Share

Bab. 45

Penulis: Layli Dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-02 23:50:41

Yara gelagapan, Elvaro juga menunjukkan ketegangan di sana. Tidak menyangka, kalu Arunika akan memilih datang daripada istirahat. Bukankah tadi gadis itu yang selalu mengeluh saat macet tadi yang tidak sampai-sampai.

“Ya, Run!” Yara memilih berteriak. Ia juga tak berani buka pintu, takut tiba-tiba sahabatnya itu nyelonong masuk begitu saja.

“Yar, ayo turun! Waktunya makan siang!”

Yara menoleh pada Elvaro. Menelan salivanya dengan cepat. Duda tampan itu memberikan anggukan kecil. “Bentar, Run! Aku ganti baju dulu! Duluan saja.”

“Oke!”

Yara mengurut dada, lega. Setidaknya Arunika tidak memintanya untuk membuka pintu.

Yara buru-buru menarik lengan Elvaro, membuka pintu sedikit untuk memastikan Arunika sudah turun ke bawah. Setelah yakin, ia menutupnya kembali.

“Mas, kamu harus keluar sekarang. Aku mau ganti baju, nanti aku nyusul,” katanya terburu-buru, suaranya nyaris berbisik.

Elvaro malah terkekeh pelan. “Kamu tegang banget, kenapa?”

“Mas, aku serius,” desis Yara panik. “Kalau mereka
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 71

    Ruang makan rumah Yara malam itu terasa lebih hangat dari biasanya. Lampu gantung menyala lembut, aroma rendang dan sup hangat menyebar dari dapur, dan suara gelak tawa Deva mengalun pelan dari kursi ujung meja.Yara turun dari lantai dua, sudah berganti pakaian—blouse pastel sederhana dan jeans bersih. Tapi, tangan dan dadanya dingin.Karena tamu yang akan datang bukan tamu sembarangan.Tak lama, suara mobil berhenti di depan rumah.Arunika masuk duluan.“Om, Tante!” serunya ceria. Lalu menyerahkan parcel buah pada Deva.“Pake segala repot-repot,” ucap Deva menerima buah tangan dari Arunika.“Gak repot, kok.”Elvaro berdiri dengan tenang, menerima jabatan tangan Shandy.“Pake bawa buah tangan segala,” ucap Shandy.Elvaro mengedarkan pandangan.Dengan kemeja hitam yang digulung di lengan, aroma parfumnya ikut menyelinap masuk seperti suatu bentuk intimidasi pribadi.Tatapan Yara dan Elvaro beradu sepersekian detik.Cukup.Pusat gempa terjadi di perut Yara.“Pak Elvaro, silakan masuk,”

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 70

    Pagi itu rumah Yara terasa lebih riuh dari biasanya. Meysa sudah sibuk mondar-mandir sambil membawa kamera, sementara Deva berkali-kali mengecek dasinya di cermin. Shandy… sudah siap dari jam enam, padahal wisuda baru mulai jam sembilan.Yara turun dari tangga dengan kebaya pastel lembut yang sudah diperbaiki ukurannya. Bagian dada masih terasa sedikit pres, tapi setidaknya ia bisa bernapas normal sekarang.“Kak Yara, cantik banget,” komentar Meysa sambil memotret tanpa izin.“Udah, ah. Malu,” Yara meringis, merapikan selendangnya.Shandy tersenyum bangga. “Anak Papa makin besar, makin mirip Mamanya.”Ucapan itu membuat Yara terdiam sejenak. Ada rasa hangat sekaligus ngilu di dada, tapi ia tersenyum. “Ayo, Pa. Nanti telat.”Semua bersiap menuju mobil. Yara masih deg-degan. Tangannya terus saling meremas.“Pa, cepetan dikit,” pinta Deva yang justru tidak sabar.“Iya. Sabar, gak bakal macet kok, tenang.”---Area kampus sudah penuh orang. Bunga, boneka beruang, balon, dan pita warna war

