Khanza adalah seorang ART, namun pekerjaannya bukan hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Akan tetapi, dia juga melayani suami majikannya di atas ranjang layaknya suami istri.
Lihat lebih banyakNafas Khanza Alzea tercekat. Tubuhnya membeku di tempat.
Di antara gelapnya kamar, di sudut ruangan yang hanya diterangi cahaya bulan yang menerobos jendela, seorang pria berdiri diam. Matanya tajam menatapnya, seperti pemangsa yang baru saja menemukan mangsanya. Rajendra Sky Anggakara. Suami majikannya. Khanza tidak tahu sejak kapan pria itu berada di kamarnya. Pintu terkunci. Dia yakin sudah menutupnya sebelum tidur. Tapi sekarang, pria itu berdiri di sana, tanpa suara, tanpa ekspresi, hanya sorot matanya yang berbicara. "P—Pak…," ucapnya dengan suara gemetar, hampir tak terdengar. Lelaki yang biasa dipanggil Rajendra itu tidak segera menjawab. Hanya ada keheningan di antara mereka, ketegangan yang mencekik udara di sekitarnya. Lalu, pria itu melangkah maju, perlahan. Langkahnya tenang. Terlalu tenang. Khanza mundur, punggungnya membentur dinding. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak kencang, begitu keras hingga ia takut Adrian bisa mendengarnya. “Kenapa… kenapa Bapak ada di sini?” suara Khanza nyaris berbisik. Rajendra menunduk sedikit, cukup dekat hingga Khanza bisa mencium aroma maskulin yang begitu khas dari tubuhnya. Aroma yang berbahaya. "Shh..." Bibir pria itu melengkung tipis. "Jangan berteriak. Aku hanya ingin melihatmu lebih dekat." Khanza merasa tubuhnya melemas. Ia harus keluar dari sini. Harus pergi. Tapi kakinya seakan tak bisa bergerak. Lalu, tangan Rajendra terangkat. Dan saat jemarinya hampir menyentuh wajah Khanza— TOK! TOK! Suara ketukan keras di pintu membuat tubuh Khanza tersentak. Rajendra diam. Matanya masih menatap wanita yang ada di hadapannya itu. tetapi kini ada sesuatu yang lain di dalamnya. Sebuah peringatan. "Lidya..." gumam Rajendra pelan. Khanza membelalakkan mata. Suara itu adalah suara Lidya istri dari lelaki yang bersamanya itu. “Khanza?” Suara Lidya disertai suara ketukan pintu. Dengan jantung yang berdegup kencang, Khanza mendorong kuat tubuh lelaki itu. Matanya melotot ke arah Rajendra. “Saya tidak mau dipecat oleh nyonya Lidya. Saya mohon Bapak diam di sini sampai istri Bapak pergi,” ucap Khanza. Rajendra tidak menjawab. Dia melangkah mendekati Khanza dengan sorot mata tajam dan penuh damba. “Saya akan turuti kemauan kamu, tapi ini tidak gratis.” Rajendra seakan mengambil kesempatan itu untuk melakukan aksinya yang sempat tertunda karena kedatangan istrinya itu. “Terserah, Bapak.” Khanza tidak peduli, saat ini dia hanya berharap Rajendra tetap diam sampai Lidya pergi dari sana. Setelah itu barulah dia mengusir suami majikannya itu. “Khanza? Apa kamu sudah tidur?” panggil Lidya lagi. “Iya, Bu. Saya belum tidur,” sahut Khanza. Ia membukakan pintu dan menemui majikannya yang berdiri di depan pintunya. Lidya menatap lekat wajah pucat dan berkeringat ART-nya itu. “Kamu kenapa? Kamu terlihat seperti orang panik,” tanya Lidya. “Saya hanya kaget saja saat dipanggil sama Ibu. Tadi saya sudah tidur,” jelas Khanza yang tentunya berbohong. “Oh, kamu kaget karena dipanggil sama saya?” Lidya percaya begitu saja. “Oh, iya? Apa tadi Mas Rajendra kasih tahu kamu kalau dia pergi?” tanya Lidya. “Saya tidak tahu, Bu. Pak Rajendra juga tidak beritahu saya.” Lagi dan lagi Khanza terpaksa harus berbohong lagi. Karena, jikalau dia mengatakan yang sebenarnya makanya sudah pasti akan terjadi masalah besar dan pastinya dia akan dipecat