Anna yang masih duduk termenung, rasanya ia ingin segera pergi menjenguk ibunya yang sudah sadar, tapi di lain sisi wanita cantik itu masih bingung mencari alasan tentang uang biaya operasi dan rumah sakitnya.
Daren yang baru selesai ganti baju dan baru keluar dari ruang pribadinya, membuat Anna terkejut."Sudah waktunya kita pergi menemui tuan Arson, kamu sudah siap Anna? jangan lupa kamu harus benar-benar mempresentasikannya," Daren tak bosan untuk terus mengingatkan.Anna mengangguk patuh, lalu memberanikan diri untuk meminta ijin. Meskipun sebenarnya dia ragu."Tu-tuan sebelumnya saya ingin meminta ijin untuk pulang lebih awal, karena hari ini ibuku sudah siuman setelah melakukan operasi," ungkap Anna dengan permintaannya.Daren terdiam, saat mendengar perkataan Anna yang terlihat sangat serius. Membuat hatinya merasa tidak tega. Tapi Daren sebagai pebisnis pantang merugi dan tetap ingin Anna bersikap profesional dalam pekerjaannya."Kau boleh pulang setelah menemani aku meeting dengan beberapa klien, kita pergi sekarang," tegas Daren. Yang tidak bisa di bantah."Baiklah tuan," Anna setuju, dan ia berharap meetingnya kali ini akan sebentar. Mengingat pulang jam kerja yang masih cukup lama.Tanpa membuang waktu lagi, Anna segera meraih tas selempang dan beberapa dokumen penting. Lalu mereka keluar ruangan. Semua karyawan di sana yang tengah bekerja perlahan mereka menjeda aktivitasnya sejenak, saat melihat Anna yang berjalan di belakang bos mereka.Semua karyawan wanita di sana terlihat sangat iri, mengingat Anna adalah karyawan baru. Tapi sudah mampu mendapatkan kepercayaan sebagai sekretaris bos mereka yang diam-diam mereka idamkan.Anna yang berjalan di belakang Daren hanya bisa menundukkan dan berusaha cuek, saat melihat jelas beberapa pasang mata tajam dari pada rekan karyawati di sana yang terus menatap sinis padanya.Tapi Anna berusaha untuk tetap tenang, dan bersikap tak acuh dan tak mau ambil pusing. Meskipun terkadang ia merasa tidak nyaman di sana. "Anna! ingat yang kamu butuhkan adalah uang untuk membahagiakan ibu," tegas Anna dalam hati.Rudi yang sudah menunggu di parkiran, dengan cepatnya lelaki itu membukakan pintu mobil untuk sang tuan dan Anna."Silahkan tuan," ujar Rudi dengan penuh hormat.Tanpa membuang waktu lagi Daren masuk dan duduk sembari menatap arloji mewah di pergelangan besar tangannya. Begitu juga Anna yang segera duduk di depan bersama Rudi.Bagus saja Rudi menutup pintu dan segera menyusul masuk, dan segera menyalakan mesin mobil. Tiba-tiba saja Daren yang baru mengangkat wajah. Dia terkejut saat melihat Anna yang malah duduk di depan."Anna! siapa yang menyuruhmu duduk di sana?" tanya Daren dengan kedua mata melotot dengan nada tinggi.Seketika Anna tersontak kaget, saat sang bos menggertak dirinya."Memangnya kenapa tuan? bukankah hanya duduk saja. Kenapa anda membentak saya seperti itu?" Anna melontar balik pertanyaan dengan penuh keheranan.Daren sempat terdiam sejenak, dan sebenarnya dia juga tak tahu kenapa tiba-tiba saja bisa spontan begitu marah. Tapi yang membuatnya merasa tersinggung saat Anna malah memilih duduk bersama berdampingan dengan asistennya."Bukan masalah duduk, kamu itu kerja untukku kan? nanti bagaimana kamu menjelaskan beberapa materi meeting padaku. Jika kamu duduk di depan," jelas Daren beralasan.Rud yang tidak ingin kena imbas kemarahan sang tuan, dengan cepatnya ia menyuruh Anna untuk segera pindah duduk ke belakang."Nona Anna, tuan benar. Jika anda duduk di sini nanti bagaimana nona mempelajari beberapa point kontrak kerja samanya jika nona tidak berdiskusi lebih dulu pada tuan," Kata Rudi yang ikut menjelaskan.Anna menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan, tanpa