Disepanjang perjalanan menuju resto yang sudah di sepakati, sesuai permintaan bosnya. Anna menjelaskan beberapa materi di depan Daren, sebelum pada para klien.
Dengan penuh keseriusan Anna terlihat begitu memahami beberapa point yang sudah ia tuliskan dalam sebuah materi proyek, Daren yang terkesima hanya menatap kagum."Bagaimana, apa semua yang aku jelaskan sudah sesuai yang tuan tentukan?" tanya Anna seraya membereskan semua semua file yang ada di tangannya.Daren seketika kembali fokus, dan kembali duduk tegap. Lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Anna, dengan mode wajah seriusnya. "Hm, lumayan. Cara penyampaimu sangat mudah untuk di pahami tapi..." Daren menjeda perkataannya sejenak. .Kening Anna berkerut dan merasa heran, entah apa lagi yang masih kurang padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan cara kinerjanya."Memangnya tapi kenapa tuan?" tanya Anna penasaran. Berharap jika pria yang ada di depannya tidak membuat dirinya kesal lagi.Tanpa ragu Daren menjawab pertanyaan Anna. "Kamu kurang tegas Anna, aku tidak suka dengan cara bicaramu yang terlalu lembut seperti ingin menggoda para pria saja," ketus Daren memberikan jawaban.Anna tercengang, saat mendengar kritikan sang bos. Yang selalu saja membuatnya kesal. Tapi mengingat dirinya hanya seorang karyawan. Membuat Anna berusaha untuk tetap bersabar dan terpaksa mengalah."Baiklah tuan, saya berusaha lebih baik lagi," Anna menundukkan wajah, rasanya ia tidak nyaman saat duduk satu kursi dengan atasannya itu.Daren yang diam-diam menatap Anna dengan sudut ekor matanya, membuat lelaki tampan itu tanpa sadar tersenyum tipis. Entah kenapa saat melihat sekertarisnya yang tiba-tiba patuh membuat Daren sedikit senang dan terhibur."Kalau di lihat-lihat Anna sangat cantik dan manis juga jika jadi penurut," celetuk Daren tanpa ia sadari memuji wanita yang duduk di sampingnya.Rudi yang tengah melajukan mobil, dia tak sengaja melihat sang bos di dalam kaca spion tampak tersenyum dan sesekali melirik ke arah Anna."Hm, baru kali ini aku melihat tuan tersenyum, apa beliau suka ya sama nona Anna?" Rudi bertanya-tanya dalam hati, tanpa sengaja ia tak melihat lubang yang ada di depan sana. Sampai membuat posisi mobil oleng dan...BLUGH!"Aw!!" pekik Anna yang tak sengaja terjeduk ke arah sandaran jok yang ada di depannya, sampai semua berkas yang ia pegang tanpa sengaja terjatuh ke bawah sana.Daren yang sedikit kaget, dengan nada yang meninggi langsung menegur sang asisten. Agar membawa mobilnya dengan hati-hati."Rudi! kau ini apa tidak bisa menyetir kenapa membuat orang duduk tidak nyaman saja," bentak Daren. Dengan cepatnya Rudi meminta maaf dan mengakui kecerobohannya."Tuan, nona Anna tolong maafkan saya," sesal Rudi yang kembali fokus melajukan mobilnya kembali.Daren yang kesal dia tidak menggubris permintaan maaf Rudi, namun melihat Anna yang sedang memunguti berkas-berkas di bawah, seketika membuat hati Daren tak tega dengan spontan dia pun mulai membantu Anna, menggambil berkas penting tentang semua materi meeting dan kontrak kerja samanya yang telah Anna ketik baik-baik dan...Seketika tangan Anna tak sengaja tersentuh oleh Daren, membuat wanita cantik itu terkejut dengan jantung yang berdegup kencang. Begitu juga dengan Daren. Tatapan kedua insan itu pun tak sengaja saling bertemu dan saling pandang satu sama lain.Deg!Melihat bibir merah ranum Anna, seketika membuat Daren sebagai seorang pria dewasa. Seolah hasratnya kembali terpancing. Apa lagi saat bayangan terlihat ambigu di dalam pikirannya kembali muncul."Biar aku saja yang membereskannya tuan," Anna berusaha menjaga jarak. Setelah memungut semua bekas penting perusahaan.Daren yang masih terdiam, tanpa sengaja melihat kening Anna berdarah membuatnya sedikit cemas dan segera memastikan."Tunggu Anna! keningmu berdarah," Daren memberitahukan sembari menyapu rambut dan melihat luka kecil sang sekertaris."Berdarah," Anna berusaha menyentuh