dari pekerjaannya itu. “Oh, saya pikir dia kasih tahu kamu. Kalau begitu saya ke kamar dulu, mungkin Mas Rajendra lagi keluar sama temannya.” Lidya langsung kembali ke kamarnya tanpa merasa curiga sama sekali pada ART yang baru beberapa bulan kerja di rumahnya itu. Khanza bernafas lega, kemudian dia dengan cepat menutup pintu kamar. Tubuhnya ia sandarkan pada pintu, ia berdiri di sana sambil mengelus dadanya. Ia benar-benad takut kalau sampai ketahuan majikannya itu. Dari sudut kamar mata elang Rajendra menatap tajam ke arah Khanza tanpa merasa bersalah. Tidak berselang lama ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk dan yang menelponnya adalah Lidya, istrinya. Rajendra mengangkat panggilan dari Lidya dan berbicara dengan suara kecil. “Ada apa?” tanya Rajendra. “Kamu dimana, Mas? Saya sudah sampai di rumah, tapi kamu tidak ada di rumah?” Suara Lidya dari seberang sana. “Lagi main di rumah teman,” jawab Rajendra berbohong. “Pulang jangan sampai larut malam, Mas. Soalnya besok aku akan ke luar kota, aku ada kerjaan di sana.” Mendengar perkataan Lidya, Rajendra memutar jengah bolanya sambil mengusap gusar wajahnya. Istrinya itu selalu ke luar kota dan selalu sibuk dengan pekerjaan. Sampai lupa dengan tugasnya sebagai istri. Semuanya dia serakah pada ART dan itu sangat memuakkan bagi Rajendra. Pernikahan mereka sudah menginjak satu tahun, tapi istrinya itu tidak pernah melakukan perannya sebagia istri. Lidya selalu sibuk dengan pekerjaan dan juga sibuk dengan urusannya yang lain. Rajendra merasa kesepian, karena selalu ditinggal ke luar kota. Sekarang yang ada di rumah yang menyiapkan segala kebutuhannya adalah Khanza, ART yang pilihan istrinya. “Berapa hari?” tanya Rajendra setelah diam beberapa menit. “Dua minggu, Mas. Nanti semua perlengkapan dan kebutuhan Mas disiapkan sama Khanza,” kata Lidya. “Oke, kalau begitu. Kamu tidur duluan saja, aku masih mau main sama teman-teman.” Tidak mau berlama-lama dan tidak mau membuang waktu bersama ART cantik pilihan istrinya itu dia pun langsung mematikan sambungan telfon. Usia berbicara dengan Lidya, Rajendra melempar ponselnya ke arah ranjang. Kemudian kakinya melangkah menghampiri Khanza yang masih berdiri mematung di depan pintu. “Ja---jangan mendekat, Pak.” Dengan satu tangannya Khanza memberikan aba-aba agar suami majikannya itu tidak mendekat. Rajendra tetap diam. Namun, langkahnya terus menghampiri Khanza. Ia tidak peduli dengan larangan Khanza yang meminta untuk tidak mendekat. Matanya menatap lekat wajah cantik nan ayu wanita yang selama ini mempersiapkan segala kebutuhannya layaknya seorang istri pada suami. Wajah cantik nan ayu itu membuat hati Rajendra tenang saat menatapnya dan membuat kelelakian Rajendra bangkit saat mereka bertatapan secara langsung seperti ini. “Saya menginginkan kamu, Khanza. Saya menginginkan kamu malam ini,” ucap Rajendra pelan. Tangannya menyentuh dagu Khanza, namun tditepis kasar oleh wanita cantik itu. Khanza hendak menghindar dari lelaki itu, sayangnya tubuhnya tertahan karena kedua tangan sudah menutupnya. Bahkan tubuh kekar itu sudah sangat menghimpit tubuhnya. Jantung semakin berdebar kencang. “P—Pak,” “Iya, Khanza,” sahut Rajendra. Suara serat dan berat lelaki itu membuat jantung Khanza semakin berdebar tak karuan. Seperti ingin keluar dari tempatnya. “Saya sudah patuh dengan permintaan kamu tadi, sekarang saya ingin bayarannya dari kamu. Jikalau tidak maka sekarang saja juga saya keluar dari kamar kamu,” ucap Rajendra seakan mengancam Khanza. “Kamu pasti tahu kalau istri saya tahu