahkan buat seks nggak lebih dari 1 jam aja, sulit banget buatku."

Elisha terlihat ingin menangis ketika mendengar kalimat yang terlontar dari mulut suaminya. Padahal ini hanya masalah sepele tapi kenapa suaminya malah membesar-besarkan hal ini.

"Apa kamu lebih suka aku 'jajan' di luar daripada melayani suami kamu sendiri?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (36)
goodnovel comment avatar
Sriyanto
kok harus beli
goodnovel comment avatar
Aiko Amallya
next semoga endingnya bahagia buat si nilam
goodnovel comment avatar
Ferdiansyah Ferdian
udu ribuan episode balik LG k awal
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Terjebak Macet 21+

    Setelah mampir ke warung sate favorit mereka—Jean dan Nilam pun pulang dengan perut kenyang. Perjalanan pulang dimulai dengan celotehan Nilam mengenai rasa bumbu sate yang gak pernah berubah.Namun, kebahagiaan itu mulai diuji ketika mobil mereka berhenti total di jalan utama. Lampu merah? Bukan. Kecelakaan? Nggak juga. Tapi lalu lintas seperti membeku tanpa alasan jelas alias MACET tanpa sebab."Ini kenapa sih? Kenapa gerak sama sekali dari tadi?" keluh Nilam sambil menyandarkan kepala ke jok.Jean melirik kaca spion. “Mungkin ada penutupan jalan. Atau ada Presiden yang lewat…” candanya.“Nyebelin." Nilam melipat tangannya di dada. "Aku udah capek banget, ini punggung udah gak bisa diajak kompromi. Pengen rebahan," keluh Nilam.Jean tertawa kecil. "Sabar, Sayang... Namanya juga Jakarta."Nilam hanya mendengus, tangan memainkan jendela mobil naik-turun, lalu mengambil ponselnya, scroll sebentar, lalu bosan lagi. “Aku tuh benci banget ama kemacetan kayak gini. Buang-buang waktu."Jean

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Patner Terbaik

    "Aku suapin ya? Ayo aaa..."Jean memundurkan kepalanya. Bukannya mau nolak. Tapi, Nilam sendiri kan belum makan. "Kamu gak makan juga?""Aku makan habis kamu," balas perencanaan itu dengan alis berkerut. Agak dongkol karena Jean gak langsung buka mulut.Jean terkekeh kecil melihat ulah istrinya. “Aku berasa kayak bocah."“Bukan bocah Pak Jean sayang,” sahut Nilam sambil menyendokkan potongan ayam dan nasi ke arah mulut Jean. "Ini namanya win-win solution. Otak kerja, mulut pun kerja. Ya kan?”Menghela nafas, pria itu pun membalas, "Oke deh. Terserah kamu aja sayangku." Jean membuka mulutnya dengan patuh. “Enak,” komentarnya sambil mengangguk. “Ayamnya empuk banget.”“Ya iyalah, masak istri hebat kamu pilih makanan sembarangan?” Nilam tersenyum bangga.Di sela-sela suapan dan suara keyboard yang masih sesekali diketik Jean, suasana jadi terasa hangat. Bukan hanya karena makanan, tapi karena kebersamaan itu sendiri—meski sebentar, tapi penuh makna.“Omong-omong, Qila sekarang lagi apa y

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Tega Gak Tega

    Udara masih sangat sejuk saat keluarga kecil itu bersiap. Matahari baru saja muncul dari balik bukit, menyebarkan cahaya hangat ke halaman rumah Bu Mala. Burung-burung terdengar bersahut-sahutan, seolah ikut menyemangati hari pertama Qila di sekolah barunya.Qila mengenakan seragam barunya—kemeja putih bersih dan rok kotak-kotak merah yang masih terlihat kaku. Rambutnya dikepang rapi dua sisi dan dihias jepit rambut pink, dan sepasang sepatu barunya berkilau di bawah sinar pagi.Di punggungnya, tas biru muda yang kemarin ia pilih dengan semangat tampak pas melekat, siap menemani petualangan barunya.“Deg-degan nggak, Sayang?” tanya Jean sambil membetulkan kerah baju Qila.“Sedikit,” jawab Qila jujur, “Tapi aku juga gak sabar pengen cepet-cepet ketemu temen baru!”Jean tersenyum, lalu mencium kening putrinya. “Itu semangat yang bagus."Mereka berangkat bersama dengan mobil, Bu Mala ikut mengantar. Di sepanjang perjalanan, Qila sibuk membolak-balik jadwal sekolahnya sambil sesekali bert

