"Aaah …" teriak Charlotte.
Bersamaan dengan itu Malvin berusaha menarik badan Charlotte ke dalam pelukannya. Namun, keseimbangan Malvin juga tidak kuat akhirnya mereka tercebur sama-sama ke dalam kolam renang yang penuh dengan kelopak mawar merah dan pink.Charlotte melingkarkan tangannya di leher Malvin untuk berpegangan. Sementara Malvin memegang pinggang Charlotte.Mereka saling berhadapan dan berpandangan satu sama lain. Malvin menatap wajah Charlotte lekat-lekat dalam jarak yang sangat dekat.Wajah Charlotte yang basah oleh air tampak begitu menarik bagi Malvin. Malvin memandang Charlotte sambil diam, Charlotte juga diam karena masih terkejut dengan kejadian yang baru saja menimpa mereka ia juga merasa salah tingkah karena dipandangi Malvin dalam jarak yang sangat dekat.Entah mengapa suasana berubah menjadi tegang. Detak jantung Malvin maupun Charlotte menjadi sangat cepat sampai-sampai mereka merasa detak jantung itu terdengar"Kamu mau pulang?" tanya Charlotte pada Malvin yang telah memutus sambungan telepon. "Iya, aku harus segera pulang. Ada masalah di pekerjaan," jawab Malvin."Apa tidak bisa diselesaikan asistenmu?" tanya Charlotte lagi. "Tidak, ini sudah masalah yang sangat fatal. Pihak klien meminta aku sendiri yang datang.""Lalu aku bagaimana?" tanya Charlotte dengan nada sedih. "Maaf, kamu boleh disini dulu atau mau jalan-jalan sebelum aku pulang?" tanya Malvin berusaha menghibur Charlotte. "Kalau kamu pulang mendingan aku ikut pulang juga. Aku bosan kalau tidak ada temannya disini," jawab Charlotte. "Baiklah, aku minta asistenku memesan dua tiket untuk pulang.Malvin mengambil handuk yang ada di ujung ranjang dan melingkarkan ke tempat tubuhnya bagian bawah, lalu ia berjalan menuju kamar mandi. Sementara itu, saat Malvin sudah masuk ke kamar mandi Charlotte mengambil handuk kimono yang ada di ujung ranjang.Ch
"Hugo!"Brak … brak … brak …"Hugo, cepat buka pintunya!" Charlotte menggedor pintu kamar hotel sambil berteriak memanggil nama suaminya. Orang-orang yang berjalan di sekitaran kamar tersebut terkejut mendengar suara pintu digedor dengan keras dan melihat Charlotte dengan tatapan aneh. Sambil berjalan mereka tampak berbisik membicarakan apa yang dilakukan Charlotte. Sedangkan Charlotte meski melihat dan mendengar apa yang mereka lakukan tampak tidak peduli dengan tatapan dan ucapan mereka. Brak … Brak … Brak .. Charlotte masih terus menggedor pintu hotel yang bertuliskan angka 403 itu karena masih belum dibuka juga. "Hugo! Hugo!" teriak Charlotte lagi. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya pintu tersebut terbuka. Charlotte dengan jelas melihat seorang pria yang ia kenal membuka pintu, dan ia juga melihat seorang perempuan di atas ranjang. Tanpa berpikir panjang, Charlotte yang sudah naik pitam segera menghampiri wanita yang ada di atas ranjang itu. Tidak disangka, Charlotte
Tin … tin … tin … Klakson dibunyikan beberapa kali oleh Malvin agar Charlotte segera minggir. Apalagi di belakang Malvin juga sudah berisik suara klakson dari kendaraan yang lainnya. Bukannya berdiri dan minggir, Charlotte justru pingsan. Ia tidak mampu lagi menahan sakit dikepalanya. Mengetahui hal itu, Malvin segera turun dari mobilnya dan menggendong Charlotte untuk masuk ke mobilnya. "Sial, ada-ada saja kejadian seperti ini!" umpat Malvin sambil menggendong Charlotte. Walau bagaimanapun, tadi Malvin hampir saja menabrak wanita itu. Ia tidak mau dianggap sebagai penabrak lari yang tidak bertanggung jawab oleh orang-orang yang lewat di jalanan tadi. Untuk itu, ia lebih memilih membawa Charlotte.Malvin kembali mengendarai mobilnya saat tubuh Charlotte telah ditidurkan di kursi penumpang mobil sport warna merah itu. Mobil-mobil lain yang sejak tadi antre di belakang mobil Malvin akhirnya bisa kembali berjalan juga. Situasi sudah jalanan kembali normal seperti semula. Untungnya
"Aku bisa membantumu menyelesaikan masalahmu, tetapi kamu juga harus membantuku." Charlotte menatap ke arah Malvin, ia tampak mengatakan itu dengan serius. "Apa rencanamu?" tanya Malvin yang menanggapi dengan serius. "Bantu aku memalsukan identitasku. Aku ingin dianggap mati dari kehidupanku sebelumnya. Dan aku ingin hidup sebagai orang lain." Charlotte berkata sambil menatap lurus ke depan. "Lalu? Apa untungnya buatku jika aku membantumu?" Malvin masih belum mengerti dengan rencana Charlotte. "Kamu bilang tadi didesak untuk segera menikah oleh orang tuamu," ucap Charlotte sambil menatap Malvin. "Lalu?" tanya Malvin lagi. "Kalau boleh tahu apa sebenarnya alasan kamu tidak ingin menikah?" tanya Charlotte berusaha mencari informasi. "Aku ini sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan, jadi menurutku terlalu rumit jika harus memikirkan pernikahan. Apalagi jika harus memulai hubungan dari awal yaitu mulai mengenal dan lanjut hubungan lainnya. Aku tidak mau memikirkan itu," jawab Malvin.