banyak bertanya lagi ia segera membuka pintu dan kembali masuk ke jok belakang.BRUK!"Sekarang aku sudah pindah tuan, tuan tidak perlu marah lagi.""Bagus! seharusnya dari tadi, tanpa perlu aku mengingatkanmu. Dan sekarang aku ingin mendengar penjelasan tentang yang sudah kamu pelajari dalam kerja sama ini, dan kamu Rudi cepat segera berangkat," perintah telak Daren."Baik, tuan," Rudi dengan patuh segera melajukan mobil ke arah sebuah restoran yang sudah di sepakati para klien-klien bosnya.Begitu juga dengan Anna yang terpaksa harus menjelaskan beberapa hal yang sudah dia pelajari. Namun Daren yang sengaja ingin melihat kemampuan Anna yang begitu piawai dalam menjelaskan beberapa produk properti perusahaan dan segala point kontrak. Membuat Daren terkejut dan terpana. Saat melihat cara Anna berkomunikasi dengan nada khasnya yang lembut."Aku tidak menyangka, walaupun Anna baru bekerja tapi kemampuannya memang tidak bisa di remehkan. Dan selalu melakukan yang aku inginkan," batin Daren tanpa sadar kagum pada wanita yang duduk di sampingnya.***Rumah SakitBu Ratih yang baru saja sadar setelah melewati masa kritisnya, wanita paruh baya itu pun terus memanggil-manggil nama putrinya."Anna, Anna .." panggilnya dengan nada rendah yang hampir tak terdengar.Seorang suster yang sedang mengganti cairan labu infus, perlahan mendekati dan memberitahukan Bu Ratih. Agar tetap tenang dan tidak banyak bergerak."Ibu Ratih, ibu yang sabar ya. Saya sudah menghubungi putri ibu tadi mungkin dia masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan tadi juga nona Anna berpesan jika dia akan segera datang setelah pekerjaannya selesai, jadi ibu lebih baik beristirahat dulu, nanti jika putrinya sudah datang pasti saya kasih tahu. Jangan sampai ibu banyak bergerak dulu, karena baru saja ibu selesai operasi," bujuk sang Suster."Operasi? jadi ibu di operasi, bagaimana dengan biayanya suster? pasti biayanya sangat besar?" Bu Ratih mencecar beberapa pertanyaan pada suster yang saat ini merawat dirinya.Wanita berseragam serba putih itu hanya memancarkan seulas senyuman, saat Bu Ratih terlihat sangat cemas dan panik."Ibu, lebih baik ibu sekarang jangan terlalu banyak berpikir. Karena semua biayanya sudah beres oleh putri anda. Jangan penting sekarang ibu istirahat lebih banyak, agar segera pulih seperti dulu lagi," Suster itu berusaha menenangkan lalu ia pamit untuk pergi mengontrol beberapa pasien lainnya.Bu Ratih terdiam, saat mendengar semua kata-kata sang suster. Dengan tubuh yang masih terbaring lemas dengan beberapa alat medis yang masih menempel di tubuh. Membuat Bu Ratih tetap memikirkan dan cemas pada Anna."Dari mana kamu nak, bisa dapat uang banyak untuk membiayai semua ini," lirih Bu Ratih bertanya-tanya sembari meneteskan air mata. Mengingat Anna yang dia punya satu-satunya setelah kepergian sang suami.Bu Ratih terlihat lebih sedih, mengingat Anna yang selalu berusaha keras untuk merawat dan membahagiakan dirinya. Membuat ia merasa semakin bersalah. Karena merasa sudah membebani putrinya."Maafkan ibu, Anna. Pasti kamu sangat repot nak," sesal Bu Ratih.Disepanjang perjalanan menuju resto yang sudah di sepakati, sesuai permintaan bosnya. Anna menjelaskan beberapa materi di depan Daren, sebelum pada para klien. Dengan penuh keseriusan Anna terlihat begitu memahami beberapa point yang sudah ia tuliskan dalam sebuah materi proyek, Daren yang terkesima hanya menatap kagum. "Bagaimana, apa semua yang aku jelaskan sudah sesuai yang tuan tentukan?" tanya Anna seraya membereskan semua semua file yang ada di tangannya. Daren seketika kembali fokus, dan kembali duduk tegap. Lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Anna, dengan mode wajah seriusnya. "Hm, lumayan. Cara penyampaimu sangat mudah untuk di pahami tapi..." Daren menjeda perkataannya sejenak. . Kening Anna berkerut dan merasa heran, entah apa lagi yang masih kurang padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan cara kinerjanya. "Memangnya tapi kenapa tuan?" tanya Anna penasaran. Berharap jika pria yang ada di depannya tidak membuat dirinya kesal lagi. Tanpa ragu Dar