keningnya, lalu tanpa sengaja tangan mereka kembali bertemu dan bersentuhan lagi.Suasana di dalam mobil terasa hening dan canggung. Tak ingin di tuduh menggoda lagi Anna menepis pelan tangan Daren yang mendarat di keningnya.Daren tercengang, saat melihat sikap Anna yang lagi-lagi seolah menghindari dan seolah tak ingin berinteraksi dengannya, membuat Daren sedikit tersinggung."Keningmu sedikit berdarah Anna, diamlah sebentar. Aku akan membantumu untuk memakaikan krim luka.""Tidak usah tuan, aku bisa sendiri," Anna berusaha menolak. Tapi Daren tetap pada pendiriannya.."Patuh sedikit, aku tidak mau jika sampai meeting ini gagal hanya karena kamu terluka," tegas Daren dengan alasannya, dan segera meraih kotak P3K lalu perlahan mulai membantu membersihkan luka di kening, sebelum menempelkan plester di kening Anna.Anna yang merasa canggung dan tidak nyaman, terpaksa harus patuh dan diam, saat Daren tengah mengobatinya. " Kenapa dia repot-repot ingin membantuku?" batin Anna bertanya-tanya, lalu berusaha membuang pandangan ke samping.***Sementara suasana malam di Paris terasa dingin.Renata yang baru saja tiba di sebuah restoran termahal di sana, wanita berambut pirang dan bertubuh seksi itu pun perlahan berjalan dengan langkah pelan dengan memakai long dress tanpa lengan, dan belahan paha yang cukup tinggi serta belahan dada yang begitu rendah.Membuat wanita yang berprofesi sebagai model itu terlihat lebih percaya diri, saat menghampiri seorang pria yang tak lain adalah tuan Andrew. Pria paruh baya itu tengah duduk sambil meneguk kopi."Selamat malam, apa benar anda adalah tuan Andrew?" tanya Renata yang berdiri tepat di depan pria berjambang tebal itu sembari memancarkan senyum genit.Pria itu terkejut, selain pengusaha tas ternama dia juga terkenal sebagai seorang Casanova yang begitu loyal terhadap para wanita di sekelilingnya.Melihat sosok Renata dari ujung kaki ke atas rambut, dengan penampilan yang begitu seksi dan menggugah hasratnya. Membuat pria paruh baya itu menelan salivanya beberapa kali, bahkan pria itu terlihat seperti hewan buas yang begitu senang saat melihat mangsanya yang sudah ada di depan mata."Benar, aku Andrew. Apakah nona ini adalah nona Renata yang ingin menjadi model brand perusahanku?" jawab Andrew berbalik tanya."Hmm, anda benar tuan. Aku Renata. Senang sekali bisa bertemu dengan anda," Renata memancarkan senyuman lebar di bibir merah merekahnya sembari menyodorkan tangannya.Tentu saja pria itu mendengus dan mencium tangannya dengan penuh hasrat yang menggebu-gebu, seolah sudah tak sabar ingin mencicipi wanita daun muda yang ada di depannya itu.Cup!"Ternyata nona Renata sangat cantik." Sanjung Andrew.Renata hanya tersenyum, ia tidak peduli syarat apa yang nanti akan di ajukan oleh Andrew yang lebih penting dia harus mendapatkan job yang sedang di incar para model di luaran sana."Duduklah, aku sangat senang bisa bertemu langsung denganmu nona Renata. Ku dengar kau ingin mendaftar sebagai brand ambassador tas yang akan aku lauchingkan, sebenarnya aku bisa memilihmu tanpa harus mengikuti seleksi, tapi ada syaratnya," kata Andrew menyeringai penuh arti.Renata yang baru duduk, perlahan ia meminum segelas kopi yang sudah tersedia di atas meja. Lalu menanggapi perkataan Andrew."Benarkah itu tuan, jadi katakan saja apa syaratnya?" tanya Renata dengan nada yang seolah menantang.Melihat sikap Renata, membuat pria berusia hampir kepala lima itu pun tanpa ragu lagi mengungkapkan kemauannya."Aku akan memilihmu, asalkan malam ini nona Renata bisa menghangatkan ranjang ku," bisik Andrew sembari menjilat lidah.Mendengar perkataan lawan bicaranya, Renata hanya tersenyum lebar. "Jika itu syaratnya, aku bisa melakukannya, asal sesuai kesepakatan," Renata tanpa ragu setuju dengan syarat yang di katakan oleh pria tua yang seumuran dengan mendiang sang ayah.Beberapa jam kemudian, semua para klien Daren bertepuk tangan, setelah Anna menjelaskan semua proposal