Dimas menghentikan mobil dan berbalik menatap Amel, mengisyaratkan wanita itu untuk melanjutkan ucapannya.Amel mengira bahwa Dimas marah."Kalau kamu nggak bersedia ....""Aku bersedia."Dimas mengangguk. "Karena aku sudah setuju untuk menjalin hubungan denganmu, tentu saja aku akan menghargai pilihan dan keputusanmu."Lagi pula, dia juga bukan orang yang nafsu.Amel pun merasa lega. Untungnya, dia tidak salah menilai orang.Dimas mengetuk setir mobil, lalu berbicara dengan ekspresi yang kesulitan sambil mengernyit, "Tapi, temanku hanya punya sebuah kasur yang di kamar utama, sedangkan kamar lainnya dipenuhi dengan barang-barang."Amel pun pusing begitu mendengar hal tersebut.Sekarang, sudah tidak sempat untuk membeli kasur, apalagi kasur juga tidak murah. Pasti akan repot juga kalau mau pindah rumah kelak.Mereka sudah sangat merepotkan temannya Dimas, bukankah keterlaluan kalau mereka memasukkan perabotan besar lagi ke dalamnya?Tiba-tiba, Dimas berkata, "Begini saja, aku akan meng
Dimas menepuk kepala Amel dengan pelan dan berkata, "Ya, untung saja ada kamu."Amel tersenyum malu, kemudian dia meletakkan barang yang dibeli dari pusat belanja di ruang tamu. Kemudian, dia duduk di atas karpet dan mulai membongkar barang-barang."Taplak meja, bumbu masak, peralatan makan ...."Setelah selesai, Amel membawa barang-barang tersebut ke dapur dan memberikan taplak meja kepada Dimas. "Kamu pasang taplak mejanya."Dimas merasa tidak terbiasa menggenggam taplak meja berwarna krem dengan pinggiran berenda dan bermotif bunga putih.Warna dan motif seperti ini sama sekali tidak cocok dengan pria sepertinya.Namun, imut juga.Dimas memasang taplak meja dan memasukkan bunga yang dibeli oleh Amel ke dalam pot bunga.Setelah mereka menyusun barang, Amel naik ke lantai atas untuk berkeliling dan sudah memiliki ide untuk mendekorasinya.Mereka memesan makanan pesan antar sebagai makan siang. Setelah makan, mereka mulai merapikan kamar lagi.Perlengkapan kasur yang baru dibeli juga s
"Pantas saja kamu beli banyak bumbu masak. Kalau begitu, kamu masak masakan rumah yang sederhana saja."Masakan seperti itu sangat mudah bagi Amel.Amel mengangguk pertanda menyetujuinya, lalu menanggapi, "Baiklah, kalau begitu kamu rapikan mejanya, aku masak dulu."Dimas merasa bosan di ruang tamu sendirian. Dia pun bergegas menyelesaikan tugasnya, lalu pergi ke dapur dan bertanya, "Apakah ada yang bisa kubantu?"Suara yang berat itu sangat dekat, Amel terkejut hingga telinganya memerah.Kenapa Dimas tiba-tiba mendekat seperti ini?Amel pun kelabakan dan menolaknya, "Nggak perlu, kamu coba periksa apakah masih ada tempat yang perlu dibereskan atau nggak."Dapur adalah wilayahnya. Sejak kecil, Amel sangat menyukai dapur. Baik itu masakan lokal, masakan barat atau makanan penutup, mungkin orang lain merasa hal-hal itu sangat menyulitkan, tapi dia sangat menikmati untuk membuat semua itu.Dimas berjalan keluar dari dapur, dia merasa bahwa dia ditolak oleh istrinya.Melihat Amel yang seda
"Surat perjanjian?"Dimas melihat laptop dan melihat tulisan "Perjanjian Tinggal Bersama Setelah Menikah" di layar.Dimas tanpa sadar mengepalkan tangannya sambil bertanya, "Apakah bagimu pernikahan kita adalah sebuah perjanjian?"Amel langsung melambaikan tangannya dan berkata, "Bukan, bukan. Aku nggak berpikiran seperti itu, aku hanya merasa kita memerlukan waktu untuk beradaptasi."Tentu saja Dimas memahami hal tersebut, tapi melihat Amel yang sangat berhati-hati, dia merasa agak sedih.Dimas mengambil laptop dan melihatnya sekilas.Perjanjiannya memang adil, tapi kalau dilihat secara objektif, mereka jadi seperti bukan pasangan suami istri.Dimas pun menjadi makin sedih."Surat perjanjianmu sangat bagus, tapi aku punya satu pertanyaan."Dimas menatap Amel, tatapannya tampak sedang menguji. "Kalau selama proses kita menjalin hubungan kamu menyukai pria lain, apa yang akan kamu lakukan?"Amel tertegun, dia sama sekali tidak pernah memikirkan tentang hal tersebut.Bukankah sudah berja
Saat memikirkan wajah Dimas, Amel merasa agak malu seraya bergumam, "Dia cukup tampan.""Kalau begitu, bukankah kamu dapat suami tampan secara cuma-cuma? Kamu kencan buta di mana? Kirimkan alamatnya padaku, aku ingin mencoba keberuntunganku."Meskipun sudah tahu bahwa sahabatnya itu selalu berpikir di luar nalar, Amel tidak menyangka kalau sahabatnya akan berpikiran sejauh itu.Amel terkekeh, rasa gugupnya juga berkurang. Kemudian, dia pun menjawab, "Aku akan mengirimkanmu alamatnya, apa kamu benar-benar mau pergi?"Tentu saja tidak! Namun, hal itu tidak menghentikan wanita itu untuk berpikiran aneh-aneh.Lidya tersenyum menggoda, kemudian bertanya, "Amel, kamu sudah bertemu dengan pria tampan dan juga sudah menikah. Apakah malam ini kamu berencana untuk menaklukkan dia?"Amel tahu bahwa sahabatnya ini suka berbicara yang tidak-tidak, jadi dia segera menyela, "Pelankan suaramu, bagaimana kalau dia dengar?"Lidya mendecakkan lidahnya sambil menjawab, "Memangnya kenapa kalau dia dengar?
