Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Rasa sakit begitu menyesakkan dada masih Debora rasakan. Caci maki sang mantan suami masih terdengar nyaring di telinga.Debora menatap pantulan dirinya dari kaca di hadapannya. Begitu cantik dan menawan. Berbeda jauh dengan lima tahun lalu.Dirinya seolah melihat wanita lain yang berdiri di hadapannya."Debora, mengapa kau berbeda saat ini? Harusnya kau bisa berubah dari dulu dan membungkam mulut mereka," gumam Debora.Terdengar ketukan pintu dari luar. Suara lembut memangil namanya."Baik, aku akan segera keluar. Sebentar lagi selesai," teriak Debora.Dia segera merapikan rambut gelombangnya yang terurai dan meraih tas di atas meja.Debora keluar dan menuruni tangga. Dia melangkah menuju ruang makan, tepat dimana semua anggota keluarga berkumpul.Di sana sudah ada hidangan makan malam yang menantinya, lengkap dengan beberapa orang yang duduk di kursi.Seluruh pasang mata menatap Debora dengan tatapan kagum. Mereka sangat beruntung memiliki seorang menantu berhati malaikat sepertinya
Daniel memperhatikan penampilan seseorang wanita yang bernama Debora ini. Setiap inci tubuhnya tak luput dari pandangan Daniel.Bila di lihat dengan jelas, dia memang orang yang sama. Namun ini semua tidak mungkin. Bagaimana ini bisa terjadi?"Apakah istriku begitu memukau?" tanya Alexander sambil melempar senyum sinis."Maaf, Tuan, Sa-ya hanya pernah melihat istri Anda." jawab Daniel sambil terus melihat Debora.Mendengar ucapan Suaminya. Elena juga menatap seorang istri presidir muda ini. Dan ternyata benar adanya, dia adalah Debora. Seorang wanita yang telah lama dia buang dari kehidupan suaminya.Lalu kenapa dia bisa sampai di sini? Terlebih dia dapat di pungut menjadi istri presidir kaya raya. Ini tidak mungkin, kenapa nasib sangat baik kepadanya.Terakhir dia lihat hanyalah seorang wanita kumuh yang berusaha memperbaiki rumah tangganya yang telah hancur."Lama tidak bertemu, sepertinya alam sangat baik kepadamu," celetuk Elena menatap sinis Debora.Debora tersenyum kecut. Sepert
Debora mulai membuka matanya. Dia melihat siluet seorang pria yang sedang berdiri membelakanginya. Debora mengucek matanya dan melihat ke seluruh ruangan. Sepertinya ini adalah hotel berkelas di lihat dari semua furniturnya yang mahal.Perlahan Debora bangun dan bersandar di ranjang. Dan bersamaan siluet itu ajuga berbalik menghadapnya.Pria itu melangkah mendekat dan duduk di depan Debora dengan wajah masam. Rahang tegasnya mengeras seolah menahan amarah yang membara.Debora meneguk ludah. Dia tau apa yang akan terjadi. Bila memang rencananya harus berantakan saat ini juga, dia akan pasrah. Toh pasti akan ada jalan lain.Dirinya tidak mau mati gila di tangan keempat pria gila tadi malam. Termasuk yang duduk di hadapannya saat ini, Alexander."Ternyata kau tidak bisa di andalkan," ucap Alexander menjambak rambut Debora.Rasa sakit yang dia rasakan tidak sebanding dengan kejadian beberapa tahun silam. Tepatnya lima tahun sebelumnya.Jambakan, tamparan, dan siksaan sudah menjadi makana
Seorang pria duduk di sebuah kursi besarnya. Di hadapannya berdiri empat orang bertubuh besar atletis. Mereka sedang menunggu perintah sang majikan.Tak lama kemudian empat orang datang. Mereka membawa sebuah kotak dengan ukuran besar dan kelihatannya cukup berat.Alexander tetap duduk tenang. Mata elangnya terus mengawasi setiap pergerakan orang yang sedang mengawalnya. Lebih tepatnya mengepung dirinya.Bahkan tidak ada satupun anak buah di sini. Rekan bisnisnya memilih untuk menahan mereka di depan pintu dan menunggu semua urusan selesai."Apa barang ini asli?" tanya seorang dengan kalung salip yang menggantung di lehernya.Alexander tersenyum kecut. Dia tidak pernah menipu setiap pelanggannya. Mengapa mereka ragu akan barangnya?"Kau bisa mencobanya," jawab Alexander acuh.Empat orang itu membuka kotak kayu yang tertutup rapat. Terlihat beberapa senapan keluaran terbaru dan masih jarang orang memilikinya.Ini termasuk barang ilegal. Namun siapa yang dapat menghentikan Alexander? Di
Perlahan Alex membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat. Rasa nyeri juga dia rasakan pada bagian tubuh yang terkena peluru.Debora nasib menyiapkan obat yang baru saja di beri dokter. Untung saja dia tidak jadi pergi. Dia tidak menyangka homo itu akan kembali dengan keadaan terluka parah.Wanita itu merasa Suaminya bukan orang sembarangan. Melihat beberapa orang yang mengantarnya tadi. Orang-orang itu bertubuh besar dan kekar. Dan yang paling menyita perhatian adalah tato kalajengking pada leher mereka.Telinganya mendengar suara rintih kesakitan. Debora segera melempar pandangan dan berlari kecil menuju ranjang. Alex sudah membuka matanya. Dia mencoba bangun dari tidurnya."Stop! Jangan bergerak. Lukamu masih basah. Kau perlu apa? Aku ambilkan," ucap Debora menahan pergerakan Alex.Alex tidak peduli dengan semua omelan Debora, dia beranjak dari kasur dan hendak melangkah pergi.Meskipun dia adalah suami palsunya, tetap saja dia harus menjaganya. Dia tidak bisa membayangkan bagai