properti, dari bahan mentah yang terjamin beserta beberapa ketentuan sesuai kontrak yang telah di tetapkan oleh bosnya. Prok...Prok...Suara tepuk tangan menggema di sebuah ruangan VIP resto ruangan resto terbesar di kota itu. Para pria berdasi itu menatap kagum dengan cara penyampaian Anna yang sungguh menakjubkan dan berhasil mengambil keyakinan mereka untuk menjadi mitra dengan inves yang lebih besar. "Wah, nona Anna selain cantik ternyata cukup cerdas juga tuan Daren anda sangat beruntung bisa memiliki sekertaris cantik dan kompeten," sanjung para rekan Daren. Anna hanya membungkukan badan seraya memancarkan senyum manisnya, saat para pengusaha itu memuji dirinya. "Hmm, iya begitulah. Lumayan," balas Daren, jauh dari lubuk hati dirinya juga tak bisa memungkiri jika Anna memanglah sekertaris yang sejalan dengan dirinya, bahkan bisa di andalkan. Tapi pria tampan yang memiliki si
"Tuan, bukankah aku tadi sudah bilang jika aku hanya ingin ke toilet. Dan mengenai tuan tedy tadi hanya tidak sengaja berpapasan lalu dia bertanya, hanya itu saja," Anna berusaha membela diri. Namun Daren seolah tidak peduli dengan penjelasan yang di katakan oleh Anna. Malah lelaki tampan itu meraih dan mencengkram erat pergelangan tangan sekertarisnya itu dan membawanya ke arah parkiran lalu menyuruh masuk ke dalam mobil dengan sedikit kasar. "Cepat masuk!" Titah Daren dengan nada tinggi dan penuh penekanan. "Tapi tuan, kita kan sedang meeting bersa..." belum tuntas Anna mengatakan kata-katanya. Daren lebih dulu memberitahukan jika meetingnya dan tuan Arson sudah selesai. Hal itu pun membuat Anna sedikit heran, karena bisa-bisanya Daren pergi begitu saja. Ketika Anna di rundung kebingungannya Rudi yang baru keluar dari resto tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Tuan, ini kontrak kerja samanya sudah di tanda tangani oleh tuan Arson," ujar Rudi sembari menyodorkan sebuah map cok
Tepat jam empat sore, akhirnya Anna sampai di ruangan rawat sang ibu yang sangat dia sayangi. Bu Ratih yang masih terbaring lemah di atas brankar. Perlahan mulai membuka kedua pelupuk matanya saat mendengar suara pintu terbuka. Melihat putri kesayangan yang sudah ia cari-cari dari tadi. Membuat keduanya menangis haru. Apa lagi Anna yang begitu bahagia saat melihat orang yang dia sayangi akhirnya bisa melewati masa kritisnya. "Anna!" panggil Bu Ratih dengan nada rendah yang hampir tak terdengar. "Ibu," Anna berjalan menghampiri, lalu memeluk ibunya dengan sangat erat dan pelan. keduanya mengeluarkan air mata bahagia dan haru. Meskipun Anna harus merendahkan diri mendapatkan uang itu dari bosnya, tapi sejenak rasa sakit itu terobati saat melihat ibunya yang perlahan keadaannya mulai membaik. "Putri ibu, kenapa kamu jadi kurusan nak? pasti ini semua karena ibu yang telah banyak merepotkanmu?" lirih Bu Ratih mencecar beberapa pertanyaan pada putri semata wayangnya itu. Anna menggele
Daren terkejut, saat dia melihat video cctv di lobi hotel, di mana Anna berusaha keras memapah dirinya dengan sekuat tenaga, dan terlihat sesekali berusaha menelpon seseorang. Tapi terlihat tidak bisa. "Apa benar semua ini tidak ada hubungan dengan dia? jika bukan apa aku telah salah paham padanya?" Daren bertanya-tanya dalam hati sembari merenung. Tak ingin menebak-nebak, Daren tetap pada pendiriannya sebelum Rudi menemukan orangnya, ia harus tetap waspada walaupun pada seorang wanita. "Sebaiknya aku tidak boleh menyimpulkan sendiri, sebelum orangnya di temukan." Daren menghela nafas kasar, tapi mengingat ada noda darah di atas sprei, membuat dia baru sadar bahwa mungkin Anna baru melakukan hal itu pertama kali dengan dia, pikirnya. Tak ingin merasa bersalah, dengan cepat Daren melonggarkan dasi dan melepaskan jasnya lalu melempar ke sembarang arah. Baru saja lelaki tampan itu berjalan ke arah kamar mandi, tiba-tiba saja terdengar beberapa pesan yang masuk ke dalam pesannya. Meli