saya keluar dari kamar kamu. Dia pasti akan curiga sama kamu dan pastinya akan memecat kamu,” ucapnya lagi. Khanza hanya bisa menghela nafas panjang. Saat ini dia tidak ada pilihan lain selain patuh pada lelaki itu. “Apa kamu mau istri saya tahu kalau kamu sudah menyembunyikan saya di dalam kamar kamu?” bisik Rajendra. “Apa mau, Bapak? Apa yang Bapak inginkan dari saya?” Khanza bertanya dengan suara yang sudah mulai meninggi. Rajendra tersenyum. Akhirnya ART itu terjebak dengan permaainannya. Dia tidak akan biarkan kesempatan emas itu berlalu begitu saja. Ia akan gunakan itu untuk bersama wanita itu malam ini. Ia ingin menghabiskan malam panjang bersama Khanza. “Saya menginginkan kamu. saya ingin kamu temani malam panjang saya. Saya ingin kamu jadi teman ranjang saja,” ucap Rajendra. Mendengar itut tubu Khanza seketika membeku. Dia semakin menegang dengan penuh ketakutan. Berbeda dengan Rajendra. Tangannya mengapit dagu Khanza dan membawanya lebih dekat dengannya hingga bibir mereka saling menyatu. “Pak—,” Bersambung…Rajendra terlihat sangat murka saat ia mendapatkan pesan dari orang suruhannya yang dia minta untuk cari tahu hotel tempat penginapan hotel.“Aku harus ke sana, aku sudah mendapatkan alamat tempat tinggal wanita itu.” Rajendra bangkit berdiri bergegas pergi dari sana. “Aku ikut,” ucap Arga. Lelaki itu bangkit berdiri lalu melangkah mengikuti langkah Rajendra menuju mobilnya. Arga melarang Rajendra setir mobil, karena dia tahu saat ini temannya itu dalam keadaan tidak baik-baik saja. Dia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan di antara mereka berdua. Kini dua lelaki itu sudah pergi dari kediaman Arga dengan menggunakan mobil milik Rajendra. Mereka akan datangi Lidya yang sedang menikmati liburan bersama selingkuhannya. Dalam perjalanan menuju tempat penginapan Lidya, Rajendra tak henti-hentinya mencaci maki dirinya sendiri karena terlalu bodoh mempercayai wanita ular itu berulang kali.Saat suasana lagi tegang ponsel Rajendra kembali berdering tanda ada pesan masuk. Ia m
Apa kau ingin melihat video istrimu? Aku rasa kau juga sangat ingin melihat wanitamu di gagahi lelaki lain,” ucap lelaki itu.Rajendra tetap diam tanpa menjawab apapun.Sedangkan Khanza, ia sangat syok dengan ucapan lelaki di seberang sana yang dia dengar dari ponsel Rajendra. Ia ikut merasa sakit hati mendengar berita bahwa majikannya itu ternyata suka bermain dengan banyak pria di luar sana.Setelah beberapa menit terdiam, bunyi notifikasi masuk di ponsel Rajendra. Beberapa pesan berupa video itu berderet pada aplikasi milik di ponsel Rajendra.“Selamat menonton Tuan Rejandra,” ucap lelaki itu dengan nada mengejek.Rajendra sama sekali tidak bersuara dan ia pun mengakhiri panggilan telfon dengan lelaki itu. dengan perasaan yang sangat memuakan, Rajendra membuka pesan video tersebut dan menontonnya. Ia tidak lagi terkejut melihat video tersebut, karena dia sendiri pernah menyaksikan secara langsung istrinya melayani atasannya di salah satu hotel. Kala itu ia ingin menggugat cerai ist
“Aku harus gunakan kesempatan ini untuk berlibur. Sebelum Khanza berhenti kerja,” ucap Lidya sambil berjalan mondar mandir.“Sekarang aku harus telfon Chris minta untuk mempercepat liburan kami,” ucap Lidya. Dia mengambil ponselnya dan langsung menghubungi atasannya sekaligus selingkuhannya. Setelah panggilan terhubung dengan Chris, Lidya pun mulai berbicara dengan lelaki itu. “Halo, sayang? Aku mau liburan kita dipercepat,” ucap Lidya saat sambungan telfon terhubung dengan Chris. “Bisa saja, sayang. Aku ikut mau kamu saja,” jawab Chris dari seberang sana. “Baiklah, bagaimana kalau besok saja kita berangkat liburan? Soalnya ini ART di rumahku ini sudah mau berhenti kerja. Aku takutnya nanti kalau dia sudah berhenti kerja aku akan sibuk urus mas Rajendra dan bakalan susah untuk ketemuan sama kamu.” “Baiklah, kalau begitu aku langsung booking saja tiket untuk ke kita berdua ke Bali.” “Iya, Mas. Malam ini aku juga mau meminta izin sama mas Rajendra. Aku mau cari alasan agar mas Raj
