“Sial!” Kelly mengumpat dalam hati.
Wanita cantik itu berdiri di depan cermin. Ia meraba bibir bawahnya yang sedikit bengkak akibat lumatan Brandon barusan.
Sementara setelah melontarkan kata cibiran, lelaki itu melenggang pergi dengan santainya. Brengsek!
Ini bukan ciuman pertama Kelly. Tetapi, ia kesal diperlakukan kasar. Bertambah satu alasan Kelly untuk membalas dendam pada Brandon sekarang.
“Aku harus segera menyelesaikan misi keluarga kaya ini.” Kelly mendengus pelan sambil berdandan. “Setelah Brandon mendapatkan uang perwaliannya, ia pasti akan setuju untuk langsung bercerai.”
Kemudian, setelah memastikan riasannya cukup memukau, meski tipis... Ia segera keluar dari kamar.
Ternyata, Brandon menunggu di depan pintu. Lelaki itu segera menyamai langkah dan menggenggam tangan Kelly.
Tentu saja Kelly berontak, namun Brandon lebih kuat menahannya. “Pengacara harus melihat kita sebagai pasangan suami-istri sungguhan. Romantis dan saling mencintai.” Brandon berkata, seolah memberi alasan mengapa mereka harus bergandengan tangan.
“Aku bukan wanita yang pandai berpura-pura.” Kelly menyahut datar, menahan dengusannya.
Brandon mendekatkan bibirnya ke telinga sang istri, “Ingat penjara! Jika ini gagal, kami bisa menjebloskanmu ke dalam tahanan.”
Sontak, Kelly menatap Brandon. Kekesalannya semakin menumpuk.
Sumpah! Wajah tampan dan aroma tubuh maskulin dari lelaki itu jadi tidak berharga sama sekali di mata Kelly saat ini.
Memasuki satu ruangan yang luas bernuansa modern, keluarga Brandon telah lengkap berkumpul. Tentu saja masih tanpa kehadiran kedua orang tua lelaki itu.
Kelly bertambah penasaran dengan sosok Mommy dan Daddy-nya Brandon, yang bahkan tidak terlihat fotonya di mansion ini.
“Maaf, kami terlambat.” Brandon menyapa semua orang di ruangan. “Kelly sulit dibangunkan. Mohon dimaklumi.”
Kini semua orang memandang Kelly dengan senyum penuh arti. Rasa panas menjalar dari wajah hingga telinga. Tentu saja Kelly malu mendengar alasan yang dibuat-buat Brandon.
“Maaf.” Kelly akhirnya hanya menunduk santun.
“Tak apa. Tentu kami maklum. Pengantin baru memang seringkali terlambat bangun.” Grandpa Albert menyahut dengan diiringi kekehan kecil.
Awalnya, pertemuan itu terasa kaku dan formal. Granny Eliza yang lebih banyak bicara dan kemudian mencairkan suasana.
Meski begitu, Kelly tetap merasakan aura kepura-puraan di wajah keluarga Richmont.
“Salam kenal, Kelly. Saya Camilia. Selamat atas pernikahanmu dengan Brandon.”
Pengacara wanita yang mereka hadapi adalah seorang wanita dengan penampilan aristokrat. Terlihat cerdas, elegan dan bermata tajam. Ia selalu menatap mata lawan bicaranya dalam-dalam.
“Terima kasih, Nyonya Camilia. Salam kenal.” Kelly membalas tidak kalah ramah.
Selama mengobrol, tangan Brandon tetap menggengam tangan Kelly. Bahkan saat Kelly risih karena tangannya mulai berkeringat, Brandon tidak juga melepaskannya.
Lelaki itu tiba-tiba berubah sangat manis. Sesekali, Brandon mengecup pipi Kelly. Terutama saat mereka sedang bercerita tentang bagaimana Brandon melamar Kelly di sebuah pulau pribadi milik keluarga.