Dua hari kemudian, Daren yang sudah berpenampilan rapih dengan stelan kantor. Dengan langkah, lebar pria tampan itu mulai menuruni tangga dan berjalan ke meja makan dengan berat hati. Saat ayah dan ibunya sudah duduk menunggu, mereka yang sengaja ingin makan bersama dengan moment langka berharap apa yang akan di sampaikan membuat Daren patuh. "Daren! semalam tadi kamu sudah pergi kemana saja? pulang-pulang mabuk lagi, memangnya apa yang sedang kamu pikirkan sampai meminum segala?" Cecar nyonya Hilda menatap penuh selidik pada putranya, dengan perasaan yang berusaha menahan kemarahan. Daren yang baru saja duduk, lagi-lagi dia sambut dengan beberapa pertanyaan yang begitu sulit dan malas untuk dia jawab. Tapi sebagai seorang anak, dia harus tetap menjaga attitude-nya. "Hanya pergi mencari angin saja," jawab Daren singkat yang perlahan mulai mencicipi sarapan pagi yang sudah di siapkan oleh para pelayan di rumah mewahnya. Nyonya Hilda dan tuan Pratama saling menatap, saat melihat si
"Mau dia atau bukan, kenapa aku harus peduli," Anna menggelengkan kepala, lalu melanjutkan langkahnya untuk mengurus administrasi sebelum membawa ibunya pulang. Daren yang di ikuti oleh Rudi kedatangan mereka di sambut hangat oleh kepala rumah sakit dengan penuh hormat dan beberapa tenaga medis lainnya. "Tuan Daren, senang sekali akhirnya anda sudah sampai," sapa pria paruh baya sembari membungkukan badan. Daren hanya berdehem, tak berselang lama mereka berjalan menuju ke ruang tamu yang berada di lantai dua. Namun Rudi yang tak sengaja melihat Anna yang sedang berdiri di ruangan resepsionis. Membuat dia segera memberitahukan sang bos. "Tuan, ternyata nona Anna ada di sini juga," ucap Rudi dengan nada rendah.Langkah Daren terhenti sejenak, lalu ia menoleh dan kebetulan benar melihat Anna yang sedang berbicara serius dengan kedua suster seraya menandatangani beberapa berkas. "Anna!"Melihat Daren yang tiba-tiba saja berhenti, membuat kepala rumah sakit itu sedikit terheran. Dan m
"Tuan, apa yang ingin anda lakukan? jangan pernah macam-macam lagi padaku kalau tidak aku akan berteriak biar semua orang datang," peringat Anna yang terlihat begitu panik saat atasannya tengah mengurung tubuh mungilnya dengan kedua lengan kekar itu. "Apa kamu bilang Anna? mau berteriak. Kalau kau bisa berteriak lah. Aku ingin tahu apakah ada yang bisa menolongmu sekaligus aku bermacam-macam padamu. Yang ada mungkin nanti malah kamu sendiri yang akan di permalukan," bisik Daren memancarkan senyum devil. Anna terdiam, ia sesekali menelan saliva saat perasaannya semakin gelisah, bahkan nafasnya sampai tak karuan. "Kenapa dia seolah tidak takut, jangan-jangan rumah sakit ini punya hubungan yang erat dengannya?" Anna bertanya-tanya dalam hati. Melihat Anna yang begitu patuh, Daren hanya menyeringai malah dia kembali menantang. Jika dia tidak takut saat mengingat perkataan Anna yang tadi. "Kenapa diam? bukankah tadi kamu mau berteriak. Ayo teriak kalau berani," Cibir Daren seraya menden
Anna segera pergi menghindar, dia khawatir jika sang ibu akan curiga setelah berbicara empat mata dengan bos-nya. "Ibu, maaf karena telah membuat ibu cemas." Sesal Anna yang baru kembali ke dalam ruang rawat. Bu Ratih hanya tersenyum dan mengangguk pelan, saat Anna meminta maaf padanya. "Tidak nak, jangan minta maaf justru ibu yang minta maaf padamu. Karena sudah membuat repot, pasti bosmu tadi sangat marah karena kamu belum masuk kerja ya? Apa lagi setelah meminjam uang yang cukup besar," Bu Ratih mencecar Anna dengan beberapa pertanyaan dengan mimik wajah yang terlihat sedih. Anna semakin merasa bersalah, saat melihat ibunya yang cemas. Bahkan Anna tidak pernah membayangkan jika ibunya tahu semua apa yang telah terjadi padanya, tapi Anna berusaha besikap ceria."Ibu terlalu banyak berpikir, tadi tuan Daren hanya bilang kalau di kantor pekerjaanku sudah menumpuk, dan tidak sembarangan orang bisa menggantian aku jadi..." Belum sempat Anna menuntaskan perkataannya untuk meyakinka