Share

BAB 8

Edgar memperhatikan suasana ruang makan yang lebih ramai dan hangat dari biasanya. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak makan bersama di ruang makan ini.

Sejak Elvina pergi, rumah ini terasa jauh lebih kosong dan sepi, setidaknya bagi Edgar. Ia jarang berada di rumah dan lebih suka menyibukkan diri di kantor pusat maupun ruang dosennya di kampus.

Edgar semakin merasa enggan menginjakkan kaki di rumah semenjak sikap Kaluna yang berubah terhadapnya.

Wanita muda yang memutuskan menetap di rumahnya itu semakin bertindak seolah-olah ia telah menjadi nyonya rumah menggantikan sang kakak.

Awalnya Edgar membiarkan, ia berpikir jika anak-anaknya tidak akan terlalu bersedih dan kesepian dengan kehadiran Kaluna setelah Elvina tiada.

Selama istrinya masih hidup, adik iparnya itu sudah sering menginap untuk membantu Elvina mengurus Damian.

Kesibukan Kaluna memang tidak sepadat Elvina yang mengurus galeri perhiasan keluarga mereka. Orang tua Elvina dan Kaluna sudah lama berpulang, meninggalkan dua kakak-adik itu saat mereka masih begitu belia.

Untung saja masih ada kakek mereka yang merawat sampai Elvina cukup umur untuk mewarisi galeri perhiasan keluarga Osmond.

Orang tua Elvina dan Kaluna merupakan anak tunggal dari masing-masing keluarganya. Kakek dan nenek dari pihak ibu mereka sudah meninggal sejak lama, disusul nenek dari pihak ayah mereka. Dan setelah kakek dari pihak ayah mereka, satu-satunya kerabat terakhir, menyusul istri dan anaknya, Elvina dan Kaluna benar-benar sebatang kara.

Rentang usia Elvina dan Kaluna tidak begitu jauh, mereka hanya terpaut tiga tahun. Tapi bagi Kaluna, Elvina adalah sosok kakak, teman, dan orang tua.

Kaluna sangat menghormati dan menyayangi Elvina lebih dari siapapun. Elvina sendiri juga begitu mencintai sang adik layaknya harta paling berharga, dan Edgar sangat mengetahui hal itu.

Makanya, Edgar merasa begitu kecewa pada perubahan sikap Kaluna setelah satu tahun peringatan kematian istrinya itu. Sosok Elvina tidak akan pernah terganti dalam diri Edgar, tapi sepertinya Kaluna mencoba untuk menggesernya.

Usaha Kaluna yang begitu keras untuk menggantikan sosok kakaknya membuat Edgar lama-lama menjadi muak.

Memang, setelah wanita itu tersadar dari komanya, perilakunya banyak berubah. Edgar seperti melihat kembali sosok Kaluna sebelum kematian Elvina.

Ada perasaan lega yang diam-diam terasa dalam hatinya saat menyadari Kaluna tidak lagi berusaha memaksakan hubungan mereka melebihi batas yang Edgar tetapkan.

Sejujurnya Edgar merasa sangat bersalah pada Kaluna karena insiden yang menimpa wanita itu terjadi saat mereka bertengkar hebat.

Edgar yang kala itu marah besar karena Kaluna lagi-lagi mencoba mencelakai Liliana, bergegas pulang ke rumah pada jam makan siang.

Mereka bertemu di ujung tangga atas lantai dua, Edgar yang hendak mencari wanita itu di kamarnya atau di studio lukisnya, dan Kaluna yang bersiap untuk menjemput Damian pulang sekolah.

Edgar ingat menarik lengan wanita itu begitu kuat saat Kaluna seperti mengabaikan kehadirannya dan lanjut menuruni anak tangga, seolah-olah ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Itulah kali pertama mereka bertengkar begitu hebat, dan Edgar menyesalinya sampai detik ini.

"Jangan mentang-mentang kamu adik Elvina lalu bisa berbuat sesukanya!"

Edgar ingat itu kalimat pertama yang ia ucapkan dengan nada paling tinggi untuk Kaluna.

"Kalau gitu, buka matamu lebar-lebar dan lihat serendah apa gadis macam Liliana itu!"

Edgar juga masih ingat seruan marah Kaluna saat membalasnya.

"Berhenti mencampuri urusan pribadi saya, Luna. Siapa kamu berani menilai orang lebih rendah, padahal mungkin kamulah yang lebih rendah dari dia?!"

Saat itu wajah Kaluna memerah, bahkan riasannya tidak dapat menutupi amarahnya yang sudah siap meledak.

