Share

Teror Ghaib
Teror Ghaib
Penulis: Rani Giza

Teror Ghaib 1

Emma memeriksa kembali semua keperluan yang perlu dibawanya. Dia membuka tasnya dan memastikan semua pakaian yang dibutuhkannya sudah lengkap. Dia juga memastikan membawa tenda, makanan, dan air minum yang cukup. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Emma membawa ranselnya dan berjalan menuju ruang makan.

"Pagi semuanya," kata Emma sambil menyeret salah satu kursi. Dia kemudian duduk.

"Pagi, Sayang," sapa kedua orang tua Emma hampir bersamaan.

“Gimana tidurnya semalem?” tanya Lily, ibu Emma sambil mengoles selai di atas roti.

"Aku bisa ngolesin roti sendiri, Bu," kata Emma. Dia tidak ingin diperlakukan seperti siswa sekolah dasar lagi karena dia sudah masuk universitas.

Lily geleng-geleng kepala mendengar protes anak gadisnya. Dia lalu meletakkan roti itu di depan Emma. Wanita itu kemudian menuangkan jusnya dan menaruhnya di hadapan Emma juga.

"Aku yakin putrimu ini tidak bisa tidur tadi malam," kata Robin, ayah Emma.

Emma tertawa. “Sok tahu banget, Ayah, kayak cenayang,” kata Emma setelah tawanya reda, dia tidak terima, "ini kan bukan pengalaman perkemahan pertamaku."

Lily tersenyum. Dia kemudian meminum satu teguk jus. "Kata ayahmu, saat pertama kali pergi berkemah sepertimu di universitas, dia tidak bisa tidur karena tidak sabar bertemu denganku," ucapnya setelah meletakkan gelas di atas meja.

Emma menelan rotinya dengan tergesa-gesa. Dia kemudian tertawa lagi, lebih keras dari sebelumnya. “Ayah lebay,” katanya, “Aku nggak akan jadi kayak Ayah karena aku nggak suka siapa-siapa di kampus.”

Robin membalas, "Bukannya kamu punya pacar, ya?"

Emma menjawab dengan cepat, "Apa yang Ayah maksud tuh si Tony?" Robin mengangguk. Emma menggelengkan kepalanya, “Dia bukan pacarku. Kita cuma temen baik.”

“Orang yang kita bicarain dateng tuh,” kata Lily.” Dia tersenyum pada seseorang yang berdiri di depan pintu.

Emma menoleh ke pintu juga. Ada Tony. "Tuh anak rajin banget sih," kata Emma pelan. Dia kemudian menghabiskan jusnya dan berpamitan pada Lily dan Robin.

Mereka berdua berangkat ke kampus dengan mobil Tony. Anak laki-laki itu mengemudi dengan sangat cepat. Dia mengaku tak sabar bertemu banyak orang setelah libur panjang.

"Kenapa kamu kelihatan nggak semangat gitu?" tanya Tony, “kamu masih laper ya? Maaf deh udah ganggu sarapan kamu."

Emma menggeleng, "Nggak," katanya, "Aku takut aja terjadi sesuatu yang nggak diinginkan di hutan."

"Kamu nggak usah khawatir," kata Tony sambil menepuk dadanya, "Ada aku di sini."

Mobil Tony memasuki halaman kampus ketika para mahasiswa sedang berjalan menuju bus mereka. Usai memarkir mobil, Emma dan Tony segera menyusul mahasiswa lainnya masuk ke dalam bus.

Perjalanan dari kampus menuju hutan tempat diadakannya camping memakan waktu sekitar dua jam. Selama perjalanan, Tony tidak banyak bicara. Dia merasa tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman itu semakin besar ketika bus tiba dan berhenti di hutan.

Setelah seluruh mahasiswa turun dari bus, dua orang dosen yang bertugas sebagai dosen pembimbing menjelaskan jadwal dan peraturan perkemahan selama berada di dalam hutan. Mereka mengingatkan semua siswa tentang satu hal penting di akhir. Siswa tidak boleh berjalan terlalu jauh dari lokasi perkemahan agar tidak tersesat.

Setelah pembekalan selesai, para siswa mempersiapkan tenda sesuai tim yang telah dibagikan. Emma satu tim dengan Tony dan tiga siswa lainnya. Tony dan dua anggota tim pria lainnya menyiapkan tenda. Sedangkan Emma dan salah satu anggota tim perempuan bertugas mencari ranting untuk api unggun.

"Gimana kalo aku cari ranting di sana dan kamu cari ranting di sana biar dapat banyak," kata Emma sambil menunjuk ke dua arah yang berbeda.

Gadis pirang yang berdiri di samping Emma lalu mengangguk. Dia kemudian berjalan membelakangi Emma.

"Maaf, kalo boleh tau nama kamu siapa ya?" Emma bertanya pada gadis pirang itu sebelum dia berjalan terlalu jauh.

Gadis pirang itu menoleh, "Aku Dakota," jawabnya.

Emma mengangguk. “Oke, Dakota, kita ketemu lagi di sini setelah mendapat banyak ranting,” ucapnya.

Setelah Dakota mengangguk, Emma mulai berjalan. Dia mengumpulkan satu per satu ranting yang dia lihat saat dia berjalan. Tanpa disadari, semakin lama dia berjalan, semakin jauh dia melangkah ke dalam kawasan hutan yang sepi dan gelap.

Emma membuka matanya lebar-lebar ketika dari kejauhan ia melihat sesuatu yang berkilau. Penasaran, dia lalu berjalan mendekat. Setelah berjongkok, Emma menyadari bahwa benda yang berkilau itu adalah sebuah batu. Setelah meletakkan seluruh ranting yang dibawanya ke tanah, Emma kemudian mengambil batu tersebut.

Batu itu seperti permata. Warnanya putih, agak biru. Cahayanya sangat jernih meski di dalam hutan yang minim cahaya. Emma tersenyum bahagia melihat batu itu. Batu ini akan terjual dengan harga yang mahal jika dijual, batin Emma.

Emma kemudian memasukkan batu itu ke dalam saku celananya. Bersamaan dengan itu, terdengar suara langkah kaki seseorang dari belakang disertai datangnya angin yang cukup kencang. Bulu kuduk Emma berdiri ketika dia melihat bayangan besar di tanah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status