Share

Bab 2 – CEO Baru

Di lobby kantor R.D. Company, Ziana menghentikan langkahnya demi meraup oksigen memenuhi paru-parunya yang nyaris kosong. Gelisah dan tegang, dia memeriksa jam tangannya sekali lagi, menyadari waktunya bergerak sangat cepat.

"Semoga aku tidak terlambat," gumam Ziana pada dirinya sendiri, sambil mengatur nafasnya.

Tiba-tiba pandangannya terperangkap oleh pemandangan yang mengejutkan. Semua orang berbaris di ruang lobby, seolah menunggu seseorang yang sangat penting. Ketegangan menggantung di udara, membuatnya merinding. Apa yang sedang terjadi?

Sebuah spanduk yang terpasang di dinding lobby menjawab rasa penasaran Ziana. Mereka semua menunggu kedatangan CEO baru. Ziana segera bergabung dengan barisan yang sudah terbentuk, mencoba menekan rasa penasaran yang tumbuh di dalam dirinya.

“Semuanya tenang! Pak CEO sudah datang!” seru salah satu sekuriti yang berjaga di depan lobby.

Segera, sebuah mobil mewah berhenti di depan pintu masuk, menarik perhatian semua orang di dalam lobby. Mata Ziana memperbesar, jantungnya berdegup lebih cepat lagi saat seorang pria tampan keluar dari mobil itu.

“Maha…” bisiknya pelan, hingga hanya dirinya yang bisa mendengar suaranya.

Mahanta berdiri tegak, berpakaian jas lengkap yang membuatnya terlihat gagah dan berwibawa. Wajahnya dingin, memancarkan aura kekuatan dan ketegasan. Ziana, seperti semua orang lain di ruangan itu, terpana oleh kehadiran Mahanta.

“Selamat datang, Pak CEO!” seru manajer personalia memimpin penyambutan untuk Mahanta.

Perasaan Ziana campur aduk. Bagaimana bisa Mahanta menjadi CEO di perusahaan itu. Ziana kecolongan saat mengecek pemilik perusahaan dan melupakan nama belakang Mahanta. Dia ingin sekali menghilang, bersembunyi di balik sudut ruangan, agar tidak terlihat oleh Mahanta. Tapi itu sudah terlambat, karena Mahanta semakin dekat ke arahnya lalu berhenti tepat di depannya.

Ziana berusaha menahan getaran dalam dirinya, berusaha tampak tenang meskipun pikirannya mulai kalut. Sulit menjaga sikap profesional saat gejolak emosi membombardir jantungnya. Saat Ziana memberanikan diri menatap Mahanta, pria itu balas menatapnya dingin.

“Selamat pagi, semuanya. Kembali bekerja,” ucap Mahanta dingin lalu berjalan mendekati lift dan masuk ke dalamnya.

Semua orang langsung bubar kembali ke posisi masing-masing, sambil sesekali bergosip tentang CEO mereka yang baru. Diantara mereka membicarakan sikap dingin Mahanta, tapi memuji ketampanan pria itu. Beberapa karyawan yang bekerja di lantai atas, menunggu lift dengan tertib. Saat Ziana menunggu bersama mereka, manajer personalia memanggilnya.

“Ziana, ikut saya.”

“Baik, Bu.”

Meskipun tidak mengerti kenapa dirinya dipanggil, Ziana bisa menebak kalau ini ada hubungannya dengan keterlambatannya tadi. Dibawah tatapan rekan-rekan kerjanya, Ziana mengikuti manajer personalia masuk ke dalam lift lebih dulu. Alih-alih berhenti di lantai tempat kantor manajer personalia, lift terus naik sampai ke lantai paling atas gedung itu.

Rasa hati ingin bertanya kemana tujuan mereka, tapi Ziana memilih diam dan ikut saja. Posisinya sebagai karyawan baru yang baru bekerja selama enam bulan sedang terancam. Ziana terus mengikuti manajer personalia itu sampai mereka berhenti di depan meja kerja yang kosong.

“Ziana, mulai hari ini kamu dipindahtugaskan sebagai sekretaris CEO yang baru. Ini meja kerjamu.”

“Apa?! Nggak salah, Bu?” Ziana melotot kaget dan cemas dengan kejutan yang diterimanya. “Tapi saya tidak memiliki kualifikasi sebagai sekretaris, Bu. Apa ini tidak terlalu... cepat?”

Ziana baru saja berharap tidak akan bertemu dengan Mahanta lagi. Tapi justru semesta mengirim pria itu menjadi CEO perusahaan tempatnya bekerja dan dia ditunjuk sebagai sekretarisnya. Ziana sempat berpikir untuk resign saja, tapi mengingat denda pinalti pelanggaran kontrak kerja membuatnya urung.

