Mereka keluar dari lift, melewati lobi hotel lalu menuju tempat parkir untuk menuju sebuah mobil yang sempat Ardhan sewa pada kemarinnya. Di dalam mobil itu, sesekali Nara melirik ke arah Ardhan. Ia melihat suaminya yang selalu bersikap aneh. Walaupun apa yang ada di pikiran Ardhan bukan urusannya. Tetapi, di samping itu ia tidak mau jika rencananya sampai gagal karena kecurigaan berlebihan Ardhan."Kita pergi ke minimarket dulu!" ajak Ardhan sembari menyetir mobil di dalam mobil."Iya, Mas," sahut Nara. Jawaban singkat yang keluar dari bibir mungilnya yang berwarna merah terang itu.Setelah pembicaraan singkat itu, suasana kembali sunyi. Hanya ada suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Tetapi, jarak dari hotel menuju minimarket memang tidak jauh. Sehingga, membuat keduanya segera sampai di tempat tujuan tersebut. Ardhan menepikan mobil, lalu melangkah keluar bersama Nara. Mereka pun memasuki minimarket tersebut.Ardhan mengambil keranjang belanja berwarna kuning dan berjala
Bruuumm! Mobil itu berhenti seketika. Nara yang merasakannya langsung terkejut penuh tanya. "Ada apa, Mas?" tanya Nara kepada Ardhan.Tetapi, Ardhan tidak menyahut. Ia malah keluar dari dalam mobil. Hingga, lampu merah datang dan membuat Ardhan ingin memastikan bahwa yang dilihatnya adalah sang mantan istri.Namun, saat hendak menghampiri mantan istri. Lampu lalu lintas malah berubah hijau kembali.Tiiin! Tiiin! Suara lakson dari arah belakang terdengar semakin berisik."Yang di depan minggir!" teriak salah seorang pengendara mobil jalanan yang usianya sekitar lima puluh tahunan.Tanpa mempedulikan suara lakson yang berisik itu, Ardhan memasuki mobilnya kembali. Ia tancap gas pergi -- mencoba menyalip beberapa mobil yang ada di depannya tanpa ragu. "Mas hati-hati, nanti bisa kecelakaan!" seru Nara sembari berpegangan pada hand grip. Ardhan terus menaikkan kecepatan kemudinya tanpa memperhatikan keselamatannya sendiri. Saat itu, Nara tidak mengetahui jika yang sedang Ardhan kejar a
"Kita nikmati semua camilannya dulu, foto bersama untuk dikirim ke Kakek ... Setelah itu kita langsung pulang. Bagaimana?" tanya Nara. Ardhan berpikir sejenak. Ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Nara. "Baiklah." Setelah hampir tiga menit berpikir, Ardhan pun setuju. Menurutnya, ide Nara kali ini lebih baik daripada sebelumnya."Sekarang saja kita berswafoto!" ajak Ardhan. Ia kembali mengambil ponselnya dari dalam saku celananya dan langsung merangkul Nara agar lebih dekat.Nara tampak gugup, itu terlihat dari bahu serta wajahnya yang tampak menegang. Tentu saja, ini karena Ardhan merangkulnya dari samping begitu saja.Ardhan menoleh ke arah Nara. "Berikan senyuman termanismu, supaya Kakek percaya kalau kita akrab," ujar Ardhan.Ia merasa bingung, senyum dalam keadaan hati yang buruk sungguh menyakitkan. Tetapi, meskipun begitu kesedihan itu tetap harus ia sembunyikan dalam-dalam dari semua orang termasuk Kakek Heraldo."Baiklah, aku harus bisa," batin Nara, menguatkan dirinya sen
Namun, Ardhan seolah tidak mendengar ucapan Nara. Pertanyaan yang terlontar keluar dari mulut Nara seolah senyap di telinga Ardhan. "Mas!" seru Nara sekali lagi.Tetapi, Ardhan masih tidak menyahut. Pria itu terus mengayunkan langkah kakinya pada seorang wanita yang ia pikir adalah wanita yang sama saat ia lihat di jalan.Melihat suaminya yang berjalan ke arah seorang wanita, Nara pun lekas menghentikan langkahnya. "Siapa wanita itu?" gumam Nara.Ardhan terus mendekat, ia menyentuh lengan wanita yang ada di hadapannya. Hal itu membuat wanita tersebut menoleh ke arah Ardhan. Namun, ...."Maaf, siapa ya?" ucap wanita itu begitu melihat sosok Ardhan yang tampak asing baginya.Ardhan yang salah orang pun langsung meminta maaf, karena ia tidak mau disangka pria cabul. "Saya minta maaf, sepertinya saya salah orang," ucap Ardhan dengan kedua tangan menyatu di depan dada.Sebelum Ardhan membalikkan badan, Nara sudah terlebih dahulu pergi. Ia kembali ke sebuah kursi pantai dan menikmati cam
Rivanto yang mendengar Notif langsung kegirangan. Dirinya pun dengan semangat langsung pergi menuju bank untuk mengambil uang tersebut.[Terima kasih, Nara. Papa kira kamu lupa karena dari kemarin belum mentransfer uangnya ke Papa] Satu pesan singkat yang masuk ke ponsel Nara. Nara langsung membacanya, lalu membalas.[Maaf, Pa, Mas Ardhan yang kelupaan. Tapi, Papa senang 'kan karena sudah mendapatkan uangnya?] [Iya, Nak. Papa sangat senang sekali. Lain kali Papa akan memberitahu kamu kalau membutuhkan uang lagi]Di sela-sela waktu senggang itu, Nara pun membalasnya kembali. Ini untuk terakhir kali setelah dirinya mentransfer uang.[Baiklah]"Ayo kita kembali ke hotel sekarang!" ajak Ardhan.Ardhan pergi begitu saja dengan Nara menuju tempat parkir. Setelah keduanya menaiki mobil, Ardhan pun memarkirkan mobil tersebut untuk pulang. Di dalam perjalanan, Nara masih dibuat bingung dengan ucapan Reyhan serta tindakan Ardhan yang tampak berbeda. "Aku harus membuktikan semuanya. Tapi, ..