Beberapa jam kemudian, semua para klien Daren bertepuk tangan, setelah Anna menjelaskan semua proposal properti, dari bahan mentah yang terjamin beserta beberapa ketentuan sesuai kontrak yang telah di tetapkan oleh bosnya. Prok...Prok...Suara tepuk tangan menggema di sebuah ruangan VIP resto ruangan resto terbesar di kota itu. Para pria berdasi itu menatap kagum dengan cara penyampaian Anna yang sungguh menakjubkan dan berhasil mengambil keyakinan mereka untuk menjadi mitra dengan inves yang lebih besar. "Wah, nona Anna selain cantik ternyata cukup cerdas juga tuan Daren anda sangat beruntung bisa memiliki sekertaris cantik dan kompeten," sanjung para rekan Daren. Anna hanya membungkukan badan seraya memancarkan senyum manisnya, saat para pengusaha itu memuji dirinya. "Hmm, iya begitulah. Lumayan," balas Daren, jauh dari lubuk hati dirinya juga tak bisa memungkiri jika Anna memanglah sekertaris yang sejalan dengan dirinya, bahkan bisa di andalkan. Tapi pria tampan yang memiliki si
"Tuan, bukankah aku tadi sudah bilang jika aku hanya ingin ke toilet. Dan mengenai tuan tedy tadi hanya tidak sengaja berpapasan lalu dia bertanya, hanya itu saja," Anna berusaha membela diri. Namun Daren seolah tidak peduli dengan penjelasan yang di katakan oleh Anna. Malah lelaki tampan itu meraih dan mencengkram erat pergelangan tangan sekertarisnya itu dan membawanya ke arah parkiran lalu menyuruh masuk ke dalam mobil dengan sedikit kasar. "Cepat masuk!" Titah Daren dengan nada tinggi dan penuh penekanan. "Tapi tuan, kita kan sedang meeting bersa..." belum tuntas Anna mengatakan kata-katanya. Daren lebih dulu memberitahukan jika meetingnya dan tuan Arson sudah selesai. Hal itu pun membuat Anna sedikit heran, karena bisa-bisanya Daren pergi begitu saja. Ketika Anna di rundung kebingungannya Rudi yang baru keluar dari resto tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Tuan, ini kontrak kerja samanya sudah di tanda tangani oleh tuan Arson," ujar Rudi sembari menyodorkan sebuah map cok
Tepat jam empat sore, akhirnya Anna sampai di ruangan rawat sang ibu yang sangat dia sayangi. Bu Ratih yang masih terbaring lemah di atas brankar. Perlahan mulai membuka kedua pelupuk matanya saat mendengar suara pintu terbuka. Melihat putri kesayangan yang sudah ia cari-cari dari tadi. Membuat keduanya menangis haru. Apa lagi Anna yang begitu bahagia saat melihat orang yang dia sayangi akhirnya bisa melewati masa kritisnya. "Anna!" panggil Bu Ratih dengan nada rendah yang hampir tak terdengar. "Ibu," Anna berjalan menghampiri, lalu memeluk ibunya dengan sangat erat dan pelan. keduanya mengeluarkan air mata bahagia dan haru. Meskipun Anna harus merendahkan diri mendapatkan uang itu dari bosnya, tapi sejenak rasa sakit itu terobati saat melihat ibunya yang perlahan keadaannya mulai membaik. "Putri ibu, kenapa kamu jadi kurusan nak? pasti ini semua karena ibu yang telah banyak merepotkanmu?" lirih Bu Ratih mencecar beberapa pertanyaan pada putri semata wayangnya itu. Anna menggele