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Persiapan Ke Bandung

    Jean tersenyum kecil, lalu mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Qila. Ia mengangkat satu jari, seolah menyampaikan aturan penting. “Papa setuju kamu ikut program itu, Qila… asal— kamu pilih salah satu dari dua syarat ini,” ucapnya dengan nada tegas tapi penuh kasih. Qila menatap ayahnya dengan mata membulat penasaran, menanti lanjutannya dengan penuh semangat. “Satu,” Jean mengangkat jari telunjuknya, “kamu harus dijemput dan diantar setiap hari oleh Papa, atau kalau Papa nggak bisa, Pak Surya yang antar." Qila sempat mengangguk kecil, mencoba membayangkan hari-harinya di tempat baru dengan Papa atau Pak Surya menjemputnya. Tapi sebelum dia sempat menjawab, Jean mengangkat jari kedua. “Dua... kalau kamu harus nginep di sana, maka Mama atau Oma akan ikut tinggal nemenin kamu di sana selama program itu berlangsung. Minimal sampai kamu betul-betul nyaman.” Wajah Qila langsung berbinar. “Beneran, Pa?” serunya. "Jadi Papa ngijinin Qila pergi dengan syarat itu?" Jean menganggu

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Kepikiran Qila

    Setelah Qila tertidur lelap, ditemani boneka kelinci pink dan selimut bergambar karakter kartun kesayangannya, Nilam menutup pintu kamar pelan-pelan. Ia berjalan menuju kamar utama, namun tak menemukan Jean di dalam. Lampu tidur menyala temaram, menambah kesan sepi di ruangan itu. Suara angin malam terdengar samar dari arah balkon. Nilam melangkah ke sana, dan benar saja—Jean sedang berdiri membelakangi pintu, kedua tangannya bersandar di pagar balkon, menatap langit yang malam itu bertabur bintang. Tanpa berkata-kata, Nilam mendekat lalu memeluk punggung suaminya dengan lembut. Jean sedikit tersentak, lalu tersenyum tipis dan menyentuh tangan Nilam yang melingkar di perutnya. “Ngapain ngelamun di sini?” bisik Nilam, suaranya pelan, nyaris seperti angin. "Udaranya dingin banget loh." Jean diam sebentar sebelum menjawab, “Aku kepikiran soal Qila…” Nilam memiringkan wajahnya, menempelkan pipi ke punggung Jean. “Masih soal program pertukaran pelajar itu?” Jean mengangguk pelan. “Iy

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Kumpul Bertiga

    Sore telah berganti malam ketika Nilam, Jean dan Qila berkumpul di apartemen baru mereka. Apartemen yang terletak di pusat kota itu terasa hangat dengan aroma masakan yang khas: semur ayam, sayur asem, dan sambal goreng kentang yang selalu jadi favorit Nilam sejak kecil.Di ruang makan, Qila sudah duduk manis sambil mengaduk-aduk nasi di piringnya. Rambutnya di kepang dua dan diberi jepit lucu berbentuk apel. Terdapat boneka kelinci pink yang mengisi kursi kosong di sebelahnya.“Qila sayang, kamu mau tambah?" tanya Nilam disertai dengan senyum lembutnya.“Enggak deh Ma. Udah kenyang.""Kamu sayang?" Pandangan Nilam bergulir ke arah Jean yang juga makan dengan begitu lahap di hadapan."Boleh deh. Dikit aja tapi."Dengan segera, Nilam bangkit dari duduknya mengambilkan nasi dan lauk sesuai permintaan sang suami. "Segini cukup?""Cukup sayang. Makasih," balas Jean seraya mengambil alih piring di tangan istrinya.Mereka kembali makan bersama, obrolan ringan mengalir di sela makan malam ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status