"Tuan, apa yang ingin anda lakukan? jangan pernah macam-macam lagi padaku kalau tidak aku akan berteriak biar semua orang datang," peringat Anna yang terlihat begitu panik saat atasannya tengah mengurung tubuh mungilnya dengan kedua lengan kekar itu. "Apa kamu bilang Anna? mau berteriak. Kalau kau bisa berteriak lah. Aku ingin tahu apakah ada yang bisa menolongmu sekaligus aku bermacam-macam padamu. Yang ada mungkin nanti malah kamu sendiri yang akan di permalukan," bisik Daren memancarkan senyum devil. Anna terdiam, ia sesekali menelan saliva saat perasaannya semakin gelisah, bahkan nafasnya sampai tak karuan. "Kenapa dia seolah tidak takut, jangan-jangan rumah sakit ini punya hubungan yang erat dengannya?" Anna bertanya-tanya dalam hati. Melihat Anna yang begitu patuh, Daren hanya menyeringai malah dia kembali menantang. Jika dia tidak takut saat mengingat perkataan Anna yang tadi. "Kenapa diam? bukankah tadi kamu mau berteriak. Ayo teriak kalau berani," Cibir Daren seraya menden
Anna segera pergi menghindar, dia khawatir jika sang ibu akan curiga setelah berbicara empat mata dengan bos-nya. "Ibu, maaf karena telah membuat ibu cemas." Sesal Anna yang baru kembali ke dalam ruang rawat. Bu Ratih hanya tersenyum dan mengangguk pelan, saat Anna meminta maaf padanya. "Tidak nak, jangan minta maaf justru ibu yang minta maaf padamu. Karena sudah membuat repot, pasti bosmu tadi sangat marah karena kamu belum masuk kerja ya? Apa lagi setelah meminjam uang yang cukup besar," Bu Ratih mencecar Anna dengan beberapa pertanyaan dengan mimik wajah yang terlihat sedih. Anna semakin merasa bersalah, saat melihat ibunya yang cemas. Bahkan Anna tidak pernah membayangkan jika ibunya tahu semua apa yang telah terjadi padanya, tapi Anna berusaha besikap ceria."Ibu terlalu banyak berpikir, tadi tuan Daren hanya bilang kalau di kantor pekerjaanku sudah menumpuk, dan tidak sembarangan orang bisa menggantian aku jadi..." Belum sempat Anna menuntaskan perkataannya untuk meyakinka
Anna berusaha meronta sekuat tenaga, saat sang bos terus memagut bibirnya sampai membuat ia sesak untuk bernafas. Bahkan tanpa ragu lagi ia memberanikan diri menggigit bibirnya. Krek!"AAkkkkh, Anna! kau berani sekali," Daren terkejut dan marah saat wanita yang ada di depannya dengan terang-terangan menolak dirinya tanpa ragu. "Tuan, kenapa anda memperlakukanku seperti ini?" tanya Anna dengan netra yang berkaca-kaca seraya menyusut sudut bibirnya. Daren menyeringai, saat mendengar perkataan Anna yang terlihat sudah melupakan kesepakatan di antara mereka berdua saat di rumah sakit tadi. Tapi pria itu tidak diam begitu saja. "Anna! kenapa kamu bersikap seperti aku yang memaksamu. Bukankah tadi kamu sudah setuju jika mulai hari ini kamu harus menjadi wanitaku. Dan apa pun yang aku inginkan semua harus di patuhi," tegas Daren yang tak bosan mengingatkan. Jantung Anna berdegup sangat kencang, entah kenapa ia merasa merinding saat mendengar peringat bosnya itu. "Tapi, aku tidak mau jik
"Kenapa masih bertanya bukankah semua yang aku katakan sudah jelas? mulai hari ini kamu adalah wanitaku Anna." Tegas Daren. "Tapi tuan, aku..." Belum sempat Anna menjawab pertanyaan Daren. Tapi Daren yang sudah tidak bisa membohongi perasaan yang aneh di dalam hatinya, membuat lelaki tampan beralis tebal itu pun mendaratkan jari telunjuknya tepat di bibir ranum Anna. Kedua insan itu saling menatap satu sama lain, jantung Anna berdegup sangat kencang saat Daren mendekatkan wajah dan mencoba meraih bibir. "Tuan, jangan.." Anna sempat menolak. Namun Daren seolah tidak peduli, untuk yang pertama kalinya Daren baru merasakan rasanya menyukai seorang wanita.Cup! Kedua bola mata Anna membulat saat bibir Daren yang mendarat dan memagut bibirnya, dengan sangat rakus yang perlahan menjadi lembut. Bahkan Anna seolah seperti terhipnotis dan tanpa ia sadari mulai mengimbangi ciuman panas itu. Setelah Daren mencium bibir Anna dengan waktu yang cukup lama, perlahan dia melepasnya dan membelai le
