Nara yang mendengar bahwa Ardhan terus menolak setiap kali ia ajak sarapan membuatnya memilih untuk tak menanyakan hal yang sama lagi. Ia cukup duduk, diam, sembari menikmati makanan yang begitu menggoyang lidah tersebut.Sesekali Ardhan melirik ke arah makanan itu, tetapi kemudian ia berjalan pergi untuk mengenakan pakaian pantainya. 10 menit lengang ....Ardhan sudah kembali dengan penampilan yang kece. Ia mengenakan baju pendek bermotif dengan celana jeans pendek di bawah paha. "Saya sudah siap, ayo kita berangkat sekarang saja!" ajak Ardhan tanpa mau tahu apa yang sedang Nara inginkan.Ardhan bersikap seolah tidak peduli kepada Nara yang belum selesai menyantap semua sarapan paginya.Nara mengambil air minum dan meneguknya perlahan. Ia mendongak ke arah suaminya yang tengah berdiri di hadapannya tersebut dengan mengenakan kacamata hitam."Saya masih makan, Mas. Bisa tunggu sebentar lagi saja, tidak?" "Nanti saja makan lagi. Kita harus pergi sekarang sebelum sore."Padahal, walau
Mereka keluar dari lift, melewati lobi hotel lalu menuju tempat parkir untuk menuju sebuah mobil yang sempat Ardhan sewa pada kemarinnya. Di dalam mobil itu, sesekali Nara melirik ke arah Ardhan. Ia melihat suaminya yang selalu bersikap aneh. Walaupun apa yang ada di pikiran Ardhan bukan urusannya. Tetapi, di samping itu ia tidak mau jika rencananya sampai gagal karena kecurigaan berlebihan Ardhan."Kita pergi ke minimarket dulu!" ajak Ardhan sembari menyetir mobil di dalam mobil."Iya, Mas," sahut Nara. Jawaban singkat yang keluar dari bibir mungilnya yang berwarna merah terang itu.Setelah pembicaraan singkat itu, suasana kembali sunyi. Hanya ada suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Tetapi, jarak dari hotel menuju minimarket memang tidak jauh. Sehingga, membuat keduanya segera sampai di tempat tujuan tersebut. Ardhan menepikan mobil, lalu melangkah keluar bersama Nara. Mereka pun memasuki minimarket tersebut.Ardhan mengambil keranjang belanja berwarna kuning dan berjala
Bruuumm! Mobil itu berhenti seketika. Nara yang merasakannya langsung terkejut penuh tanya. "Ada apa, Mas?" tanya Nara kepada Ardhan.Tetapi, Ardhan tidak menyahut. Ia malah keluar dari dalam mobil. Hingga, lampu merah datang dan membuat Ardhan ingin memastikan bahwa yang dilihatnya adalah sang mantan istri.Namun, saat hendak menghampiri mantan istri. Lampu lalu lintas malah berubah hijau kembali.Tiiin! Tiiin! Suara lakson dari arah belakang terdengar semakin berisik."Yang di depan minggir!" teriak salah seorang pengendara mobil jalanan yang usianya sekitar lima puluh tahunan.Tanpa mempedulikan suara lakson yang berisik itu, Ardhan memasuki mobilnya kembali. Ia tancap gas pergi -- mencoba menyalip beberapa mobil yang ada di depannya tanpa ragu. "Mas hati-hati, nanti bisa kecelakaan!" seru Nara sembari berpegangan pada hand grip. Ardhan terus menaikkan kecepatan kemudinya tanpa memperhatikan keselamatannya sendiri. Saat itu, Nara tidak mengetahui jika yang sedang Ardhan kejar a
"Kita nikmati semua camilannya dulu, foto bersama untuk dikirim ke Kakek ... Setelah itu kita langsung pulang. Bagaimana?" tanya Nara. Ardhan berpikir sejenak. Ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Nara. "Baiklah." Setelah hampir tiga menit berpikir, Ardhan pun setuju. Menurutnya, ide Nara kali ini lebih baik daripada sebelumnya."Sekarang saja kita berswafoto!" ajak Ardhan. Ia kembali mengambil ponselnya dari dalam saku celananya dan langsung merangkul Nara agar lebih dekat.Nara tampak gugup, itu terlihat dari bahu serta wajahnya yang tampak menegang. Tentu saja, ini karena Ardhan merangkulnya dari samping begitu saja.Ardhan menoleh ke arah Nara. "Berikan senyuman termanismu, supaya Kakek percaya kalau kita akrab," ujar Ardhan.Ia merasa bingung, senyum dalam keadaan hati yang buruk sungguh menyakitkan. Tetapi, meskipun begitu kesedihan itu tetap harus ia sembunyikan dalam-dalam dari semua orang termasuk Kakek Heraldo."Baiklah, aku harus bisa," batin Nara, menguatkan dirinya sen
