Mudah-mudahan besok bisa up ya. Terima kasih atas dukungan Readers.🙏🙏🙏
"Dia Om-ku," jawab Revin datar."Om mu?" Kening Hendra mengerut. Bukankah berarti pria itu adalah....Hendra langsung menatap tajam Ben. Kenapa fisiknya tidak seperti yang dibayangkan selama ini? "Pantas saja putriku tergoda!" ucapnya kesal di dalam hati."Apa kau adalah orang yang sudah menghamili putriku tiga tahun lalu?" tanya Hendra blak-blakan.Raut Ben tampak tak senang melihat Hendra. Baginya, Hendra adalah ayah yang bodoh dan jahat. "Iya, saya orangnya."Hendra mendengkus. "Tiga tahun lalu kau menghilang. Lalu sekarang tiba-tiba kau muncul seenaknya dan mencoba mengganggu rumah tangga putriku dengan keponakanmu sendiri. Dasar tidak tahu malu.""Saya tidak akan mengganggu. Tapi kalau Revin dan Lisa memutuskan untuk bercerai, saya akan menikahinya," jawab Ben dengan tegas. Sementara raut wajah Revin menjadi asam."Kau pikir aku akan menyetujuinya? Lebih baik kau menjauhi Lisa dari sekarang. Jangan coba-coba menggoda putriku!" seru Hendra dengan wajah merah.Mata Ben menyipit. "K
Hendra menghela napas berat merasakan dadanya yang begitu sesak. "Waktu itu, setiap hari kau menemani Lisa di rumah sakit selama dua bulan. Tapi kau tidak memberi tahuku keadaan Lisa yang sebenarnya sehingga aku dengan tulusnya hanya berfokus pada perusahaan. Bahkan bisa-bisanya aku pergi ke luar negeri untuk menemui klien tanpa tahu bahwa di saat yang sama putri kandungku hampir meninggal karena infeksi yang dia alami! Kau sungguh membodohiku, Nafa," geram Hendra mulai merasa benci."Kau juga pasti tahu betul Lisa tidak boleh hamil, tapi kau sengaja tidak memberi tahuku dan malah membiarkan putriku hamil. Lima bulan ini, Lisa pasti sangat menderita merasakan sakit yang luar biasa. Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Nafa? Kenapa? Ternyata kau tidak benar-benar memaafkanku, ya? Ternyata kau terus menyimpan dendam padaku selama ini! Ternyata kau...sangat membenciku!" serunya dalam hati dengan raut terluka.Hendra lalu membuka matanya saat mengingat kembali pembicaraan Ben dengan Revin
Ben berdiri berhadapan dengan Hendra. Dia lalu berkata dengan lugas, "Aku sangat merasa bersalah. Dan karena kau adalah ayah Lisa, maka selain kepada Lisa, aku juga seharusnya meminta maaf padamu dengan sungguh-sungguh. Tapi ada yang perlu kau ketahui. Tiga tahun lalu, aku hanya menyuruh orangku untuk membeli seorang perempuan yang sehat dan masih perawan. Hanya itu. Aku tidak tahu menahu bahwa ternyata perempuan yang kutiduri saat itu tidak berniat menjual diri karena aku meniduri perempuan itu dalam posisi si perempuan tidak sadar. Aku akui aku bersalah karena lalai sehingga ada orang yang menjadi korban yaitu Lisa."Tangan Revin mengepal pelan. 'Jadi saat itu Lisa dalam keadaan tidak sadarkan diri. Apa yang terjadi saat dia bangun waktu itu? Pasti dia sangat terkejut dan ketakutan karena itu pertama kali untuknya.' Revin lalu menatap punggung Ben tak suka."Hah! Enak sekali kau berbicara seperti itu. Kau pikir aku akan percaya begitu saja seperti orang bodoh? Siapa yang tahu cerit
Revin menyipitkan matanya tak suka. "Aku tidak memikirkan hal itu untuk saat ini. Aku hanya ingin berfokus pada kesembuhannya," tegasnya.Ben menghela napas berat. "Aku sudah mengakui perbuatanku pada Hendra seperti yang diinginkan Lisa. Mungkin Lisa akan memaafkanku setelah masalah Nafa beres. Kau tidak perlu mencampuri, biar aku yang membereskan kesalahan kami. Jadi, berikan rekaman itu.""Itu memang sudah seharusnya kau lakukan sesegera mungkin. Tapi kenapa kau sangat bodoh, Om?" ucap Revin tiba-tiba dengan rasa kesal yang sedari tadi bergelayut di dadanya."Apa maksudmu?""Jawab pertanyaanku, kapan kau akhirnya tahu bahwa ternyata Lisa adalah korban? Bagaimana bisa kau baru tahu kelalaianmu yang parah itu setelah tiga tahun berlalu?"Ben terdiam. Pertanyaan Revin membuatnya tertohok. Dia sudah lama tahu bahwa Lisa adalah korban! Beberapa bulan setelah kejadian, Lisa sebenarnya datang memberanikan diri menemuinya ke kantor. Seharusnya itu bukanlah hal yang mudah bagi Lisa untuk bisa
"Ada apa dengan wajah Mama?" tanya Damian dengan mata melebar saat masuk ke dalam kamar Nafa.Nafa menoleh dan segera mematikan panggilannya. Ia meraba pelan pipinya yang membiru dan bengkak dengan canggung. "Tidak ada. Ada apa, Damian?" Nafa langsung menghampiri putra satu-satunya itu."Aku tanya wajah Mama kenapa? Apa Hendra yang melakukannya?""Bukan."Kening Damian mengerut heran. "Apa yang terjadi?"Mata Nafa tampak berkaca-kaca. "Ini tidak akan terjadi seandainya kau menahan ucapanmu yang berbahaya itu pada Revin, Damian. Kau membuat Mamamu sendiri tersudut hingga Mama akhirnya menjumpai orang yang berbahaya, padahal Mama sangat sayang padamu."Deg! Jantung Damian berdetak lebih cepat. "Apa maksud Mama? Apa Revin yang membuat Mama seperti ini?""Bukan. Sudahlah tidak usah membahasnya lagi. Kepala Mama pusing." Nafa berbalik meninggalkan Damian dengan sedikit tertatih dan duduk di sofa kamar itu."Ma! Katakan, siapa yang sudah memukul Mama! Bukan Hendra ataupun Revin, lalu siapa?