Seluruh keluarga mengangguk membenarkan cerita karangan tersebut, hingga membuat Kelly larut dalam sandiwara. Mereka mengobrol santai seperti memang telah terjalin hubungan dekat selama berbulan-bulan.
Hingga akhirnya, canda dan tawa mereka terhenti saat Camilia mengajukan satu pertanyaan pada Kelly.
“Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Kelly?”
Kelly tertegun sejenak. Napasnya serasa terhenti beberapa detik.
Lalu, dengan cepat menguasai diri dengan tersenyum manis. “Anda adalah pengacara terkenal yang tentunya telah bertemu dengan banyak orang. Mungkin saya hanya kebetulan saja mirip dengan seseorang. Tetapi, saya yakin, baru kali ini saya bertemu Anda.”
Mendengar jawaban santun Kelly, Camilia mengangguk kecil.
Mereka kembali berbincang santai. Kelly sangat kagum bagaimana Brandon dengan lihainya berbohong, tentang hubungan mereka.
Dan sepertinya Camilia percaya dan mengakhiri pertemuan singkat tersebut. “Dana perwalian bisa kamu terima setelah enam bulan pernikahan,” ujar Camilia sembari menjabar tangan Brandon.
Sepintas, Kelly melihat kekecewaan di wajah Brandon yang langsung melenggang pergi tanpa memperdulikan Kelly usai Camilia undur diri.
Kelly terdiam. Ia memikirkan inti percakapan di akhir pertemuan tadi.
Enam bulan? Itu artinya, pernikahan ini harus bertahan paling tidak enam bulan. Apa ia akan tahan?
“Kelly.”
Pikiran Kelly langsung terputus kala mendengar namanya dipanggil. Ia langsung menoleh pada Granny Eliza dan menghampirinya. “Iya, Nyonya?”
“Granny.” Eliza langsung meralat panggilan dari Kelly. “Biasakan memanggilku dengan sebutan Granny.”
“Baik, Granny.” Kelly menurut seraya mengembuskan napas perlahan.
“Kamu dengar apa kata pengacara tadi, ‘kan?" Kelly mengangguk, membuat Eliza melanjutkan kalimatnya. "Granny harap kalian bisa menjalankan pernikahan dengan baik hingga dana perwalian tersebut didapat Brandon.”
Ia lalu tersenyum sedikit pada Granny dan mengangguk pelan, meski hatinya berbicara sendiri, ‘Katakan itu pada Brandon.’
“Brandon bilang kamu tetap ingin bekerja?”
“Iya, Granny.”
Eliza mengangguk. "Tidak apa-apa. Asalkan kalian bisa menjaga status pernikahan kalian aman, Granny tidak akan melarang."
Setelahnya, Eliza sibuk berbincang-bincang pada cucunya yang lain. Kelly menjadi pendengar lagi kali ini.
Dari pembicaraan keluarga, Kelly tau hanya Kak Deena yang cukup dekat dengan Brandon. Sementara kakak-kakak yang lain tampaknya menyerah saat Granny meminta mereka membantu Brandon.
Kelly jadi penasaran, bantuan apa yang dibutuhkan lelaki dingin itu?
Apa lelaki itu telah membuat masalah besar dan mengharuskan ia mendapatkan perlindungan penuh dari keluarganya?
Namun, tidak lama, segala tanya di benaknya terjawab. Eliza, juga semua kakak-kakak Brandon menatap penuh harap padanya.
"Dia sudah menikah, Granny. Kenapa tidak meminta bantuan pada Kelly saja untuk menjaga adik besar itu?"
Ditatap sedemikian rupa, Kelly menjadi gelisah. Namun, ia dengan sabar menunggu hingga Eliza membuka mulut, usai mendapatkan anggukan persetujuan dari cucu lainnya.
“Sebagai istri Brandon, tolong jaga dia dari seorang wanita bernama Gracia." Eliza berujar dalam, seolah-olah membicarakan hal menakutkan, "Aku mendapat kabar, wanita yang telah menghilang selama bertahun-tahun itu telah mendarat di bandara negara ini tadi pagi.”