"Kamu memang sudah gila dan buta! Kamu bahkan udah nggak bisa liat kebenaran yang jelas-jelas ada di depan mata."

"Bukan saya, tapi kamu yang gila! Membenci Liliana sedemikian rupa, sampai tega berbuat licik berulang kali."

"Itu karena dia pantas menerimanya!"

"Begitupun kamu! Kalau tau adiknya bisa bertingkah sepicik ini, saya yakin Elvina sangat kecewa di atas sana."

"Jangan bawa-bawa Kak Elvina dalam urusan kita."

"Elvina pasti juga membencimu atas kelakuan jahat yang kamu perbuat. Ia mungkin tidak mau lagi menganggap dirimu seorang adik." 

Edgar dibutakan rasa marah dan membentak Kaluna dengan kata-kata menyakitkan. Setelah amarahnya mulai reda, ia baru menyadari tatapan terluka Kaluna yang entah mengapa menyakiti hatinya.

Tidak kuasa menatap kedua mata Kaluna yang mulai diselimuti selaput bening, Edgar berbalik untuk melanjutkan langkah.

Yang tidak Edgar sangka, Kaluna mencoba mengejarnya dengan terburu-buru, namun wanita itu tergelincir saat kakinya hendak menapaki anak tangga teratas.

Edgar tidak mendengar jeritan atau erangan apapun, tapi ia langsung berbalik saat mendengar suara tas juga sepatu Kaluna yang terlepas dan menabrak teralis tangga.

Edgar bersumpah separuh jiwanya terasa dicabut paksa saat mendapati sosok Kaluna tergeletak tak sadarkan diri pada bagian tengah tangga dengan luka di mana-mana.

Badannya seketika kaku dan napasnya tertahan di tenggororkan.

"Astaga, Nyonyaaa!"

"Ya Tuhan, cepat panggil ambulans!"

"Tidak, suruh sopir menyiapkan mobil segera!"

Gambaran para pelayan yang mulai berteriak dan menghampiri tubuh lemas Kaluna masih begitu segar di otaknya.

Rasanya kejadian itu baru terjadi kemarin. Edgar juga ingat, ia baru menguasai dirinya sendiri saat salah satu pelayan meneriakkan namanya untuk yang kesekian kali.

Bagai mendapat tenaga baru, secepat kilat Edgar menggendong tubuh Kaluna dan berteriak pada orang-orang untuk menyiapkan mobil.

Badan Edgar tak berhenti bergetar sampai mereka tiba di rumah sakit dan Dokter Rahadi selesai menangani Kaluna. Kemudian, tubuh besarnya langsung lemas saat wanita itu dinyatakan koma.

Saat Kaluna akhirnya sadar setelah satu minggu tidak membuka mata, tanpa semua orang sadari maupun lihat, Edgar menangis cukup lama sambil menggenggam tangan kurus Kaluna ketika perempuan itu tertidur karena pengaruh obat.

Edgar menggumamkan terus kalimat maaf dan terima kasih pada Tuhan yang masih memberi kesempatan pada Kaluna untuk bertahan.

Kembali pada pemandangan di hadapannya, Edgar tersenyum tipis saat melihat Damian sedang memamerkan piringnya yang bersih pada sang mami.

"Abang bisa habisin makanannya kan, Mam. Nih, lihat, bersih!" anak itu mengangkat piringnya dengan cengiran lebar.

"Good job! Pinter Abang, bisa sampai mengkilat gini lho, piringnya," Kaluna mengacak rambut Damian sayang.

"Ade, ughaaa," seperti biasa, Lavanya menyahut tidak mau kalah. Kali ini ia ikutan mengangkat mangkuk buburnya yang juga sudah kosong.

Kaluna tertawa melihat kelucuan dua keponakannya itu. Mereka memang sedang gemas-gemasnya bagi orang dewasa. Ia menghadiahi Lavanya dua acungan jempol, membuat gadis kecil itu bersorak.

Pandangan Edgar beralih saat dirasakannya seseorang menyentuh punggung tangannya di atas meja. Wajah Liliana terlihat dengan senyum tipis. Edgar mengangkat alis kanannya bertanya ada apa.

“Selesai makan, Bapak bisa tolong antar saya kembali ke rumah?” tanya gadis itu penuh harap.

Edgar terdiam sejenak, mencoba mengingat jadwalnya hari ini. Hanya ada satu sesi rapat jam tiga sore nanti, sepertinya ia cukup luang.

Alih-alih memberikan jawaban pada Liliana, Edgar malah bertanya pada Kaluna, seolah-olah sedang meminta izin pada wanita itu untuk mengantar Liliana pulang, hal yang tak pernah sekalipun ia lakukan.

