Share

BAB 4

Penulis: Licoriece Vin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-14 12:50:45

Note: Penyebutan tokoh Kalyna sekarang telah berubah menjadi Kaluna.

Kaluna melirik Edgar dan Liliana yang kini duduk di kursi samping ranjang. Kursi itu memang cukup panjang dan muat untuk diduduki dua orang. Tapi karena postur tubuh Edgar cukup kekar, mereka tampak duduk menempel layaknya perangko dan kertas, rapat sekali.

Kaluna tidak bisa mengelak bahwa pemandangan di sampingnya sedikit membuat jengah.

Please deh, itu di sisi ranjang seberang masih ada satu kursi single satu. Kenapa pula dua-duanya harus duduk di sana.

Kaluna melemparkan pandangan tidak nyaman pada kedekatan Edgar dan Liliana.

Meskipun jiwanya telah berganti, tapi sepertinya perasaan jiwa Kaluna yang asli masih banyak tertinggal, itu mengapa ia merasa tidak senang dengan kedekatan keduanya.

Edgar sepertinya menyadari tatapan Kaluna dan memutuskan untuk pindah ke kursi di sisi lain ranjang. Mengamati ekspresi wajah Kaluna yang berangsur tenang, Edgar mulai berbicara.

“Lili bilang ingin menjengukmu, jadi kubawa dia ke sini selepas kelasnya selesai,” katanya tenang.

Alih-alih menanggapi perkataan Edgar, Kaluna menatap wajah gugup Liliana di sisi kirinya. Tangan gadis itu meremas-remas gagang keranjang buah yang dibawanya sambil sesekali mencuri pandang.

“Em, anu… Kak Luna, ini aku bawa buah-buahan buat Kakak,” Liliana menyodorkan keranjang buah itu.

“Aku pilih sendiri semua buahnya, soalnya aku tau Kak Luna nggak suka makan buah yang nggak bagus atau berkualitas. Tapi maaf, ya Kak, kalau buahnya nggak sesuai selera Kakak, aku cuma bisa beli di toko buah kecil pinggir jalan tadi, bukan di supermarket.”

Ya? Gimana-gimana? Ini anak ngomong apa, sih?

Kaluna masih menatap Liliana, kali ini dengan pandangan heran. Dibiarkannya tangan gadis itu menggantung membawa keranjang buah yang berat.

Edgar yang melihatnya hanya menghela napas dan mengambil alih keranjang buah Liliana untuk diletakkan di meja nakas samping ranjang.

“Kamu harus belajar menghargai apa yang telah diberikan orang lain, Luna,” ujarnya setelah menghela nafas.

“Apalagi Liliana sudah susah payah memilihkannya untukmu,” lanjutnya.

Kaluna makin dibuat heran, perasaan dari tadi dirinya diam saja, kenapa jadi seolah-olah ia habis melakukan kesalahan?

Kaluna menatap Liliana dan Edgar bergantian. Sesungguhnya ia merasa sangat canggung karena baginya ini pertama kali mereka bertiga bertatap muka dan berbincang. Kaluna tidak tahu harus menunjukkan sikap seperti apa.

Kalau sekarang Kaluna asli yang ada di sini, mungkin perempuan itu sudah mengamuk dan mengusir Liliana. Tapi ini Kalyna, ia tidak merasakan dorongan untuk melakukan hal-hal jahat pada mahasiswi Edgar itu.

“Sejak kapan mereka tertidur?” suara Edgar lagi-lagi memecah keheningan karena Kaluna tetap pada sikap diamnya.

“Kayaknya udah dari satu jam yang lalu,” kali ini Kaluna menjawab dengan suaranya yang setipis tisu.

Sepertinya ia butuh minum, tadi dirinya berbincang cukup banyak dengan Damian dan sekarang kerongkongannya baru terasa kering.

Sebelum Kaluna meraih gelas yang tersedia di atas nakas, Edgar mendahuluinya, mengisi gelas kosong itu sampai setengah penuh dan memberikannya pada Kaluna. Setelah menggumamkan terima kasih Kaluna meminum air putih di gelas sampai habis dan meletakkannya kembali di meja nakas.