Kedua alis Kelly terangkat sedikit mendengar permintaaan tersebut. “Boleh aku tau siapa Gracia?”
Mendengar pertanyaan Kelly, keluarga Richmont tidak langsung menjawab.
Mereka tampak mengembuskan napas panjang dan menggeleng pelan. Kak Deena lah yang kemudian menjawab pertanyaan Kelly. “Gracia adalah...."
Arsen, Reno dan Mimi saat ini telah berusia tiga tahun. Orang-orang yang belum mengenal mereka selalu berpikir bahwa hanya Arsen dan Reno yang merupakan anak kembar, sementara Mimi adalah adik bungsu mereka. Perbedaan ketiganya memang semakin terlihat.“Aku mau punya anak perempuan lagi.” Kelly berkata sambil menatap Mimi yang sedang duduk di pangkuan Brandon sambil menggambar.“Aku tidak mau. Mimi saja sudah cukup.” Dengan keras kepala, Brandon menggeleng.Masalah ini belum selesai sampai bertahun-tahun. Kelly masih menginginkan memiliki anak lagi sementara Brandon yang merasa tak tega istrinya hamil dan melahirkan menolak mentah-mentah kemauan Kelly.“Aku akan bilang Mommy Florence untuk mencuri benihmu dan memasukkan ke rahimku.” Kelly berkata ketus.“Aku akan minta Mommy Keyna diam-diam memberimu suntikan KB.” Brandon menyahut tak kalah sengit.Mereka terdiam saat Mimi tiba-tiba menatap orang tuanya bergantian.“Mimi mau bilang grandpa, mommy dan daddy berantem lagi.” Mulut mungil
Kelly dan Brandon menoleh cepat. Frederix, Sacha, Louis serta pasangan mereka berkumpul tak jauh dari tempat Kelly dan Brandon berdiri.Spontan, Kelly langsung terisak. Wanita itu berlari masuk ke dalam dekapan kakak sulungnya, Frederix. Selama beberapa saat Frederix, Sacha dan Louis juga memeluk adik bungsu mereka.Brandon membuang pandangan. Keluarga Dalton selalu saja membuatnya terharu dengan kebersamaan dan kasih sayang mereka.“Maafkan aku, ya, Kak. Mommy dan Daddy jadi pergi.” Kelly sesunggukan di dada Frederix.“Hehe. Kami pernah meninggalkan daddy sendirian. Sekarang, kami jadi tau bagimana rasanya ditinggalkan.”“Tapi, kami rela. Mommy dan daddy sudah cukup menemani kami hingga memiliki anak-anak yang mulai besar.”“Sekarang, waktunya mommy dan daddy menemani keluargamu berkembang dan bertumbuh.”Mendengar pernyataan Frederix, Sacha dan Louis, Kelly menghentikan tangisnya. Meskipun Brandon bilang, keluarga Dalton dapat kapan saja berkunjung, tetap saja Kelly tau, jadwal kaka
Kelly menatap suaminya yang terdiam memandang foto tersebut. Ia jadi ikut mengamatinya. Foto kebersamaan Kelly dan Marc remaja.Di foto, Kelly terlihat kalem, sementara Marc bergaya tengil dan menggoda Kelly.“Apa kamu seperti melihat masa depan Mimi dan Reno?” tebak Kelly.Cepat, Brandon menggeleng. “Jangan! Kamu tau aku tidak suka melihatmu ribut dengan Marc.”Senyum terukir di wajah Kelly. Ia akan memastikan putra-putrinya saling menyayangi. Meski ia tau Marc juga menyayanginya dengan versi lelaki itu sendiri.Selama berada di mansion William, Kelly mengenalkan anak-anaknya dengan lingkungan sekitar. Setiap hari mereka bermain di taman, berenang atau ke aviary. Reno terlihat yang paling menikmati kegiatan outdoor.“Mimi kepanasan, Babe. Bawa masuk saja.” Brandon tak tega melihat wajah Mimi yang putih jadi kemerahan.Hingga Arsen dan Mimi masuk bersama suster mereka, Reno masih asyik bermain bubble di taman. Brandon menemani putranya sementara Kelly menyusui Arsen dan Mimi.“Sudah m
