Share

Teror Ghaib 2

Emma menoleh ke belakang. Dia melihat Dakota berdiri dengan wajah penasaran. Dengan tergesa-gesa, Emma lalu berdiri.

“Kamu udah dapet rantingnya kah?” tanya Ema. Dia berharap Dakota tidak melihat apa yang dia temukan.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Dakota, dia terlihat kesal. “Kita diberi tugas buat cari ranting, bukan duduk diam di tengah hutan.”

"Ini ranting-rantingnya. Aku udah dapet kok," kata Emma sambil menunjuk ranting-ranting yang tadi dia letakkan di tanah.

"Kalau kamu udah dapet, kenapa kamu nggak nemuin aku di tempat yang tadi?" tanya Dakota, "aku kayak orang gila nyariin kamu di seluruh hutan."

Emma tersenyum canggung, dia merasa bersalah. “Maaf, aku tiba-tiba capek banget,” jawabnya, “jadi aku mutusin buat duduk sebentar. Sekarang badan aku udah entengan sih. Ayo balik ke perkemahan."

Dakota mengangguk. Setelah Emma mengambil ranting-ranting yang dikumpulkannya, keduanya berjalan beriringan menuju lokasi perkemahan.

Di tengah perjalanan, Emma melihat seorang dosen dan beberapa mahasiswa, termasuk Tony. Mereka terlihat panik. Emma bingung ketika Tony berlari ke arahnya.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Tony.

Emma mengangguk. “Ya, gak apa-apa,” katanya, “kami baik-baik aja.”

"Kami?" ulang Tony.

"Ya, aku sama ..." Emma menoleh ke belakang. Dia kemudian melihat sekeliling.

"Kamu cari siapa?" tanya Tony.

"Aku tadi jalan sama Dakota deh," kata Emma.

Tony tertawa. Dia kemudian merangkul Emma dan mengajak gadis itu berjalan bersamanya. “Kamu capek deh kayaknya. Ayo kita balik ke perkemahan dan istirahat di tenda,” ajaknya.

"Aku nggak apa-apa," kata Emma. Dia menepis lengan Tony, "kamu ngomong gitu kayak aku habis pergi seharian."

Dosen yang berdiri agak jauh kemudian menghampiri Tony dan Emma. “Kamu memang pergi sepanjang hari, Emma?” kata dosen itu.

"Apa maksud Ibu?" tanya Ema.

“Kamu tidak sadar apa kalau hari sudah gelap?” kata dosen itu.

Emma tertawa. “Dari awal kita dateng juga udah gelap,” katanya, “ini hutan, Bu.”

“Maksudku sekarang sudah menjelang malam, Emma,” kata si dosen lagi.

Emma lalu menatap ke langit. Gelap saat dia mulai mencari ranting dan gelap sekarang berbeda. Ini sudah malam. Tiba-tiba Emma merinding. Dia kemudian menatap Tony.

"Jam berapa sekarang?" tanya Emma. Suaranya begitu pelan.

Tony melihat arlojinya. "Jam enam sore," jawabnya.

Tubuh Emma mendadak lemas. Dia merinding. Dia pernah mendengar cerita aneh tentang orang tersesat di hutan atau semacamnya dari kakeknya ketika dia masih kecil. Tapi, dia tidak pernah menyangka dia akan mengalaminya sendiri. Bagaimana dia bisa menghilang sepanjang hari padahal dia hanya pergi sebentar? Sejauh yang dia ingat, dia hanya pergi kurang dari satu jam.

“Semuanya ... tolong kembali ke perkemahan!” teriak si dosen, membuyarkan lamunan Emma.

"Kalian berdua juga," ucap sang dosen saat melihat Emma dan Tony.

Emma dan Tony mengangguk hampir bersamaan. Setelah Tony mengambil ranting yang dibawa Emma, ​​keduanya lalu berjalan beriringan.

Emma tidak mengucapkan sepatah kata pun saat dia berjalan menuju perkemahan. Dia masih memikirkan apa yang terjadi padanya dan mencoba mencernanya.

“Emma, ​​kamu nggak apa-apa kan?” Dakota bertanya ketika dia melihat Emma datang. Dia kemudian memeluk gadis itu.

Saat Dakota melepaskan pelukannya, Emma tidak langsung menjawab. Dia memandang Dakota dengan hati-hati dari ujung kaki sampai kepala. Jika Dakota sudah lama berada di sini, lalu siapa yang menemaninya berjalan dan berbicara dengannya tadi?

“Maaf,” Dakota berkata lagi, “Aku coba cari kamu, tapi aku nggak bisa nemuin kamu. Jadi, aku balik ke perkemahan terus ngasih tau orang-orang.”

"Dakota, cukup," kata Tony, "Emma perlu istirahat."

Dakota mengangguk mengerti. “Oh, iya,” katanya, “bawa aja dia ke dalam tenda. Kasih ke aku rantingnya, biar aku yang masak.”

"Ya," kata seorang anak laki-laki di tim yang berambut keriting, "Thomas dan aku akan membantu Dakota memasak."

“Terima kasih ya, Guys,” kata Tony. Dia kemudian mengajak Emma berjalan menuju tenda.

Sesampainya di tenda, Emma langsung duduk karena tubuhnya terasa sangat lemas. “Tolong ambilin aku air minum dong?” katanya pada Tony.

“Boleh-boleh. Bentar,” kata Tony, “dia mengambil sebotol kecil air mineral dari ranselnya dan memberikannya kepada Emma.

“Ceritain dong apa yang terjadi pas kamu di hutan?” Tony bertanya setelah Emma selesai minum.

Emma tersenyum. Dia kemudian menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa,” katanya, “aku cuman nyasar dan nggak tahu arah jalan balik ke perkemahan?”

Bukan berarti Emma tidak mau mengatakan yang sebenarnya kepada Tony. Dia hanya tidak ingin laki-laki itu merasa khawatir. Dia juga tidak ingin temannya merasakan ketakutan yang sama seperti yang dia rasakan.

"Kamu yakin?" Tony meminta konfirmasi. Lalu dia duduk tepat di sebelah Emma.

“Iya yakin,” kata Emma, ​​dia tertawa kecil, “buat apa aku bohong.”

"Emma, ​​aku kenal banget sama kamu," kata Tony pelan. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Emma dan menyentuh pipi gadis itu dengan sangat pelan. "Kita udah temenan dari kita masih balita. Kamu pikir kamu bisa bohongin aku setelah kedekatan kita yang sekian lama?"

Emma gugup. Detak jantungnya semakin cepat karena kening Tony menyentuh keningnya. Jarak antara bibirnya dengan bibir Tony juga sangat dekat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status