Ya Tuhan, ini super canggung! Tolong siapa pun, datang dan alihkan perhatian mereka dari aku. Dokter Rahadiii… di mana dirimuuu.

Kaluna benar-benar mati kutu saat tidak ada yang memulai percakapan di antara mereka bertiga. Semua orang hanya saling menatap dan melirik satu sama lain.

Cari topik, Kaluna, cari topik! Ayolah, apa yang bisa kubicarakan? Harga saham? Galeri seni?

Di tengah dialog batinnya, mata Kaluna menangkap pergerakan Lavanya yang mulai terbangun dari tidurnya. Gadis kecil itu terduduk dengan wajah mengantuk, kepalanya menoleh berkeliling ruangan. Tak lama ia mulai merengek saat melihat sosok familiar yang tak jauh dari tempat tidur.

“Papaaa,” Lavanya turun dari ranjang dan berjalan sempoyongan menuju sang Papa. Edgar yang mengetahui anaknya sudah bangun membalikkan badan untuk menyambut Lavanya dalam gendongan.

Gadis kecil itu menyandarkan kepalanya sejenak pada pundak papanya sebelum kemudian memandang wajah Kaluna yang juga menatapnya penuh terima kasih.

“Mamiii, peyuk,” Lavanya mulai meronta dari gendongan Edgar, meminta untuk diturunkan pada pangkuan Kaluna.

“Mamiii,” ia mulai menjerit kecil saat dirasa Edgar tidak akan menuruti kemauannya.

“Adek, Mami masih sakit, belum bisa peluk-peluk sekarang,” Edgar mulai kewalahan dengan sang anak yang terus memberontak ingin turun.

Merasa kasihan melihat wajah Lavanya yang mulai memerah dan siap menangis, Kaluna mengulurkan tangan kirinya yang tidak diinfus.

“Nggak apa, kalau peluk di sebelah kiri ini aku masih bisa. Sini, Adek,” katanya.

Edgar menyerah dan menurunkan Lavanya di sisi sebelah kiri Kaluna. Anaknya itu langsung mendusel pada badan Kaluna dengan nyaman dan mendapat usapan lembut di kepalanya. Kaluna sedikit membungkuk untuk mengecup puncak kepala Lavanya dan anak itu semakin mengeratkan pelukannya.

“Abang juga mau peluk Mami, Pa,” Damian tiba-tiba saja sudah berada di samping Edgar, menatap Kaluna dan Lavanya yang sedang berpelukan penuh harap.

Hendak melarang, tapi Edgar melihat anaknya begitu rindu pada Kaluna, ia tertegun selama beberapa saat. Apakah anak-anaknya selalu sedekat ini dengan Kaluna?

“Sini, Abang juga peluk Mami dari sini,” Kaluna merentangkan tangan kirinya, membuat Damian bergegas pergi ke sisi kiri ranjang. Lili yang menempati kursi di sisi itu terpaksa berdiri dan mundur beberapa langkah agar Damian memiliki ruang untuk lewat.

Damian dengan gembira masuk dalam rangkulan Kaluna, badannya yang belum begitu tinggi merapat ke pinggir ranjang, mencoba memeluk Kaluna dan adiknya sebisa mungkin. Ia bisa merasakan kepalanya yang diusap dan dikecup lembut, membuatnya seketika begitu nyaman.

Di lain sisi, Liliana melihat pemandangan itu dengan sorot iri. Wajah cantiknya yang semula memancarkan aura lembut dan lugu seketika berubah datar dan dingin. Tangannya meremas rok dengan kuat, dan semua itu tertangkap dalam pandangan Kaluna.

Sementara itu, Edgar melihat anak-anaknya yang memeluk Kaluna dengan perasaan gamang. Pria itu baru mengetahui jika anak lelakinya memiliki sisi manja yang ditunjukkan di depan Kaluna.

Sejauh ini, Damian tidak pernah meminta untuk dipeluk oleh orang lain, pada dirinya, pengasuhnya, atau pada Liliana sekalipun. Padahal Edgar menganggap Liliana dan anak-anaknya cukup akrab karena gadis itu tak jarang mengunjungi rumahnya.

Dan lagi, Edgar tidak menyangka jika Kaluna dapat menunjukkan wajah selembut itu. Wajah yang penuh kasih sayang tulus dan keteduhan. Sama seperti… wajah Elvina.