Dimas menghela napas, kemudian berbalik untuk menarik selimut. Namun, Dimas menemukan bahwa selimut Amel tertindih di bawah tubuhnya sendiri.Dimas kembali menarik napas dalam-dalam, menarik selimutnya sendiri, kemudian menutupi tubuh Amel.Rasa hangat mengalir di antara keduanya, sementara Amel seperti merasakan sesuatu dalam tidurnya. Wanita itu segera memeluk Dimas seperti koala seraya menepuk punggung Dimas."Tidurlah, tidurlah," gumam wanita itu.Dimas memiliki pemahaman baru mengenai kalimat Amel tentang "tidur dengan diam".Dimas melingkarkan lengannya di pinggang Amel, kemudian mencium aroma wewangian di tubuh wanita itu dan entah kenapa darah dalam tubuhnya langsung melonjak.Malam ini bukan ditakdirkan untuk tidur yang nyenyak.Keesokan harinya, Amel bangkit dari tempat tidurnya dan menemukan bahwa selimut di sebelahnya sudah terlipat dengan rapi.Selimut yang menutupi sisi tubuhnya sendiri juga tampak rapi di ujungnya dan terlihat seperti menyelimuti tubuhnya dengan sangat b
Ketika Dimas mengatakan hal itu, ekspresinya tampak serius dan tidak seperti berbohong. Dimas tidak ingin Amel melakukan hal yang tidak disukai hanya karena hubungan pernikahan mereka.Amel menatap Dimas sejenak sebelum mengalihkan pandangannya dan mulai membersihkan meja yang sudah bersih.Dimas bisa merasakan bahwa Amel sedikit gugup, tetapi tidak menyadari bahwa selain rasa gugup, Amel juga merasa sedikit terharu."Terima kasih," ucap Amel dengan nada lirih, tapi Dimas masih bisa menangkap perasaannya.Dimas menatap Amel dengan keraguan di matanya, kemudian berkata, "Kamu nggak perlu berterima kasih.""Karena ... kita baru mengenal satu sama lain dalam waktu yang singkat, tapi kamu sudah bisa mempertimbangkan banyak hal untukku, jadi terima kasih banyak," sahut Amel. Hal ini juga menunjukkan bahwa dia tidak memilih orang yang salah.Dimas memandang Amel sambil tersenyum seraya menjawab, "Kita adalah suami istri, jadi aku memang harus peduli pada istriku."Amel tidak bisa menahan dir
Karena ingin membeli cincin, tentu saja Dimas harus membantu bisnis sepupunya.Amel juga pernah mendengar tentang merek perhiasan Silverins. Ketika melewati toko itu sebelumnya, Lidya bicara dengan Amel dengan ekspresi iri di wajahnya.Silverins adalah merek perhiasan yang sangat terkenal dan menawarkan banyak model perhiasan. Namun, produk baru model cincin berlian hanya diluncurkan setiap tiga tahun sekali. Setiap produk baru yang diluncurkan juga pasti akan menjadi item populer.Pada saat itu, Lidya sepertinya pernah mengatakan sesuatu tentang harta karun di toko tersebut, tetapi pada saat itu Amel masih tidak berniat menikah, jadi dia tidak mendengarkan dengan saksama. Amel hanya tahu kalau barang-barang di sana tidak murah.Amel mengikuti Dimas dengan gugup dan ragu-ragu.Meskipun Silverins merupakan outlet khusus, mereka memiliki area yang cukup luas. Saat pertama kali masuk ke dalam toko, Dimas dan Amel langsung disambut oleh pelayan toko yang sangat antusias.Pelayan toko itu b