Share

Bab 9 Merasa Bersalah

Anna yang masih duduk termenung, rasanya ia ingin segera pergi menjenguk ibunya yang sudah sadar, tapi di lain sisi wanita cantik itu masih bingung mencari alasan tentang uang biaya operasi dan rumah sakitnya.

Daren yang baru selesai ganti baju dan baru keluar dari ruang pribadinya, membuat Anna terkejut.

"Sudah waktunya kita pergi menemui tuan Arson, kamu sudah siap Anna? jangan lupa kamu harus benar-benar mempresentasikannya," Daren tak bosan untuk terus mengingatkan.

Anna mengangguk patuh, lalu memberanikan diri untuk meminta ijin. Meskipun sebenarnya dia ragu.

"Tu-tuan sebelumnya saya ingin meminta ijin untuk pulang lebih awal, karena hari ini ibuku sudah siuman setelah melakukan operasi," ungkap Anna dengan permintaannya.

Daren terdiam, saat mendengar perkataan Anna yang terlihat sangat serius. Membuat hatinya merasa tidak tega. Tapi Daren sebagai pebisnis pantang merugi dan tetap ingin Anna bersikap profesional dalam pekerjaannya.

"Kau boleh pulang setelah menemani aku meeting dengan beberapa klien, kita pergi sekarang," tegas Daren. Yang tidak bisa di bantah.

"Baiklah tuan," Anna setuju, dan ia berharap meetingnya kali ini akan sebentar. Mengingat pulang jam kerja yang masih cukup lama.

Tanpa membuang waktu lagi, Anna segera meraih tas selempang dan beberapa dokumen penting. Lalu mereka keluar ruangan. Semua karyawan di sana yang tengah bekerja perlahan mereka menjeda aktivitasnya sejenak, saat melihat Anna yang berjalan di belakang bos mereka.

Semua karyawan wanita di sana terlihat sangat iri, mengingat Anna adalah karyawan baru. Tapi sudah mampu mendapatkan kepercayaan sebagai sekretaris bos mereka yang diam-diam mereka idamkan.

Anna yang berjalan di belakang Daren hanya bisa menundukkan dan berusaha cuek, saat melihat jelas beberapa pasang mata tajam dari pada rekan karyawati di sana yang terus menatap sinis padanya.

Tapi Anna berusaha untuk tetap tenang, dan bersikap tak acuh dan tak mau ambil pusing. Meskipun terkadang ia merasa tidak nyaman di sana. "Anna! ingat yang kamu butuhkan adalah uang untuk membahagiakan ibu," tegas Anna dalam hati.

Rudi yang sudah menunggu di parkiran, dengan cepatnya lelaki itu membukakan pintu mobil untuk sang tuan dan Anna.

"Silahkan tuan," ujar Rudi dengan penuh hormat.

Tanpa membuang waktu lagi Daren masuk dan duduk sembari menatap arloji mewah di pergelangan besar tangannya. Begitu juga Anna yang segera duduk di depan bersama Rudi.

Bagus saja Rudi menutup pintu dan segera menyusul masuk, dan segera menyalakan mesin mobil. Tiba-tiba saja Daren yang baru mengangkat wajah. Dia terkejut saat melihat Anna yang malah duduk di depan.

"Anna! siapa yang menyuruhmu duduk di sana?" tanya Daren dengan kedua mata melotot dengan nada tinggi.

Seketika Anna tersontak kaget, saat sang bos menggertak dirinya.

"Memangnya kenapa tuan? bukankah hanya duduk saja. Kenapa anda membentak saya seperti itu?" Anna melontar balik pertanyaan dengan penuh keheranan.

Daren sempat terdiam sejenak, dan sebenarnya dia juga tak tahu kenapa tiba-tiba saja bisa spontan begitu marah. Tapi yang membuatnya merasa tersinggung saat Anna malah memilih duduk bersama berdampingan dengan asistennya.

"Bukan masalah duduk, kamu itu kerja untukku kan? nanti bagaimana kamu menjelaskan beberapa materi meeting padaku. Jika kamu duduk di depan," jelas Daren beralasan.