“Kamu sudah pulang?”Malvin terkejut mendengar pertanyaan Charlotte. Ia lupa bahwa sekarang ada orang lain yang tinggal di tempat tinggalnya. “Ah, iya.Kamu sudah makan malam?” tanya Malvin.“Sudah, kebetulan aku tadi masak sayuran yang ada di dalam lemari pendingin. Kalau kamu belum makan itu masih ada makanan yang aku masak tadi.”“Kebetulan aku tadi belum sempat makan malam. Kalau begitu aku makan ya. Terima kasih sudah menyisakan untukku.”Charlotte tersenyum dan berlalu meninggalkan Malvin.“Tunggu,” cegah Malvin.Charlotte menghentikan langkahnya yang hendak menuju kamar.“Ada apa?” tanya Charlotte yang telah berbalik badan menghadap ke arah Malvin.“Besok kamu harus siap-siap karena akan ada pertemuan bisnis di rumah orang tuaku. Aku ingin mengenalkanmu sebagai calon istriku.”DegCharlotte terkejut dan hanya bisa terdiam mendengar ucapan Malvin.“Secepat ini ya,” gumam Charlotte lirih, tetapi Malvin dapat mendengarnya.“Iya, lebih cepat lebih baik. Aku sudah risih dengan desak
“Ya, Bapak Lroris adalah ayah mertuaku,” jawab Charlotte sambil tertunduk.Malvin terkejut mendengarnya, tetapi ia berusaha tetap tenang.“Tenang saja, sekarang kamu adalah orang lain. Nanti bersikaplah seolah kamu tidak mengenalnya. OK!”Charlotte mengangkat kepalanya lalu menghadap ke arah Malvin sambil tersenyum.“Sekarang, ayo kita keluar!” ajak Malvin.Malvin turun dari mobil dan berjalan menuju pintu di sebelah Charlotte. Ia membukakan pintu untuk Charlotte dan mengulurkan tangannya untuk membantu Charlotte keluar dari mobil.“Gandeng tanganku, tunjukkan bahwa kita adalah pasangan yang bahagia,” pinta Malvin saat Charlotte sudah berdiri di sampingnya.Charlotte mengangguk dan mematuhi permintaan Malvin. Mereka berdua berjalan menuju pintu masuk rumah keluarga Malvin sambil bergandengan tangan layaknya pasangan.Saat telah sampai ke dalam rumah, di sana telah banyak partner bisnis keluarga Malvin yang datang. Ini adalah acara rutin yang diadakan oleh keluarga Malvin untuk memperer
"Apa ini tidak terlalu cepat?" tanya Charlotte pada Malvin. "Justru lebih cepat lebih baik.""Benar, lebih cepat lebih baik. Tetapi aku l tidak menyangka jika akan secepat ini. Aku kira kita perlu meyakinkan orang tuamu dan tidak akan secepatnya mendapatkan restu mereka.""Aku juga tidak menyangka respons orang tuaku cukup baik menyambutmu. Waktu kita tinggal 1 bulan lagi menuju hari pernikahan. Sekarang tugasku adalah membuat dokumen pernikahan kita, jangan sampai ada yang tahu identitasmu sebenarnya." Malvin tampak serius dengan ucapannya. "Aku yakin kamu bisa mengurus itu dengan baik. Lalu apa tugasku?" tanya Charlotte. "Kamu harus ikut ibuku untuk mempersiapkan acara pernikahan kita nanti. Ikuti saja apa yang ibuku inginkan," jawab Malvin. "Baiklah," ujar Charlotte. Malvin mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya dan memberikannya kepada Charlotte. Sebuah amplop berwarna cokelat tampak berisi dokumen. "Apa ini?" Charlotte penasaran dan bertanya kepada Malvin. "Buka dan bac
"Apa kamu bilang? Charlotte pergi dan kamu tidak tahu kemana Dia?" Ayah Hugo terkejut mendengar bahwa Charlotte pergi dari rumah. Sementara itu, Hugo hanya bisa diam melihat tanggapan ayahnya yang tampak marah. "Apa sebenarnya yang kamu lakukan sehingga Charlotte pergi meninggalkanmu?" Ayah Hugo bertanya sambil berteriak karena marah. Rose, Jessie dan Marrie keluar dari kamar karena mendengar suara ayah mereka yang keras. Sedangkan Hugo masih tetap terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa. "Cepat jawab!" bentak ayah Hugo yang semakin marah. "Tenanglah Ayah, biarkan Hugo menjelaskan terlebih dahulu." Ibu Hugo menghampiri suaminya untuk menenangkan. "Ah! Ini karena putramu itu sering kamu bela! Jadinya begini!" Tuan James Lloris semakin marah mendengar Nyonya Rose membela putranya. "Ayah tidak mau tahu, kamu harus mencari Charlotte. Jangan sampai membuat keluarga ini malu dengan hancurnya rumah tanggamu!" tambah