Selesai dengan acara berpelukan, Edgar mengantar Liliana untuk pulang. Ia juga memesankan anak-anaknya beberapa jenis makanan karena hari sudah mulai petang.

Kaluna menghabiskan sorenya untuk menemani Damian dan Lavanya memakan makan malam sambil mendengarkan cerita mereka selama dirinya dirawat di rumah sakit. Pukul tujuh malam, dua orang pengasuh Damian dan Lavanya datang untuk menjemput mereka.

Selepas itu, Kaluna langsung terlelap karena merasa begitu kelelahan. Banyak hal yang terjadi padanya hari ini, otaknya tidak berhenti berpikir keras sejak tadi siang, belum lagi kedatangan Edgar bersama Liliana yang membuatnya tidak nyaman.

Saat tidur, Kaluna merasa tenggelam pada mimpinya dengan begitu dalam, sampai-sampai tidak menyadari bahwa seseorang kembali mengunjungi kamar inapnya dan mengamati wajahnya dalam diam nyaris semalaman.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Antagonis   EPILOG

    "Abang, Kak Lava, tolong bantu Arlo cari sepatu yang udah Mami siapin kemarin, ya. Mami mau urus Adek Sean dulu," Kaluna melongok ke ruang bersantai di lantai dua tempat Damian dan Lavanya berada."Okay, Mam," Damian meninggalkan tabletnya di atas sofa dan menarik tangan Lavanya yang masih asyik menonton tayangan televisi di depan."Abang! Nanggung ini, bentar lagi selesai acaranya!" Lavanya bersungut, berusaha menarik tangannya dari tarikan Damian."Mami udah capek-capek ke sini buat minta tolong, lho, Va," Damian tetap tidak melepaskan tangan sang adik dan semakin berusaha menariknya, meski tidak kuat. "Ayo, ah. Itu tontonan besok juga bisa diulang lagi."Akhirnya dengan ogah-ogahan Lavanya bangkit dari posisi nyamannya dan mengikuti sang abang menuju kamar adik mereka di lantai yang sama."Arlooo," Lavanya memanggil saat Damian membuka pintu kamar Arlo di samping kamar orang tua mereka.Tampak seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang sudah rapi dengan setelan tuxedo-nya sedan

  • Terjerat Pesona Antagonis   BAB 85

    "Kau yakin tidak ingin tinggal di sini saja, Dear?" Benedict menatap Kaluna penuh harapan.Sudah beberapa hari berlalu sejak lamaran tidak romantis Edgar pada Kaluna. Setelah itu mereka berdiskusi dengan serius tentang rencana kepulangan Kaluna dan anak-anak. Sebagai seseorang yang paling memahami tentang kondisi Damian juga Lavanya, Kaluna mengajukan beberapa pertimbangan pada Edgar.Meski selama satu tahun ini terapi Damian dan Lavanya berjalan baik di tangan Luca, tapi tidak menutup kemungkinan trauma mereka dapat muncul kembali saat dihadapkan dengan situasi atau lokasi tertentu. Seperti kolam renang di rumah mereka misalnya.Kaluna tidak ingin kepulangan mereka berbalik menjadi hal yang menyulitkan bagi Damian maupun Lavanya. Dengan segala kekhawatiran tersebut, Kaluna jadi banyak berpikir ulang tentang kembalinya mereka.Di tengah dilemma yang melanda, Edgar menggenggam kedua tangan Kaluna dan meyakinkan wanita itu, bahwa semua akan baik-baik saja. Edgar berjanji akan mengurus s

  • Terjerat Pesona Antagonis   BAB 84

    Langit sudah gelap meski jam dinding masih menunjuk pada pukul setengah lima petang. Udara di luar menjadi jauh lebih dingin dari siang tadi. Rumah Kaluna sudah temaram, suasana yang sebelumnya ramai kini berubah tenang.Di kamar utama, Damian juga Lavanya sudah lelap dalam tidur. Bergelung nyaman di balik selimut tebal yang membungkus tubuh keduanya. Sisa hari ini mereka habiskan untuk bermain, bercerita, dan menempel pada sang papa.Selepas menghabiskan makan malam yang Kaluna berikan lebih awal, rasa kantuk langsung menyergap dua anak tersebut dengan cepat. Alhasil, Damian dan Lavanya tidur tiga jam lebih awal dari biasanya.Berbeda dengan suasana kamar yang sudah gelap dan sunyi, lampu di dapur masih menyala terang. Di sana tampak Kaluna yang sedang memasak makan malam sederhana, ditemani Edgar yang betah berlama-lama menatap punggung sang wanita dari kursipantry.Makan malam Damian dan Lavanya tadi hanyalah sisa dari menu makan s

  • Terjerat Pesona Antagonis   BAB 83

    Udara di luar semakin dingin, Damian dan Lavanya sudah berhenti bermain salju sejak beberapa menit yang lalu. Keduanya kini bergabung dengan Luca yang menggantikan Kaluna untuk mengawasi mereka bermain."Kenapa Uncle kemari?" tanya Damian dengan nada kesal setelah menyesap cokelat hangat dari tumblr miliknya."Kenapa? Tentu saja karena aku merindukan kalian," Luca menebar senyuman ramahnya. "Teganya kalian berlibur tanpa mengajakku ikut serta," sambungnya pura-pura merajuk.Damian langsung mengernyitkan dahinya mendengar gaya bicara Luca yang diimut-imutkan. Ekspresi tidak senang kentara sekali terlihat di wajahnya."Kalau Uncle ikut, semuanya jadi nggak seru. Iya, kan, Dek? No Uncle, more fun, right?" Damian menole pada Lavanya, meminta dukungan sang adik.Dan tentunya Lavanya langsung mengangguk setuju tanpa berpikir lebih lama. "No Uncle, more fun!" sahutnya dengan senyuman lebar.Luca seketika mencebik. Susah sekali mengambil dua hati anak itu."Mami mana? Kenapa tidak kembali-kem

  • Terjerat Pesona Antagonis   BAB 82

    Mulut Kaluna terbuka sebelum akhirnya tertutup kembali. Ia terlalu terkejut dengan keberadaan Edgar di balik pintu rumahnya. Kaluna tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.Tidak. Lebih tepatnya, Kaluna bingung harus mengatakan apa pada Edgar.Buongiorno? Halo? Lama tak jumpa?Semuanya tidak ada yang terasa tepat. Terlebih dengan adanya masalah yang belum juga selesai di antara keduanya.Jadi, Kaluna hanya diam, memandangi wajah Edgar lurus-lurus. Pria itu tampak lebih kurus dari terakhir kali Kaluna mengingatnya. Gurat letih tampak jelas di garis-garis wajahnya. Kaluna juga dapat melihat dengan jelas kantung mata Edgar yang menghitam juga tebal.Edgar bahkan membiarkan rambut-rambut tumbuh di sekitar mulut dan dagunya. Pria itu sekarang memiliki brewok tipis yang entah mengapa membuatnya tampak berkali lipat lebih berkharisma.Kaluna buru-buru mengerjap dan berdehem, mengalihkan pandangannya dari wajah Edgar yang masih dipenuhi sen

  • Terjerat Pesona Antagonis   BAB 81

    Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu oleh Edgar akhirnya tiba.Pagi tadi, James memberi kabar kalau Benedict akan kembali dan tiba di kediaman sore ini. Jadi begitu mobil pria tua tersebut memasuki halaman, Edgar sudah berdiri di samping James, siap menyambut kedatangan Benedict di teras."Oho! Lihat siapa yang menyambutku di sini!" sahut Benedict terkesan, begitu dirinya keluar dari mobil dan mendapati putranya bersandar di pilar teras dengan kedua tangan bersedekap di dada."You've really tested my patience these past few days," Edgar menyorot Benedict dengan tatapan tidak bersahabat.Benedict hanya tertawa sambil menepuk-nepuk pundak sang anak, lalu dirinya melenggang masuk begitu saja. Edgar menghembuskan napas lelah sebelum menyusul sang ayah ke dalam."Di mana Kaluna sama anak-anak saya?" tanya Edgar tidak sabar."Seriously, Son?" masih tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar utama, Benedict menanggapi sang ana

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status