Daren terkejut, saat dia melihat video cctv di lobi hotel, di mana Anna berusaha keras memapah dirinya dengan sekuat tenaga, dan terlihat sesekali berusaha menelpon seseorang. Tapi terlihat tidak bisa. "Apa benar semua ini tidak ada hubungan dengan dia? jika bukan apa aku telah salah paham padanya?" Daren bertanya-tanya dalam hati sembari merenung. Tak ingin menebak-nebak, Daren tetap pada pendiriannya sebelum Rudi menemukan orangnya, ia harus tetap waspada walaupun pada seorang wanita. "Sebaiknya aku tidak boleh menyimpulkan sendiri, sebelum orangnya di temukan." Daren menghela nafas kasar, tapi mengingat ada noda darah di atas sprei, membuat dia baru sadar bahwa mungkin Anna baru melakukan hal itu pertama kali dengan dia, pikirnya. Tak ingin merasa bersalah, dengan cepat Daren melonggarkan dasi dan melepaskan jasnya lalu melempar ke sembarang arah. Baru saja lelaki tampan itu berjalan ke arah kamar mandi, tiba-tiba saja terdengar beberapa pesan yang masuk ke dalam pesannya. Meli
Dua hari kemudian, Daren yang sudah berpenampilan rapih dengan stelan kantor. Dengan langkah, lebar pria tampan itu mulai menuruni tangga dan berjalan ke meja makan dengan berat hati. Saat ayah dan ibunya sudah duduk menunggu, mereka yang sengaja ingin makan bersama dengan moment langka berharap apa yang akan di sampaikan membuat Daren patuh. "Daren! semalam tadi kamu sudah pergi kemana saja? pulang-pulang mabuk lagi, memangnya apa yang sedang kamu pikirkan sampai meminum segala?" Cecar nyonya Hilda menatap penuh selidik pada putranya, dengan perasaan yang berusaha menahan kemarahan. Daren yang baru saja duduk, lagi-lagi dia sambut dengan beberapa pertanyaan yang begitu sulit dan malas untuk dia jawab. Tapi sebagai seorang anak, dia harus tetap menjaga attitude-nya. "Hanya pergi mencari angin saja," jawab Daren singkat yang perlahan mulai mencicipi sarapan pagi yang sudah di siapkan oleh para pelayan di rumah mewahnya. Nyonya Hilda dan tuan Pratama saling menatap, saat melihat si
"Mau dia atau bukan, kenapa aku harus peduli," Anna menggelengkan kepala, lalu melanjutkan langkahnya untuk mengurus administrasi sebelum membawa ibunya pulang. Daren yang di ikuti oleh Rudi kedatangan mereka di sambut hangat oleh kepala rumah sakit dengan penuh hormat dan beberapa tenaga medis lainnya. "Tuan Daren, senang sekali akhirnya anda sudah sampai," sapa pria paruh baya sembari membungkukan badan. Daren hanya berdehem, tak berselang lama mereka berjalan menuju ke ruang tamu yang berada di lantai dua. Namun Rudi yang tak sengaja melihat Anna yang sedang berdiri di ruangan resepsionis. Membuat dia segera memberitahukan sang bos. "Tuan, ternyata nona Anna ada di sini juga," ucap Rudi dengan nada rendah.Langkah Daren terhenti sejenak, lalu ia menoleh dan kebetulan benar melihat Anna yang sedang berbicara serius dengan kedua suster seraya menandatangani beberapa berkas. "Anna!"Melihat Daren yang tiba-tiba saja berhenti, membuat kepala rumah sakit itu sedikit terheran. Dan m
"Tuan, apa yang ingin anda lakukan? jangan pernah macam-macam lagi padaku kalau tidak aku akan berteriak biar semua orang datang," peringat Anna yang terlihat begitu panik saat atasannya tengah mengurung tubuh mungilnya dengan kedua lengan kekar itu. "Apa kamu bilang Anna? mau berteriak. Kalau kau bisa berteriak lah. Aku ingin tahu apakah ada yang bisa menolongmu sekaligus aku bermacam-macam padamu. Yang ada mungkin nanti malah kamu sendiri yang akan di permalukan," bisik Daren memancarkan senyum devil. Anna terdiam, ia sesekali menelan saliva saat perasaannya semakin gelisah, bahkan nafasnya sampai tak karuan. "Kenapa dia seolah tidak takut, jangan-jangan rumah sakit ini punya hubungan yang erat dengannya?" Anna bertanya-tanya dalam hati. Melihat Anna yang begitu patuh, Daren hanya menyeringai malah dia kembali menantang. Jika dia tidak takut saat mengingat perkataan Anna yang tadi. "Kenapa diam? bukankah tadi kamu mau berteriak. Ayo teriak kalau berani," Cibir Daren seraya menden