"Oh, maaf," kata Eddy dengan cepat menggeser tubuhnya Di dalam hati dia merasa deg-degan dan takut kalau-kalau gadis di hadapannya ini akan marah dan merajuk jika melihat dia sudah memasang wallpaper duluan tanpa merundingkan terlebih dahulu dengannya. Milla merasa lega ketika melihat Eddy telah menggeser tubuhnya dan tanpa ba-bi-bu lagi dia langsung masuk ke dalam vila tersebut. Namun, apa yang dilihatnya di dalam rumah saat ini sungguh membuatnya heran dan terkejut. Milla tertegun ketika masuk ke dalam vila dan melihat bagian dalam vila yang berantakan, semua perabotan telah bergeser dari tempatnya. Dia berbalik menatap Eddy seolah bertanya, apa yang sedang terjadi di sini? Yang ditatap hanya menggaruk kepalanya malu-malu. "Maaf ini berantakan sekali," kata Eddy jadi merasa tidak enak hati. Milla kembali berbalik dan memindai semua ruang keluarga membuat Eddy yang ada di belakangnya berdebar cemas dan tidak tahu harus berbuat apa. "A-Aku bisa menjelaskan kepadamu," kata Eddy
Eddy benar-benar tidak mengerti apa yang saat ini sedang dibicarakan oleh Milla dan mengapa gadis berambut panjang ini bersikap sangat over dalam menghadapi masalah ini. Eddy tahu Milla akan marah ketika melihat dirinya telah memasang wallpaper tanpa merundingkan terlebih dahulu dengannya namun, Eddy sama sekali tidak menyangka jika hal tersebut akan membuat gadis itu merasa terpukul hingga hampir menangis. "Apakah tidak apa jika kita berbicara di dapur? Setidaknya di sana tidak seberantakan di sini," kata Eddy dengan tatapan memohon pengertian Milla "Oke," kata Milla sambil mengusap matanya dengan ujung baju lalu mengikuti Eddy menuju dapur dengan mata yang mengitari seluruh ruangan villa yang sangat berantakan. Semua perabot di ruangan keluarga itu bergeser tidak lagi pada tempatnya, Milla melihat sepertinya Eddy memasang kertas dinding di dalam vila seorang diri. Melihat bagaimana Eddy sangat berjuang untuk mengerjakan pekerjaan itu dia merasa sedih untuk dirinya sendiri. 'Me
Mendadak keduanya merasakan suhu ruangan menjadi panas hingga keduanya merasa salah tingkah satu sama lain. Eddy menguatkan hatinya untuk terus menatap Milla sementara gadis itu sibuk mengalihkan pandangan matanya ke segala arah dengan wajah yang merah merona. Milla merasa kesal dengan dirinya sendiri yang tidak dapat mengendalikan perasaannya ketika bertemu dengan Eddy. Belum pernah dia merasakan hal yang seperti ini di dalam hidupnya, bahkan dulu saat dia masih berpacaran dengan mantan kekasihnya dia juga tidak pernah merasakan hal yang serupa seperti yang dialaminya saat ini. Sementara itu dari pihak Eddy sendiri mulai merasa aneh dan lucu melihat bagaimana salah tingkahnya gadis yang saat ini ada di hadapannya ketika sedang ditatap intens olehnya. Milla sibuk mengalihkan pandangannya ke sana ke mari menghindari untuk beradu pandang dengan tatapan mata Eddy Eddy tersenyum melihat semua kecanggungan Milla. 'Apakah Dia juga memiliki perasaan yang sama?' tanya pemuda itu di dala
Milla menarik napas panjang untuk menghilangkan rasa grogi yang melandanya, karena tatapan Eddy kepadanya. Dia mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia harus kuat dan berani menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan kepada Eddy. Semua ini untuk kebaikan mereka berdua agar dia tidak perlu lagi merasa tersiksa karena rasa cinta yang tidak seharusnya dia miliki untuk anak majikan ayahnya ini dan Eddy juga tidak harus menghindar lagi darinya dan mengurung diri di dalam vila. "Kamu benar, memang bukan masalah itu yang akan Aku bicarakan kepadamu," kata Milla sambil menundukkan kepalanya menatap gelas berisi air dingin yang disuguhkan oleh Eddy untuknya. "Lalu?" tanya Eddy sambil menyeduh kopi hitam untuk dirinya sendiri, Entah mengapa dia jadi ingin mengopi lagi setelah duduk berhadapan di meja kopi bersama gadis yang dicintainya diam-diam ini. Eddy jadi bertekad perlahan tapi pasti dia akan merebut hati Milla dan menyembuhkan luka hatinya dari apa yang telah dilakukan oleh mantan
Milla hanya menunduk menimbang-nimbang apakah dia harus berbicara jujur kepada Eddy atau tidak? Kalau dia memilih jujur artinya secara tidak langsung dia mengungkapkan kepada pria di hadapannya ini kalau dia memiliki perasaan khusus kepadanya. Sedangkan kalau dia menggunakan alasan lain, Milla tidak tahu alasan apa yang harus dia buat, kalau Eddy hanya orang baru baginya atau seperti mantannya yang sama sekali tidak mengenalnya, dia masih bisa mengatakan bahwa alasannya adalah urusan keluarga. Alasan tersebut tidak akan mungkin dapat Milla pakai saat ini karena Eddy tahu persis kalau dirinya tidak memiliki keluarga lain. Sebab, kalau dia punya keluarga kandung, tidak mungkin dirinya akan tinggal di pondok kecil papanya seorang diri. Eddy menunggu dengan sabar jawaban Milla sambil menyesap kopinya. Dia yakin gadis di hadapannya ini pasti memiliki alasan kuat hingga ingin berhenti dari kerja sama mereka. Eddy sempat berpikir apakah Milla akan kembali lagi kepada mantan kekasihnya?