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 69

    jalan pulang, Elvaro berubah jadi ABG ngambek—diam, tatapannya lurus ke depan, tangan di setir tapi rahangnya mengeras. Dari samping, Yara melirik, menahan senyum melihat betapa jelas mood swing itu terpampang di wajah kekasihnya sendiri.“Mas… jangan diam gitu dong,” ucap Yara pelan, mencoba menggoyang lengan Elvaro.Elvaro cuma menghela napas pendek. “Kita baru mau mulai yang enak, tiba-tiba Papa kamu telepon.”Yara nyengir kecil. “Namanya juga mau ada acara, Mas. Papa manggil ya harus pulang.”Tak ada respons. Elvaro tetap pura-pura fokus pada jalan, padahal telinganya jelas mendengarkan.Saat mobil berhenti di lampu merah, Yara mengambil kesempatan. Ia bersandar lebih dekat, tangan kecilnya menyentuh rahang Elvaro yang tegang.“Mas,” bisiknya.Elvaro menoleh sedikit, alis terangkat.Yara langsung mencium bibirnya duluan—cepat, lembut, tapi cukup bikin Elvaro terdiam beberapa detik. Saat Yara menjauh lagi, wajahnya memerah.“Biar Mas nggak ngambek,” katanya malu-malu.Elvaro menge

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 68

    Yara bangkit dari sofa, nyaris menjatuhkan minumannya saking gugup. Ia berjalan pelan, seperti orang yang sedang memasuki museum penuh barang mahal yang tidak boleh disentuh.“Mas… ini seriusan milik kamu? Atau kamu cuma… apa ini properti kantor? Atau punya temanmu? Jangan bilang kamu sewa, ya? Mas, jawab dulu!”Elvaro bersandar di sandaran sofa, satu tangan terlipat di dada, ekspresi puas melihat kekasihnya kebingungan setengah mati.“Yara, kalo ini sewa, mas gak bakal hapal sandinya.”Yara melotot. “Kamu Hapal!? Kamu beli!? Mas… kamu BENARAN beli!?”Ia langsung berkeliling ke area ruang tamu, melihat karpet, TV besar yang masih terbungkus plastik setengah, bahkan aromanya masih aroma furniture baru.Langkah Yara memelan ketika ia mencapai area dapur. Dapur itu… mewah.Me-waah.Ada kompor induksi yang mengkilap, kulkas besar dua pintu, dan meja island putih marmer yang membuat Yara ingin menangis karena ini terlalu “kehidupan orang kaya”.“Mas…” suaranya lirih tapi penuh panik, “ini

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 67

    Lift berhenti dengan bunyi ting lembut ketika mencapai lantai 12. Elvaro berjalan lebih dulu, sementara Yara mengikutinya dengan langkah gugup, matanya menelusuri lorong apartemen yang sunyi dan masih berbau cat baru.Jantungnya makin kencang.“Mas… ini lantai berapa sih?” Yara menoleh ke tanda angka digital di dinding.“Dua belas?” gumamnya sendiri.Elvaro tidak menjawab. Ia hanya menggenggam tangan Yara lebih erat, seolah takut gadis itu kabur ketika mengetahui sesuatu. Yara menelan ludah—semakin tidak paham.Kenapa harus genggam tangan seerat itu?Kenapa semakin dekat mereka ke ujung lorong, langkah Elvaro makin mantap?Dan kenapa Yara merasa seperti sedang dibawa ke plot twist hidupnya?Elvaro berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna hitam matte, sangat berbeda dari pintu-pintu lain yang cenderung biasa saja. Yara memicing curiga.“Mas… ini rumahnya siapa?”Tetap tidak ada jawaban.Yang ada, Elvaro merogoh sakunya, mengambil kartu akses, lalu menempelkan kartu itu ke panel pi

  • Terjerat Pesona Papa Temanku   Bab. 66

    Yara duduk di bangku makan, sengaja memilih posisi agak jauh dari Elvaro. Bukan karena benci, tapi karena… ya ampun, dekat dengan pria itu benar-benar bikin deg-degan setengah mati. Bukannya ia takut, lebih ke… takut ketahuan. Sikap Elvaro yang belakangan makin berani itu membuat Yara harus ekstra hati-hati—apalagi ada Arunika di rumah."Papa sama Yara gak lagi ngerencanain sesuatu buat aku, kan?" tanya Arunika sambil menaruh kotak sepatunya di meja. Nada curiganya samar, tapi cukup bikin Yara refleks menoleh cepat.Untungnya, Arunika hanya berpikir mereka sedang merencanakan semacam kejutan atau hal remeh lainnya—bukan mengenai hubungan rahasia mereka. Mendengar itu, Yara merasa seluruh tubuhnya sedikit rileks."Emang kenapa? Ini bukan bulan April," sahut Yara, mencoba terdengar santai sambil menuang air dingin ke dalam gelas."Eh, ya juga…" Arunika menggaruk kepala. "Kebayamu udah dicoba?"Yara mengangguk cepat."Agak kekecilan, terlalu press. Apa lagi di bagian—" Yara berhenti, mel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status