Share

Bab 17

"Surat perjanjian?"

Dimas melihat laptop dan melihat tulisan "Perjanjian Tinggal Bersama Setelah Menikah" di layar.

Dimas tanpa sadar mengepalkan tangannya sambil bertanya, "Apakah bagimu pernikahan kita adalah sebuah perjanjian?"

Amel langsung melambaikan tangannya dan berkata, "Bukan, bukan. Aku nggak berpikiran seperti itu, aku hanya merasa kita memerlukan waktu untuk beradaptasi."

Tentu saja Dimas memahami hal tersebut, tapi melihat Amel yang sangat berhati-hati, dia merasa agak sedih.

Dimas mengambil laptop dan melihatnya sekilas.

Perjanjiannya memang adil, tapi kalau dilihat secara objektif, mereka jadi seperti bukan pasangan suami istri.

Dimas pun menjadi makin sedih.

"Surat perjanjianmu sangat bagus, tapi aku punya satu pertanyaan."

Dimas menatap Amel, tatapannya tampak sedang menguji. "Kalau selama proses kita menjalin hubungan kamu menyukai pria lain, apa yang akan kamu lakukan?"

Amel tertegun, dia sama sekali tidak pernah memikirkan tentang hal tersebut.

Bukankah sudah berjanji untuk melewati kehidupan yang biasa saja? Kalau sudah menikah, untuk apa mendambakan hubungan asmara lainnya? Kalau mau begitu, untuk apa menikah dari awal?

Namun, di saat ini Amel pun tersadar. Meskipun dia berpikir demikian, bukan berarti Dimas juga berpikir seperti itu.

Amel berbicara dengan serius, "Kurasa ucapanmu benar. Aku yang kurang pertimbangan."

Setelah itu, Amel mengambil laptop dan mulai mengetik lagi. Kemudian, dia memberikannya pada Dimas, "Bagaimana menurutmu kalau begini?"

"Selama masa menjalin hubungan, kalau ada orang yang disukai, boleh mengajukan cerai." Setelah membaca itu, ekspresi Dimas menjadi pucat. Dia sangat menyesal karena omongannya sendiri. Kalau begini, bukankah namanya dia sendiri yang cari masalah?

"Apakah kamu akan menyukai pria lain?" Suara Dimas terdengar cemburu, tapi dia sendiri tidak menyadari hal tersebut.

Amel tertegun sejenak, lalu menggelengkan kepalanya, "Aku bukan orang yang menempatkan hubungan asmara di posisi pertama. Karena aku telah memilih untuk menikah kilat, aku akan bertanggung jawab. Aku akan menjaga sikapku, menghormati diriku sendiri dan juga orang lain. Lagi pula, hidup ini sangat singkat, aku nggak mau menghabiskan waktu lagi untuk pria lain."

Berarti, Amel bersedia untuk menghabiskan waktunya untuk dirinya?

Tatapan Dimas tampak senang. Ucapan Amel ini benar-benar membuatnya sangat senang.

Namun, Amel langsung berkata, "Tentu saja, kalau kamu punya wanita yang disukai, katakan saja. Meskipun aku nggak mau cerai, aku nggak akan menghalangimu untuk mencari jodoh."

Dimas mengernyit. Gawat, apakah Amel salah paham? Kenapa Amel merasa dirinya diperlakukan sebagai orang yang dibutakan oleh cinta?

Dimas tidak mengatakan apa pun, dia hanya mengambil laptop dari Amel. Sesaat kemudian, dia mengembalikan laptop lagi kepada Amel.

Amel melihat bahwa Dimas menghapus kalimat tadi.

"Nggak. Motto Keluarga Cahyadi adalah setia sampai akhir."

Tatapan Dimas yang terus tertuju pada Amel membuat Amel tiba-tiba merasa agak canggung.

Amel langsung mengalihkan topik pembicaraan, "Kalau nggak ada apa-apa lagi, cepatlah istirahat. Besok aku akan mencetak dua set perjanjiannya."

Dimas pun tertawa, lalu menepuk kepala Amel dengan pelan dan berkata, "Senin depan aku baru masuk kerja. Tiga hari ini adalah masa-masa pernikahan kita, aku akan menemanimu untuk melakukan apa pun, sekalian untuk membina hubungan kita."

"Ya."

Wajah Amel memerah, tapi dia tetap menganggukkan kepalanya.

"Aku akan meminta izin kepala toko untuk cuti selama beberapa hari."

Dimas tampak senang dan berkata, "Kalau begitu, aku mandi dulu."

M ... mandi?

Wajah Amel makin memerah. Dia menggelengkan kepalanya. Dia merasa agak gugup karena terpikir akan mereka yang akan tidur di ruangan yang sama malam ini.

Di saat ini, ponsel Amel tiba-tiba berdering.

Amel terkejut dan melihat panggilan yang masuk. Ternyata itu adalah teman baiknya, Lidya. Amel langsung mengambil ponselnya, lalu pergi ke teras.

Amel mengangkat teleponnya dan langsung mendengar suara omelan, "Amel! Apa-apaan kamu! Bisa-bisanya kamu menikah diam-diam tanpa memberitahuku. Kalau ibuku nggak bilang, aku masih nggak tahu soal itu!"

Amel mengedipkan mata dan bersikap polos, "Kamu mungkin nggak percaya, aku salah mengenali orang yang dijodohkan denganku, lalu entah bagaimana kami langsung menikah."

Lidya berteriak, "Langsung menikah?! Gila, hei, apakah suamimu tampan?"

...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status