Tadinya Milla berharap dia akan melihat kemarahan di mata Eddy namun, di luar dugaannya pria itu malah sedang tersenyum lebar dan menatapnya dengan pandangan mata yang berbinar-binar. Gadis itu mengerutkan kening merasa aneh dan sedikit tersinggung. Milla merasa Eddy seperti sedang menertawakan dirinya karena begitu mudah jatuh cinta pada orang yang baru saja dikenalnya seperti Eddy. "Syukurlah," kata Eddy sambil tersenyum lebar. Dia menatap gadis yang selama beberapa bulan terakhir ini menjungkirbalikan dunianya dan membuatnya tidak enak makan serta tidak enak tidur karena selalu melihat bayangan wajahnya di manapun dia memandang. Eddy merasa lega karena ternyata gadis yang sedang ditaksirnya ini juga jatuh hati kepadanya. Padahal tadinya Eddy sempat bertanya-tanya, apakah mungkin Milla bisa mencintainya dari hati setelah dia merasakan patah hati karena dibohongi dan putus dari pria yang saat ini sudah menjadi mantan kekasihnya. "Apa maksudmu?" tanya Milla sambil mengerutkan k
Eddy langsung membayangkan apa yang selama ini sering diimpikannya tentang Milla. Dia sering bermimpi kalau gadis di hadapannya ini sudah menjadi istrinya dan mereka melakukan banyak hal bersama-sama termasuk tidur bersama. "Aku mimpi tidur di kasur yang sama denganmu," kata Eddy sambil mengerlingkan matanya ke arah Milla, nakal. Milla tidak dapat berkata-kata mendengar pengakuan pria yang saat ini ada di hadapannya. "Aku mimpi memelukmu dan .... " "Stop!" potong Milla dengan wajah yang memerah seperti tomat. Entah kenapa dia jadi merasa malu sendiri mendengar apa yang dikatakan oleh Eddy. "Kenapa? Apakah Kamu belum pernah melakukannya dengan mantan pacarmu itu?" tanya Eddy heran. Bukankah ini zamannya serba bebas? Sudah banyak yang masih gadis tapi bukan perawan, walaupun begitu mereka seperti tidak ada malunya untuk mengatakan bahwa diri mereka sudah tidak perawan lagi dan bebas melakukan hubungan intim dengan pria manapun yang menjadi kekasihnya. "Apakah Kamu pikir Aku se
"Apakah Aku boleh merubah bagian dalam vila?" tanya Milla sambil duduk di samping Eddy. Dia benar-benar harus mendapatkan persetujuan pria di hadapannya ini sebagai ahli waris yang sah dari vila yang saat ini sedang dia renovasi. "Tentu saja Kamu boleh merubahnya, bukankah Aku sudah mempercayakan semuanya kepadamu?" tanya Eddy sambil bersandar di sofa kecil yang saat ini sedang dia duduki. Milla mengacungkan jempolnya. "Apakah Kamu mau kopi?" tanya Milla kepada Eddy sebelum dia beranjak ke dapur. "Boleh." Eddy merasa nyaman dengan posisinya sekarang, walaupun sofa ini tidak sebesar sofa di rumahnya. Namun, rasanya tidak kalah nyaman dari sofa miliknya tersebut. Milla tersenyum melihat sikap nyaman Eddy ketika duduk di sofa kecil rumahnya saat ini. "Tunggu sebentar," kata Milla sambil berjalan ke arah dapur. Eddy pikir jangankan hanya dalam vila bahkan seluruh vila pun jika Milla ingin merombaknya akan Dia izinkan. Sebab, Milla saat ini telah menjadi kekasihnya dan sepertinya dia