“Justru ini kesempatan yang bagus, Ziana. Tidak semua orang beruntung mendapatkan posisi ini. Tentu saja informasi tentang tunjangan dan juga kenaikan gaji akan segera saya kirimkan ke nomormu. Sekarang, silakan mulai bekerja. Saya akan perkenalkan kamu dengan CEO yang baru.”

Tanpa menunggu jawaban Ziana, manajer operasional itu mengetuk pintu ruang kerja CEO. Pintu itu terbuka beberapa saat kemudian, menampilkan pria yang sama dengan pria yang Ziana lihat di hotel.

“Selamat pagi, Pak Lintang. Saya mengantar Ziana, sekretaris Bapak CEO yang baru,” ucap manajer personalia itu sambil melirik ke arah Ziana.

“Terima kasih. Bu manajer bisa kembali,” ucap Lintang lalu membuka pintu lebih lebar. “Ziana, silakan masuk.”

Ziana menundukkan kepalanya sejenak, sebagai sikap sopan santun, lalu berjalan memasuki ruang kerja CEO. “Permisi, Pak.”

Untuk pertama kalinya Ziana menginjakkan kakinya di kantor CEO perusahaannya. Ruangan itu cukup lengang dengan minimnya dekorasi di dalamnya. Selain meja kerja CEO yang berada di dekat jendela, ada sofa besar yang melingkar di tengah ruangan dengan meja kaca di tengahnya.

Perhatian Ziana teralihkan saat pintu tiba-tiba tertutup. Lintang meninggalkannya begitu saja hanya sendirian di ruang kerja Mahanta. Pria itu bahkan belum terlihat batang hidungnya membuat Ziana merinding dan cemas. Tiba-tiba pintu di sebelah kanannya terbuka lebar membuat jantung Ziana nyaris lompat dari tempatnya.

“Sedang apa kamu disini?” tanya Mahanta membuat Ziana bingung menjawabnya.

“Saya dipindahtugaskan menjadi sekretaris Bapak. Apa informasinya salah? Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak,” sahut Ziana cepat lalu berbalik hendak kabur.

“Tunggu!”

Langkah kaki Ziana terhenti sebelum berbalik cepat menatap Mahanta lagi. “Ada apa, Pak?”

“Kalau keputusannya seperti itu, kamu harus terima atau mengundurkan diri. Pilih salah satu.”

Ziana ingin sekali memukul Mahanta saat itu karena menyimpulkan apapun seenaknya sendiri. Tapi ucapan Mahanta selanjutnya membuat Ziana mengepalkan tangannya menahan emosi.

“Kalau mau mundur, siapkan saja denda pinaltinya. Manajer personalia bisa membantumu mempercepatnya.”

“Saya terima tugas ini, Pak. Saya belum mengatakan apa-apa, tapi kenapa Bapak memojokkan saya seperti ini ya?”

“Memojokkan? Semakin lama tuduhanmu semakin kelewatan ya.”

Ziana mengekori langkah Mahanta yang berjalan kembali ke meja kerjanya. “Itu fakta,” bisik Ziana membuat Mahanta menatapnya tajam.

“Karena kau sudah disini, aku masih menunggu penjelasanmu. Kenapa kau meninggalkanku tiga tahun yang lalu?”

Ziana menghela nafas panjang, sebelum berkata, “Sebagai seorang pemimpin sebuah perusahaan besar, seharusnya Bapak bisa memisahkan antara urusan pribadi dan pekerjaan. Saya menolak menjawab pertanyaan Bapak.”

Mahanta mengatupkan kedua tangannya di depan dagunya tanpa melepaskan pandangannya dari Ziana. “Jadi ini pilihanmu. Baik. Kita lihat sejauh apa kau bisa bertahan.”

Ziana melihat Mahanta menekan tombol di pesawat telepon diatas meja kerjanya. Tak lama, Lintang kembali masuk ke dalam ruang kerja Mahanta.

“Ya, bos? Ada apa?” tanya Lintang.

“Lintang, tunjukkan padanya tugas sekretaris yang sebenarnya. Detail. Aku tidak mau ada sedikitpun kesalahan atau dia dipecat,” titah Mahanta lalu mengusir Ziana dan Lintang dengan tangannya.

“Ikut aku,” pinta Lintang pada Ziana.

Mahanta benar-benar serius dengan ucapannya. Ziana harus mengerjakan banyak sekali pekerjaan dibawah pengawasan Lintang. Tidak jarang Ziana harus menerima omelan dari Lintang ketika membuat kesalahan. Tidak ada celah sedikitpun karena Mahanta ingin semua pekerjaan dilakukan dengan sempurna.

“Ziana, pekerjaanmu kali ini sudah benar.” Ziana sudah merasa senang karena akhirnya dia berhasil. Tapi Lintang belum selesai. “Sekarang kamu kerjakan semua dokumen itu.”

Ziana mengikuti arah yang ditunjuk Lintang dan ternganga melihat dokumen yang hampir setara dengan meja kerjanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status