“Duh, gimana ya? Papa bekuin semua rekeningku. Terus gimana aku bisa kasih hadiah buat Runi?” Yara mondar-mandir di kamar, menggigit ujung kukunya. “Lagian, aku juga gak bisa terus-terusan tinggal di sini. Nanti dikira numpang hidup.”Yara benar-benar gelisah. Ia yang semula berdiri, duduk, lalu berdiri lagi. “Ah, aku pusing, mana belum nemu kerjaan.”Klek.Pintu kamar mandi terbuka. Arunika keluar dengan rambut masih basah, melirik wajah sahabatnya. “Mukamu tegang banget. Kaya ketahuan abis—”“Apaan, sih! Orang kaget doang,” sahut Yara cepat, lalu meraih gelas kosong di meja. “Aku mau ngadem dulu, pening mikirin revisian.”Arunika cuma angguk, menyalakan TV. Sementara itu, Yara terbelalak ketika matanya menangkap sosok Elvaro yang sudah duduk di ruang tengah. Di hadapannya terbentang gambar rancangan gedung, kertas berserakan.“Om… lembur, ya?” Yara memberanikan diri mendekat.Elvaro mengangkat kepala, wajahnya lelah. “Iya. Harus bikin laporan tertulis juga buat proposal. Kamu kan ja
Terakhir Diperbarui : 2025-10-03 Baca selengkapnya