Malam sudah semakin larut, Lidya terbangun dari tidurnya karena merasa ingin buang air kecil. Wanita bangun dan cepat dia turun dan berjalan ke arah toilet. Sekitar lima menit kemudian dia keluar dari toilet dan kembali ke tempat tidur. ia menghentikan langkahnya saat ia hendak naik ke atas tempat tidur. Lidya memicingkan matanya menatap heran suaminya yang tidak ada di atas tempat tidur.Dengan penuh penasaran, Lidya melihat ke arah kamar mandi, pikirnya mungkin suaminya itu sedang buang air kecil sana. Tapi saat ia menunggu cukup lama di samping tempat tidur, suaminya itu tak kunjungan keluar.Lidya melangkah kakinya ke arah kamar mandi dan mengetuk pintu kamar mandi. “Mas Rejan?” panggilnya.Tidak ada suara sahutan sama sekali dari dalam kamar mandi. Lidya yang takut terjadi sesuatu di dalam kamar mandi, ia pun membuka pintu, namun saat pintu terbuka ia tidak menemukan siapa pun di dalam sana.“Di mana mas Rajendra?” ucap Lidya.Dengan rasa khawatir, wanita itu melangkah cepat kelu
Lidya sampai lebih dulu di rumah. Wanita itu sama sekali tidak memperlihatkan wajah lelahnya seperti orang kerja pada umumya. Ia terlihat sangat segar dan sangat bersemangat. “Selamat sore,” ucapnya saat menghampiri Khanza di dapur. “Selamat sore juga, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” jawab Khanza, ramah. “Tidak ada, Za. Apa mas Rajendra belum pulang?” Lidya menanyakan suaminya yang saat ini belum menampakan batang hidungnya. “Belum, Bu.” “Oh, ya, sudah saya kembali ke kamar dulu.” Lidya meninggalkan dapur dan langsung melangkah menuju kamarnya. Saat kakinya melangkah masuk ke dalam kamar. Ia merasa mual dan dengan cepat ia membuka pintu dan berlari ke dalam kamar mandi. Wanita itu memuntah isi perutnya di wastafel. Hoek! Hoek! Hoek!Suara Lidya memuntahkan semua isi perutnya di dalam kamar mandi. Wanita itu sampai terlihat pucat dan keringat dingin hanya karena memuntah. “Apa aku salah makan?” gumamnya pelan. “Tapi tadi aku… Aku rasa aku tidak salah makan. Semua makanan yang
Khanza tidak percaya kalau semalam itu kedua majikannya kembali lagi ke rumah. Dia baru menyadari saat melihat Rajendra yang tidur di bersamanya di kamar. Suami majikannya itu sudah benar-benar buat dia jantungan. “Maaf, Bu, semalam saya tidak dengar Ibu panggil.” Khanza meminta maaf pada Lidya. “Tidak apa-apa, Khanza. Salah saya juga karena sudah mengabari kamu kalau saya dan suami tidak jadi pulang, tapi tiba-tiba mas Rajendra di telfon sama klien. Kalau pagi ini mereka akan meeting jam 9, makanya kamu pulang lagi. Suami saya takut telat ketemu klien kalau menginap di sana.” Lidya tidak memarahi Khanza, karena dia tahu itu salah dia dan suaminya yang sudah lebih dulu mengabari Khanza. Syukurnya semalam mereka bawa kunci cadangan, kalau tidak mereka pasti bakalan tidur di luar. “Tapi tadi kata mas Rajendra mereka tidak jadi meeting,” ucap Lidya lagi. Khanza hanya menganggukkan kepalanya saja. Kemudian dia kembali ke dapur.“Khanza tolong kamu buatkan kopi untuk mas Rajendra, ya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen