Dalam perjalanan, Sarah tak bisa menahan rasa gelisahnya. Meski percakapan dengan Adit tadi sempat mencairkan suasana, bayang-bayang kejadian di villa itu masih terngiang di benaknya. Anehnya, kecanggungan yang tadi begitu terasa kini perlahan memudar. Sarah merasa Adit jauh lebih santai dan dewasa dibandingkan sebelumnya.Ada sisi dari dirinya yang mulai melihat Adit bukan lagi sebagai teman anaknya yang iseng, melainkan seseorang yang bisa diandalkan dalam situasi mendesak seperti ini.Tak butuh waktu lama, mereka sampai di kosan Adit. Bangunan kos sederhana dengan halaman kecil di depannya itu terlihat sepi. Adit memarkir motornya di depan pagar dan langsung bergegas membuka gerbang kecil. Sarah mengikutinya masuk.Adit membuka pintu kosannya yang sederhana, dan mengisyaratkan Sarah untuk masuk. “Aku ngekos berdua sama Tigar, Tante, biar lebih hemat,” katanya dengan nada biasa sambil mengeluarkan kunci dari sakunya. Sarah hanya mengangguk-angguk, matanya mengamati sekitar.Begitu A
Adit dan Sarah melaju dengan cepat di atas motor sport, meninggalkan villa di belakang mereka. Angin perbukitan yang sejuk berhembus kencang, namun Sarah tak bisa menikmati pemandangan indah di sepanjang jalan.Pikirannya hanya tertuju pada satu hal, rapat penting yang akan diadakan pukul dua siang nanti dengan CEO dan Direktur MOANA Movie.Ia harus memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. MIMPI MEDIA sangat membutuhkan kesepakatan kerja sama ini untuk bisa bertahan di industri yang kini didominasi oleh aplikasi baca novel online.Krisis yang dialami perusahaan semakin parah sejak platform digital mulai merajai pasar, dan proyek aplikasi baru, DREAMS BOOKS, adalah harapan terakhir mereka.Sarah memegang erat jaket dan pinggang Adit yang sedang fokus mengemudi. Adit, meski sudah terbiasa mengendarai motor sport dengan kecepatan tinggi, ikut merasakan tekanan dan kecemasan Sarah yang semakin nyata."Kamu baik-baik aja, Tante?" tanya Adit, suaranya sedikit teredam oleh angin yang b
Keheningan villa itu terus berlanjut hingga suara dering ponsel memecah ketenangan.“Drrt! Drrt!” Dering ponsel terus bergetar, membuat Sarah terlonjak dari tempat tidur. Ia langsung bangkit dengan wajah panik, menyadari bahwa ponselnya tertinggal di ruangan sebelumnya.“Adit!” teriak Sarah, memanggil Adit yang masih berada di ruangan lain. “Adit, tolong ambilin ponsel Tante! Di ruangan tadi!”Adit, yang juga tersentak dari tidurnya akibat suara Sarah, langsung terbangun dengan mata masih setengah mengantuk. “Apa, Tante? Ada apa?” tanyanya gugup.“Ponsel Tante! Ambilin di meja ruang tamu!” Sarah berteriak dari dalam kamarnya. Suaranya tegas dan terdengar mendesak.Adit yang masih bingung dan setengah sadar langsung melompat dari sofa dan mulai mencari ponsel Sarah. Deringnya semakin keras, dan akhirnya ia menemukan ponsel tersebut tergeletak di atas meja ruang tamu. Ia buru-buru mengambilnya dan berjalan cepat menuju kamar Sarah.Sesampainya di depan pintu kamar, Adit mengetuk pelan.
Adit masih diam bak patung dengan muka menatap lurus ke arah Sarah tanpa berkedip.Ia memang pemuda iseng yang sok-sokan menggoda wanita dewasa seperti Sarah. Tapi sebetulnya di balik itu semua, ia hanya sosok pemuda ciut yang kalau ditantang balik oleh ceweknya malah balik jadi kisut.Apa lagi sebetulnya Adit bukan pemuda yang berpengalaman dengan banyak perempuan. Ia dulu hanya dua kali pacaran saat SMA. Itu pun hanya pacaran cinta monyet yang berlangsung hanya sebentar. Hitungan pertiga bulan pasti hubungan pacarannya sudah mulai goyah dan kemudian putus.Dan poin yang membuat Adit sangat gugup ketika Sarah malah balik menantangnya adalah karena sebetulnya ia masih perjaka. Jangankan begituan sama seorang perempuan, ciuman saja dia jarang-jarang.Dia cuma jago membual di depan teman-teman tongkrongannya kalau ia adalah seorang playboy. Tapi nyatanya hanya seorang zero.Ditantang balik oleh Sarah yang sudah membuka kemeja kerjanya saja kini sudah membuatnya gemetaran.Adit duduk di
“Eh, Tante. Kenapa kita tidak coba pijat bahu kamu? Biar kamu lebih rileks. Nanti kalau aku pijat kaki Tante, takutnya malah tambah parah,” ujarnya sambil tersenyum.Sarah mengangguk, merasa ide itu cukup menarik. “Oke, boleh juga. Pijat bahu, bukan kaki ya,” jawabnya dengan nada ringan.Adit, dengan senyum percaya diri, mulai memijat bahu Sarah. Tangan kuatnya menekan lembut area yang tegang di tengkuk dan bahu wanita itu. Suara desahan kecil mulai terdengar dari mulut Sarah, mengindikasikan bahwa pijatan Adit memberikan rasa nyaman.“Wah, enak sekali, Dit,” ucap Sarah sambil menutup matanya. Adit merasa bangga mendengar pujian itu.Sementara Adit terus memijat dengan perlahan, Sarah merasa lebih santai dan nyaman. Tanpa sadar, ia melepas blazer formalnya, hanya tersisa kemeja lengan panjang berwarna toska hijau muda yang menempel di tubuhnya. Dua kancing teratas dibiarkan terbuka, memberikan Adit pemandangan yang tak terduga.Ketika Adit menunduk, melihat ke arah Sarah, ia mendapati
Walau hanya saling menatap dalam hitungan detik. Tatapan yang amat lekat itu seolah langsung menusuk jantung.Adit kembali memalingkan mukanya. Menatap fokus ke arah jalanan di depannya. ‘Bodo amat ah, tadi beneran aku keknya gak salah denger, Sarah minta aku mampir ke bukit Yosan dan chek in di villanya,’ katanya berbicara pada diri sendiri di dalam hati.‘Yaudahlah, mampir aja ke Bukit Yosan,’ lanjutnya membatin. Di dalam kepalanya perlahan tapi pasti sudah mulai penuh dengan pikiran kotor. 'Mimpi apa aku semalem, bisa untung begini ....'***Dalam hitungan tiga puluh lima menit dengan kecepatan bak superman, motor Adit sudah memasuki kawasan Bukit Yosan, sebuah tempat yang terkenal sebagai "Bukit Cinta" di kalangan muda-mudi. Hawa dingin mulai terasa menusuk, membawa kesegaran khas daerah pegunungan.Bukit ini menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan dengan hamparan hijau, dikelilingi pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi. Di sepanjang bukit, berderet villa-villa yang tampak