Rud yang tidak ingin kena imbas kemarahan sang tuan, dengan cepatnya ia menyuruh Anna untuk segera pindah duduk ke belakang.

"Nona Anna, tuan benar. Jika anda duduk di sini nanti bagaimana nona mempelajari beberapa point kontrak kerja samanya jika nona tidak berdiskusi lebih dulu pada tuan," Kata Rudi yang ikut menjelaskan.

Anna menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan, tanpa banyak bertanya lagi ia segera membuka pintu dan kembali masuk ke jok belakang.

BRUK!

"Sekarang aku sudah pindah tuan, tuan tidak perlu marah lagi."

"Bagus! seharusnya dari tadi, tanpa perlu aku mengingatkanmu. Dan sekarang aku ingin mendengar penjelasan tentang yang sudah kamu pelajari dalam kerja sama ini, dan kamu Rudi cepat segera berangkat," perintah telak Daren.

"Baik, tuan," Rudi dengan patuh segera melajukan mobil ke arah sebuah restoran yang sudah di sepakati para klien-klien bosnya.

Begitu juga dengan Anna yang terpaksa harus menjelaskan beberapa hal yang sudah dia pelajari. Namun Daren yang sengaja ingin melihat kemampuan Anna yang begitu piawai dalam menjelaskan beberapa produk properti perusahaan dan segala point kontrak. Membuat Daren terkejut dan terpana. Saat melihat cara Anna berkomunikasi dengan nada khasnya yang lembut.

"Aku tidak menyangka, walaupun Anna baru bekerja tapi kemampuannya memang tidak bisa di remehkan. Dan selalu melakukan yang aku inginkan," batin Daren tanpa sadar kagum pada wanita yang duduk di sampingnya.

***

Rumah Sakit

Bu Ratih yang baru saja sadar setelah melewati masa kritisnya, wanita paruh baya itu pun terus memanggil-manggil nama putrinya.

"Anna, Anna .." panggilnya dengan nada rendah yang hampir tak terdengar.

Seorang suster yang sedang mengganti cairan labu infus, perlahan mendekati dan memberitahukan Bu Ratih. Agar tetap tenang dan tidak banyak bergerak.

"Ibu Ratih, ibu yang sabar ya. Saya sudah menghubungi putri ibu tadi mungkin dia masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan tadi juga nona Anna berpesan jika dia akan segera datang setelah pekerjaannya selesai, jadi ibu lebih baik beristirahat dulu, nanti jika putrinya sudah datang pasti saya kasih tahu. Jangan sampai ibu banyak bergerak dulu, karena baru saja ibu selesai operasi," bujuk sang Suster.

"Operasi? jadi ibu di operasi, bagaimana dengan biayanya suster? pasti biayanya sangat besar?" Bu Ratih mencecar beberapa pertanyaan pada suster yang saat ini merawat dirinya.

Wanita berseragam serba putih itu hanya memancarkan seulas senyuman, saat Bu Ratih terlihat sangat cemas dan panik.

"Ibu, lebih baik ibu sekarang jangan terlalu banyak berpikir. Karena semua biayanya sudah beres oleh putri anda. Jangan penting sekarang ibu istirahat lebih banyak, agar segera pulih seperti dulu lagi," Suster itu berusaha menenangkan lalu ia pamit untuk pergi mengontrol beberapa pasien lainnya.

Bu Ratih terdiam, saat mendengar semua kata-kata sang suster. Dengan tubuh yang masih terbaring lemas dengan beberapa alat medis yang masih menempel di tubuh. Membuat Bu Ratih tetap memikirkan dan cemas pada Anna.

"Dari mana kamu nak, bisa dapat uang banyak untuk membiayai semua ini," lirih Bu Ratih bertanya-tanya sembari meneteskan air mata. Mengingat Anna yang dia punya satu-satunya setelah kepergian sang suami.

Bu Ratih terlihat lebih sedih, mengingat Anna yang selalu berusaha keras untuk merawat dan membahagiakan dirinya. Membuat ia merasa semakin bersalah. Karena merasa sudah membebani putrinya.

"Maafkan ibu, Anna. Pasti kamu sangat repot nak," sesal Bu Ratih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status