Tentu saja Kelly tidak menolak tawaran Brandon. Apalagi, ia tidak enak jika mengandalkan Mommy Florence dan Daddy Donald mengingat Kak Dheena sebentar lagi akan melahirkan.“Beneran Uncle Rich juga mau hadir di wisudaku?” Marc memandang Brandon tak percaya.“Nggak boleh?” Brandon balas bertanya.Marc mengangguk tegas. “Boleh! Boleh banget!”Universitas tempat Marc belajar akan geger jika mereka tau seorang triyulner akan hadir untuk mendukungnya. Lelaki muda itu berteriak kesenangan dan memberitahu seluruh keluarga.“Lho, apa benar yang diucapkan Marc? Kalian mau ke negara Kelly?” Mommy Florence tergopoh datang menghampiri.Kelly jadi merasa tak enak hati karena merencanakan ini secara mendadak. Ia langsung berdiri dan merangkul mommy mertuanya.“Nggak papa kan, Mom? Nanti sebelum Kak Dheena melahirkan aku pulang.” Kelly berjanji.“Waahh... kami akan sangat kangen pada Arsen, Reno dan Mimi.” Daddy Donald jadi ikut melow.“Cuma satu minggu, Mom, Dad.” Brandon menimpali. “Semoga Kak Dhe
Brandon terduduk dan merebut benda pipih itu dari tangan Kelly. Matanya menatap tanpa berkedip pada permukaan benda. Lalu, menatap sang istri yang juga sedang memandangnya.“Garis satu? Kamu tidak hamil?”“Nggak.” Kelly menggeleng.“Huuffftt.” Brandon kembali merebahkan diri ke ranjang sambil mengembuskan napas panjang penuh kelegaan.Kelly terkekeh dan memangku wajah dengan tangannya. “Seneng banget kelihatannya aku nggak hamil lagi.”Tubuh Brandon menyamping menghadap sang istri. Tangannya mengusap sayang wajah Kelly.“Bukan begitu. Aku akan senang kamu hamil lagi. Masalahnya, si kembar tiga masih bayi. Kondisi kamu pasca melahirkan juga belum stabil.”“Aku sudah baik-baik saja, kok. Cuma pura-pura nggak stabil.” Kelly tergelak.“Jahat!”“Hahahaha!” Kelly kembali tergelak dan sibuk menghindari tangan Brandon yang mengelitiki pinggangnya. “Sudah, Brad! Ampun!”Brandon memang berhenti. Ia menindih tubuh Kelly dan menatap wajah cantik di bawahnya. Tiba-tiba, dahi Brandon berkerut.“Kena
“Ini ruangan untukmu.” Kelly tersenyum pada sang suami. Tangannya menghapus cepat air mata yang jatuh ke pipi.Kelly merapatkan tubuh pada Brandon yang berdiri kaku di tengah ruangan. Sadar, suaminya masih tercengang mendapati kejutan darinya, Kelly menangkup wajah tampan Brandon.“Terima kasih untuk kesabaranmu selama ini. Aku tau kamu masih berjuang untuk berada di antara keramaian keluargaku. Di mansion ini, bahkan kamar kita bukan lagi tempat privatemu.”Setelah melahirkan dan kembali ke mansion, Kelly menyadari bahwa mansion Brandon tidak pernah sepi. Keluarganya selalu datang berbondong-bondong, bahkan menginap.“Aku tidak keberatan, Babe.” Brandon berkata pelan.“Aku tau.” Kelly menatap mata Brandon dalam-dalam. “Tapi, aku mau menjadi istri pengertian yang paham kalau sesekali, suaminya butuh kesunyian.”Brandon mengangkat kedua alisnya sedikit. Ia kembali mengamati sekitar. Berusaha mencerna bagaimana ruangan ini bisa ada.“Aku belajar dari ahlinya.” Kelly berkata seolah menja