“Luna, selepas ini saya akan mengantar Liliana pulang lebih dulu,” Edgar menjeda kalimatnya, menunggu respon Kaluna. Dilihatnya wanita itu tampak kebingungan.

Okay,” Kaluna akhirnya mengangguk saja, ia bingung kenapa Edgar mengatakan hal tersebut padanya.

Kalau mau nganter ya, anter aja sana, ngapain laporan ke aku?

Edgar berdehem canggung mendengar tanggapan Kaluna, menyadari kebodohannya sendiri. Sedangkan Liliana di tempat duduknya sudah jengkel setengah mampus.

Kenapa seolah-olah Edgar bersikap layaknya suami yang sedang meminta izin pada istrinya? Lalu apa posisi Liliana di sini?

Yah, walaupun dosennya itu tidak pernah mengungkapkan kata cinta atau meresmikan hubungan mereka menjadi sepasang kekasih, tetapi Edgar selalu memperlakukan dirinya lebih dari orang lain, terutama dari kalangan perempuan.

Bukankah hal tersebut sudah menegaskan posisi Liliana sebagai pemilik hati pria itu dan calon utama pendampingnya kelak?

Liliana keluar kediaman Mahawira bersama Edgar dengan hati berantakan. Padahal tujuan utamanya ikut menyambut kepulangan Kaluna adalah membuat wanita itu kembali meradang dan melukainya, atau sekedar mencacimakinya di hadapan Edgar.

Liliana ingin Edgar semakin membenci dan menjauh dari Kaluna sejauh-jauhnya. Tapi, lihat saja tadi, Kaluna bahkan tidak terpengaruh oleh provokasinya sama sekali. Bahkan, Kaluna bersikap seolah-olah keberadaan Liliana tidak ada di sana, ia benar-benar diacuhkan!

Bukan tanpa alasan jika Liliana tidak menyukai Kaluna. Yah, perempuan mana yang tahan untuk tidak membenci orang dengan kelakuan seperti Kaluna?

Wanita itu sering sekali merendahkannya, terkait statusnya yang masih menjadi mahasiswi, juga status sosialnya yang tidak berasal dari keluarga kaya.

Meski tidak pernah melukai Liliana secara langsung dengan kedua tangannya, Kaluna pandai menggiring orang lain untuk melakukan tindakan itu.

Dalam pandangan orang-orang, Kaluna adalah sosok paling tepat untuk mendampingi Edgar yang nyaris tanpa cela.

Sedangkan Liliana bahkan dianggap tidak sampai selevel di bawah Kaluna, semua orang menganggapnya jauh lebih rendah dari itu.

Kedekatan Liliana dan Edgar memang tidak disembunyikan, tapi tidak juga diumbar untuk jadi konsumsi publik.

Teman-teman kampusnya juga tidak merundung Liliana secara terang-terangan, mereka semua bermain dengan cara ‘halus’, dan Liliana yakin semua itu karena hasutan dari perempuan iblis bernama Kaluna.

Setiap kali Liliana terluka karena ‘tidak sengaja’ tersandung kaki temannya, ‘tidak sengaja’ ketumpahan kuah bakso di kantin jurusan, ‘tidak sengaja’ terkunci di kamar mandi, dan banyak kejadian ‘tidak sengaja’ lainnya, gadis itu pasti akan menemui Edgar dengan wajah banjir air mata.

Selanjutnya, sudah dipastikan, Edgar akan menemui Kaluna untuk memberi teguran dan peringatan, karena Liliana selalu yakin jika otak di balik musibah yang selalu menimpanya berasal dari wanita ular itu.

Tunggu saja sampai Edgar melamar dan menikahinya, hal pertama yang akan Liliana lakukan adalah mengusir Kaluna dari rumah utama keluarga Mahawira.

Liliana sudah tidak sabar menunggu saat-saat itu terjadi dan menyaksikan ketidakberdayaan Kaluna di bawah kakinya.

*** 

Licoriece Vin

Halo, teman-teman! Salam kenal, saya Vin, dan ini cerita pertama saya yang berani saya tayangkan di sini. Sejauh ini, semoga kalian bisa menikmati perjalanan awal Kaluna di dunia baru ini, ya. Terima kasih sudah mau tinggal untuk membaca. Mohon dimaklumi kalau sampai sekarang masih banyak narasi yang muncul daripada dialog antartokoh. Saya sedang mencoba menjelaskan situasi Kaluna dan belum menunjukkan interaksi para tokoh. Saya masih banyak belajar, dan akan dengan senang hati menerima masukan dari teman-teman semua ^^ Salam, Vin

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status