Dua minggu telah berlalu sejak tim dokter menangani Lisa. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi telah dihentikan oleh tim dokter. Dokter mengatakan obat itu cukup keras hingga mengganggu syaraf otak dan membuat Lisa koma. Tim itu menggantinya dengan jenis obat lain. Sayangnya hingga saat ini Lisa masih belum mendapatkan kesadarannya, dan dengan demikian tim dokter juga tidak bisa berbuat banyak."Revin, kapan kau akan kembali ke kantor? Dua minggu lebih kau tidak masuk kantor. Bahkan kau hanya pulang sekali ke rumah sejak Lisa masuk ke rumah sakit, itu pun hanya sebentar," keluh Alex melalui panggilan telepon. Ia merasa heran melihat putranya yang menurutnya kurang masuk akal. Para karyawan menjadi agak kewalahan karena Revin mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah sakit. Itu cukup merepotkan.Rumah Sakit Citra Kasih adalah rumah sakit besar dan menyediakan beberapa kamar sewa di lantai paling atas khusus untuk keluarga pasien yang memutuskan untuk menginap. Revin memilih mengin
"Hmmpt! Kau pikir dengan suara lebih tinggi, ucapanmu jadi benar? Dari dulu Mama sudah meragukan Lili sebagai cucu kandungku."Kening Hendra mengerut. 'Pantas saja mamaku selalu bersikap ketus pada Lisa? Padahal sewaktu Lisa masih kecil mamaku sangat menyayanginya. Entah angin apa yang membuatnya berubah? Aku pikir karena Lisa mulai menjadi anak nakal tapi ternyata bukan hanya karena itu saja. Apa jangan-jangan...? Ukh....' Hendra merapatkan giginya."Apa yang sebenarnya membuat Mama meragukan Lisa? Apa jangan-jangan Nafa mengatakan yang tidak-tidak?""Mama sebenarnya tidak ingin membahas ini karena Mama dan Nafa sudah memutuskan untuk merahasiakan ini. Tapi karena kau tiba-tiba mengatakan hal yang tidak masuk akal, maka Mama akan memberitahumu. Saat Lisa masih kecil, Nafa secara diam-diam melakukan tes DNA pada Lisa dan hasilnya ternyata Lisa bukan anak kandungmu. Mama sudah lihat sendiri hasil tesnya. Nafa menunjukkannya pada Mama.""Apa?" Hendra terkejut bukan main mendengarnya. "It
"Aku...aku tidak mau menandatangani surat itu," ucap Nafa dengan mulut bergetar."Ma?" Damian mengerutkan kening. Begini saja Damian sudah bersyukur karena Hendra hanya menceraikan ibunya dan mengusir mereka berdua. Bahkan Damian merasa ini seperti mimpi. Seorang Hendra apa mungkin bertindak hanya dengan cara seperti ini? Tapi sekarang kenapa mamanya malah mencoba membuat persoalan?Mata Hendra menyipit tak senang. Dia mendengkus. "Tidak masalah. Hasil tes DNA antara aku dan Damian akan memperlancar perceraian kita," ucap Hendra sambil mengambil surat dari kantongnya. Setelah sekilas memperlihatkannya dia lalu kembali mengantonginyaMulut Nafa terbuka. Jadi Hendra bahkan sudah melakukan tes pada Damian, itu sebabnya suaminya itu tanpa ragu mengatakan bahwa Damian adalah anak haram.Nafa menepis pelan tangan Damian yang memeganginya lalu dengan cepat dia melangkah ke arah Hendra dan berlutut memegangi kaki suaminya itu dengan air mata berlinang. "Pa, ampuni Mama, Pa. Mama khilaf. Papa b