Keesokan harinya, Anna yang baru saja sampai di perusahaan. Dengan cepatnya turun dari taksi. Mengingat hari ini ada meeting penting luar kota membuat Anna berjalan terburu-buru. "Semoga saja aku tidak terlambat," gumamnya seraya melihat jarum jam yang melingkar di tangannya. Ketika Anna baru saja masuk ke dalam perusahaan. Terlihat semua karyawan yang berlalu lalang baru masuk juga. Namun entah kenapa Anna merasa suasana di lobi kantor, terlihat banyak karyawan yang menatap tajam dan berbisik padanya. "Mereka kenapa?" batin Anna bertanya-tanya. Sesekali Anna menebar senyum, tapi mereka tetap saja terlihat cuek. Malah yang ada terdengar seolah menyindirnya. "Ck, pantesan saja dia baru masuk sudah dapat posisi bagus di kantor. Ternyata begitu ya triknya, pura-pura polos tapi dia suka goda bos kita," celetuk beberapa karyawan di sana. Anna memyergitkan dahi, saat mendengar kata-kata dari rekan kerjanya, karena penasaran ia menghamipiri ketiga rekan kerjanya dan memberanikan diri u
Daren terkejut saat melihat Anna yang begitu ketakutan, sampai dia bisa merasakan nafas hangat wanita yang berada di dalam pelukannya itu. "Anna! apa kamu benar-benar takut dengan kegelapan?" Daren bertanya untuk memastikan dengan mode wajah serius. "I-iya tuan, saya takut sekali." Jawab Anna dengan nada rendah yang hampir tak terdengar, bahkan saking ketakutannya, Anna tak henti-hentinya memeluk Daren. "Tenanglah, aku akan mencoba untuk menghubungi Rudi," Daren berusaha menenangkan Anna. Beberapa kali dia mencoba menelpon asisten namun nihil sambungan telpon itu tidak bisa terhubung, membuat Daren sedikit kesal. Anna yang mempunyai fobia kegelapan, tiba-tiba saja tubuhnya terasa lemas dan bahkan nafasnya tiba-tiba saja terasa sesak untuk bernafas. Melihat wajah Anna yang memucat, membuat Daren sedikit cemas dan khawatir. Karena terlihat jelas Anna seperti merasa tidak nyaman dan seolah ketakutan saat berada di dalam ruangan yang tertutup. "Anna! kamu kenapa?" tanya Daren untuk m
Anna segera menarik tangannya, wajahnya tersipu malu dan memerah merona. Saat tak sengaja bersentuhan dengan bosnya. "Terima kasih tuan," ungkap Anna setelah meminum air mineral yang di berikan oleh atasannya, yang terlihat salah tingkah. Mendengar ucapan terima kasih dari Anna, entah kenapa membuat Daren merasa sangat senang. Karena baru pertama kalinya Anna mau berbicara padanya dengan perasaan yang tulus. "Hhm, tidak usah berterima kasih. Apa kamu benar-benar sudah pulih? karena kita sudah tidak punya banyak waktu lagi untuk segera menghadiri meeting penting dengan kolega-kolegaku?" Daren bertanya untuk memastikan kembali dengan perasaan yang sangat khawatir di dalam hatinya. Anna yang tidak ingin menjadi penyebab gagal proyek yang telah di nantikan oleh perusahaan, membuat ia mengangguk. "Iya tuan, aku sudah siap. Tapi Ku belum membawa semua barang-barang ku yang masih ada di kantor, jawab Anna merasa sedikit canggung. Tak ingin sampai terlambat, Daren memutuskan untuk membe
Baru saja Anna masuk ke dalam ruang ganti dan mulai membuka resleting dress yang tengah ia coba tadi, Daren yang baru saja ikut menyusul membuat kedua pelayan butik sangat terkejut. "Kalian! pergilah," perintah Daren dengan nada ketus dan sikap dinginnya. Kedua wanita berseragam hitam putih itu hanya mengangguk patuh tanpa berani lagi membantah. "Baiklah tuan, kami permisi."Anna yang baru saja membuka resleting dressnya di bagian punggung, tiba-tiba saja ia sedikit kaget dan terpaksa menegur kedua pelayan yang sedang berjaga di depan pintu. "Mbak! kenapa tiba-tiba saja masuk aku kan belum bilang kalau aku belum selesai," peringat Anna yang sedikit kesal, karena menyangka jika orang yang baru saja masuk ke dalam ruang ganti itu para pelayan tadi. Namun setelah ia memutar badan terlihat sosok pria tampan dan bertubuh kekar, membuat kedua bola mata Anna membuat sempurna. "AAkkkkh, tu-tuan Daren. Kenapa anda masuk ke sini?" tanya Anna yang terhenyak kaget seraya menutup kedua dada de