Waktu terus berjalan. Kini sudah memasuki malam, Nara yang berada di dalam hotel tanpa melakukan apapun itu membuatnya bosan. "Mas, saya mau keluar sebentar," ucap Nara."Tidak boleh!" jawab Ardhan. Jawaban singkat dengan tegas. Sepertinya Ardhan memang tidak akan membiarkan Nara pergi sendirian."Tapi saya lapar, Mas. Saya mau mencari makanan sebentar saja ...."Sekali Ardhan melarang, tentu saja itu tidak bisa ditawar dengan apapun. Ardhan memang keras kepala jika sudah melarang sesuatu.Sebetulnya, saat itu Nara tidak tahu harus melakukan apa. Jika berjalan-jalan di luar, sepertinya tidak akan terlalu membosankan. Begitulah yang ada di dalam pikiran Nara."Kalau mau makan, kita bisa memesannya! Tinggal kamu bilang saja mau makan apa?!" Nara tidak punya alasan lagi, akhirnya ia pun mengatakan hal yang sebenarnya. "Saya bosan, Mas. Kamu tahu 'kan kalau malam ini mungkin akan menjadi malam yang panjang karena sampai sekarang belum juga mengantuk.""Kalau begitu, bagaimana kalau kita
Tak ada rasa lapar dalam perut Ardhan. Itu hanya ia jadikan alasan, agar Nara tidak bepergian dan dirinya bisa dengan bebas mencari tahu apa isi dari ponsel istrinya tersebut.Rasa penasaran berlebih itu yang membuatnya memutar otak. Mencari tahu dengan trik cerdiknya. Tetapi, Nara yang sejak awal sudah memiliki rencana dalam pernikahan ini. Membuatnya tidak mau kalah atau tidak mau dibodohi. Ia pun memainkan trik halusnya."Kamu saja yang dahulu makan.""Tapi kamu pesan makan sebanyak ini. Kalau tidak sama kamu, kenapa kamu pesan juga?"Ardhan masih belum berselera makan. Kalaupun makan, ia harus memastikan terlebih dahulu mengenai apa yang dicarinya. Dirinya tidak mau membuang kesempatan ini."Kalau aku makan, bagaimana kalau ponselnya mati lagi. Alasan apa lagi yang harus aku cari agar bisa mencari tahu tentang dirinya?" Itulah pemikiran Ardhan selama di samping Nara.Wanita itu tampak sangat jengkel. Rupanya, Ardhan masih sangat curiga dengan dirinya. "Ini berbahaya kalau dia teru
Nara segera bangkit dari duduknya. Ia mencuci tangannya sebentar. "Sekarang kamu malah pergi begitu saja tanpa mau tanggung jawab sama sekali!" sentak Ardhan.Namun, saat itu Nara hanya tersenyum. Ia tidak langsung tersulut emosi, karena dirinya pun mengerti bahwa Ardhan pasti merasa tidak nyaman.Nara berjalan keluar dari kamar hotel tanpa menjawab Ardhan ucapan Ardhan. Ia memasuki lift untuk kemudian pergi menuju minimarket terdekat. "Dia itu badan saja yang besar dan tinggi, tapi sama makanan pedas saja kalah," umpat Nara. Di sini, Nara pun merasa bersalah. Tetapi, saat ia mengingat apa yang dilakukan Ardhan kepadanya, itu membuatnya berpikir 'Sepertinya tidak salah, supaya dia sadar dan tidak berbuat sesuka hatinya saja'Nara keluar dari lift dan buru-buru menuju pintu keluar dari lobi tersebut. Perjalanan semakin terasa saat cuaca di luar semakin panas. Namun, hal ini tidak jadi masalah untuk Nara.Sementara itu, di kamar hotel itu Ardhan menggerutu kesal. Ia hendak menyusul, te