Brandon tidak langsung menjawab. Ia tau pasti ada seseorang yang memposting keberadaannya di supermarket barusan.“Belanja.” Brandon menjawab singkat.“Kamu tau? Aku sedang sibuk memblokir berita tentang si kembar tiga. Sekarang aku harus menghapus lagi foto-fotomu di supermarket.” Ian terdengar mengeluh.“Ya sudah. Tidak perlu dihapus. Biarkan saja.”Hening sejenak. Brandon tau sahabatnya pasti sedang mengerutkan kening karena bingung dengan pernyataannya barusan.“Yakin?”“Apa ada yang aneh dengan foto-foto itu?”“Tidak juga.”“Foto-foto si kembar?”“Buram. Tapi terlihat wajah.”“Tidak perlu juga kamu take down. Minggu depan, Granny Eliza juga akan mengumumkan kelahiran kembar tiga ke media kok.”Brandon menutup komunikasi setelah Ian mengerti. Ia merasa sudah tidak penting lagi mengurusi media sosial. Sudah saatnya ia pasrah jika oang-orang penasaran pada keluarganya.“Kenapa, Brad? Kelly bertanya saat naik ke ranjang.“Ian lapor ada yang posting foto-foto kita barusan juga foto-fo
"Kenapa kamu ngadu-ngadu pada Daddy kalau aku sering kesal padamu?" Kelly memberengut pada Brandon."Aku hanya minta nasehat, Babe." Brandon menjawab lemah. Ada sedikit rasa penyesalan sekarang. "Please, jangan marah. Maafkan aku."Kelly menghela napas panjang. Kalau Brandon sampai minta nasehat pada Daddy, itu memang artinya ia cukup frustasi pada sikapnya.Kepala Kelly akhirnya mengangguk. Ia berbalik badan untuk pergi dari kamar, namun Brandon memegang lengannya."Babe." Tanpa banyak bicara, Brandon memeluk erat istrinya.Hanya sejenak, karena Kelly mendorong dada suaminya dengan kencang. "Dadaku sakit kamu peluk begitu.""Maaf." Sekali lagi, Brandon memohon."Aku mau ke ruang bayi." Kelly berucap datar."Tapi kamu baru dari sana, Babe.""Memang kenapa?""Aku... aku juga butuh kamu."Kelly mendengus pelan. "Sudah kubilang aku sedang tidak ingin ada di dekatmu."Brandon memejamkan mata sejenak lalu berkata, " Tolong katakan apa salahku.""Aku sudah bilang ini bukan salahmu. Aku hany
Demi melihat istrinya senang, Brandon mulai belajar menggendong bayi. Perawat memberi Brandon bayi Arsen yang terlihat paling tenang. Meski begitu, Brandon hanya memegangnya selama tiga detik.“Sudah, Sust. Tanganku mulai gemetaran.”Kelly yang sedang menggendong Reno menggeleng samar. Meski begitu, paling tidak, Brandon mencoba. Reno telah tidur di dekapan Kelly.“Sayang, pangku Reno sebentar.” Kelly meletakkan bantal besar di pangkuan Brandon dan membaringkan Reno di atas bantal tersebut. “Aku mau pipis dan ganti pembalut.”Dengan kaku, Brandon duduk menatap putranya. Ia sama sekali tidak berani bergerak karena takut membangunkan Reno. Tapi, jarinya perlahan mengelus pipir Reno.Brandon tersenyum merasakan betapa halus kulit bayinya. Lama-kelamaan, Brandon mengelus rambut halus Reno, jari-jari tangan dan kaki.“Hatchii!” Tiba-tiba, Brandon bersin. Detik berikutnya, Reno tersentak dan menjerit.“Babe!” teriak Brandon kalut. “Babe, Reno bangun!"“Sebentar, sayang. Aku belum selesai.”