Namun, Ardhan seolah tidak mendengar ucapan Nara. Pertanyaan yang terlontar keluar dari mulut Nara seolah senyap di telinga Ardhan. "Mas!" seru Nara sekali lagi.Tetapi, Ardhan masih tidak menyahut. Pria itu terus mengayunkan langkah kakinya pada seorang wanita yang ia pikir adalah wanita yang sama saat ia lihat di jalan.Melihat suaminya yang berjalan ke arah seorang wanita, Nara pun lekas menghentikan langkahnya. "Siapa wanita itu?" gumam Nara.Ardhan terus mendekat, ia menyentuh lengan wanita yang ada di hadapannya. Hal itu membuat wanita tersebut menoleh ke arah Ardhan. Namun, ...."Maaf, siapa ya?" ucap wanita itu begitu melihat sosok Ardhan yang tampak asing baginya.Ardhan yang salah orang pun langsung meminta maaf, karena ia tidak mau disangka pria cabul. "Saya minta maaf, sepertinya saya salah orang," ucap Ardhan dengan kedua tangan menyatu di depan dada.Sebelum Ardhan membalikkan badan, Nara sudah terlebih dahulu pergi. Ia kembali ke sebuah kursi pantai dan menikmati cam
Rivanto yang mendengar Notif langsung kegirangan. Dirinya pun dengan semangat langsung pergi menuju bank untuk mengambil uang tersebut.[Terima kasih, Nara. Papa kira kamu lupa karena dari kemarin belum mentransfer uangnya ke Papa] Satu pesan singkat yang masuk ke ponsel Nara. Nara langsung membacanya, lalu membalas.[Maaf, Pa, Mas Ardhan yang kelupaan. Tapi, Papa senang 'kan karena sudah mendapatkan uangnya?] [Iya, Nak. Papa sangat senang sekali. Lain kali Papa akan memberitahu kamu kalau membutuhkan uang lagi]Di sela-sela waktu senggang itu, Nara pun membalasnya kembali. Ini untuk terakhir kali setelah dirinya mentransfer uang.[Baiklah]"Ayo kita kembali ke hotel sekarang!" ajak Ardhan.Ardhan pergi begitu saja dengan Nara menuju tempat parkir. Setelah keduanya menaiki mobil, Ardhan pun memarkirkan mobil tersebut untuk pulang. Di dalam perjalanan, Nara masih dibuat bingung dengan ucapan Reyhan serta tindakan Ardhan yang tampak berbeda. "Aku harus membuktikan semuanya. Tapi, ..
Waktu terus berjalan. Kini sudah memasuki malam, Nara yang berada di dalam hotel tanpa melakukan apapun itu membuatnya bosan. "Mas, saya mau keluar sebentar," ucap Nara."Tidak boleh!" jawab Ardhan. Jawaban singkat dengan tegas. Sepertinya Ardhan memang tidak akan membiarkan Nara pergi sendirian."Tapi saya lapar, Mas. Saya mau mencari makanan sebentar saja ...."Sekali Ardhan melarang, tentu saja itu tidak bisa ditawar dengan apapun. Ardhan memang keras kepala jika sudah melarang sesuatu.Sebetulnya, saat itu Nara tidak tahu harus melakukan apa. Jika berjalan-jalan di luar, sepertinya tidak akan terlalu membosankan. Begitulah yang ada di dalam pikiran Nara."Kalau mau makan, kita bisa memesannya! Tinggal kamu bilang saja mau makan apa?!" Nara tidak punya alasan lagi, akhirnya ia pun mengatakan hal yang sebenarnya. "Saya bosan, Mas. Kamu tahu 'kan kalau malam ini mungkin akan menjadi malam yang panjang karena sampai sekarang belum juga mengantuk.""Kalau begitu, bagaimana kalau kita
Tak ada rasa lapar dalam perut Ardhan. Itu hanya ia jadikan alasan, agar Nara tidak bepergian dan dirinya bisa dengan bebas mencari tahu apa isi dari ponsel istrinya tersebut.Rasa penasaran berlebih itu yang membuatnya memutar otak. Mencari tahu dengan trik cerdiknya. Tetapi, Nara yang sejak awal sudah memiliki rencana dalam pernikahan ini. Membuatnya tidak mau kalah atau tidak mau dibodohi. Ia pun memainkan trik halusnya."Kamu saja yang dahulu makan.""Tapi kamu pesan makan sebanyak ini. Kalau tidak sama kamu, kenapa kamu pesan juga?"Ardhan masih belum berselera makan. Kalaupun makan, ia harus memastikan terlebih dahulu mengenai apa yang dicarinya. Dirinya tidak mau membuang kesempatan ini."Kalau aku makan, bagaimana kalau ponselnya mati lagi. Alasan apa lagi yang harus aku cari agar bisa mencari tahu tentang dirinya?" Itulah pemikiran Ardhan selama di samping Nara.Wanita itu tampak sangat jengkel. Rupanya, Ardhan masih sangat curiga dengan dirinya. "Ini berbahaya kalau dia teru