Seorang gadis belia, ditemukan tewas di dalam kamar mandinya. Dengan perut yang membesar, dikarenakan hamil. Dia selalu ada di sekitar rumahnya, bahkan tangis bayi selalu membuat daerah itu mencekam. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kisah itu bisa bertahan, di daerah tersebut!
View MoreBeberapa hari ini Desa Sendang dihebohkan dengan berita tentang kematian Wulandari. Gadis belia yang masih duduk di kelas satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Pelita Harapan Bangsa.
Di umur enam belas tahun Wulandari ditemukan meregang nyawa bersimbah darah di dalam kamar mandi. Diduga ia menggugurkan kandungannya sendiri. Nyawanya tidak tertolong saat akan dilarikan ke bidan terdekat. Pendarahan hebat, merenggut nyawanya. Entah siapa ayah dari si jabang bayi yang dikandungnya.
"Kamu hamil, Lan? Siapa yang menghamilimu, Wulan? Jawab!" Terdengar Mbok Sri membentak Wulan beberapa hari yang lalu di dalam kamar tidur rumahnya.
"Kenapa mbok peduli! Bukannya selama ini mbok tidak menganggap aku ada! Kenapa ini terjadi. Aku ... aku lelah! Aku sudah berusaha. Aku tidak bisa hidup lagi. Aku lebih baik ..."
"Apa maksud kamu, Lan!"
Wulandari hanya sesenggukan, dan menunduk. Tidak mengakui kehamilannya atau menyebutkan siapa nama ayah si jabang bayi. Padahal perutnya nyata semakin membuncit, walau sering ditutupi dengan jaket besar. Entah berapa usia kandungannya saat itu.
"Lebih baik aku berangkat sendirian saja! Kayak enggak mungkin Mbak Wulandari akan ke sekolah!" gumam gadis berseragam putih biru, yang sejak tadi berdiri di halaman rumah Wulandari.
Tak ingin ikut campur urusan tetangga mereka, gadis itu hanya berlalu. Segera menuju jalan raya untuk berangkat ke sekolah. Dia adalah Najwa, gadis yang berusia terpaut tiga tahun di bawah Wulandari dan cukup akrab dengannya.
****
Di hari ketiga, berita kematian tentang Wulandari dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru desa dari mulut ke mulut. Dari pojok, menyebar hingga ke desa-desa sekitar.
Najwa melihat sekumpulan ibu-ibu yang terkenal suka bergosip.
"Tu anak, akhirnya benaran bawa aib untuk keluarganya! Sampai hamil besar, baru ketahuan!" celana salah satu ibu.
"Sampai mati, dia enggak ngasih tau siapa laki-laki yang hamilin dia! Untung anak saya alim!" timpal ibu bertubuh tinggi.
Seorang ibu menyadari keberadaan Najwa, dia memandang sini kearah gadis itu. Lalu,
"Makanya, Bu. Kita harus jaga anak-anak kita, jangan sampai terjerumus hal-hal yang tidak terduga! Cari teman juga jangan hanya bisa numpang tenar, tapi teman terjerumus diam aja!" ucap ibu-ibu berjilbab kuning.
Najwa menghela napas panjang, dia melangkahkan kakinya menjauh. Hatinya cukup sakit mendengar ocehan mereka.
****
Ketika Najwa sampai di depan pos ronda, ramai para pemuda dan bapak-bapak yang sedang nongkrong membicarakan masalah ini. Mereka menerka-nerka siapa yang sudah mereguk manisnya madu Wulandari, tanpa mau bertanggung jawab atau hadir saat Wulandari tiada.
"Mungkin saja, pelaku yang menghamili Wulandari ada di antara kita!" ujar salah satu bapak-bapak.
Sejenak mereka diam dan saling melemparkan pandangan penuh selidik.
"La, piye (gimana) mau enak-enak dengan cewek lain! Kalau diawasi terus!" keluh bapak berjanggut.
Tawa dan canda kembali terdengar, membenarkan ucapan sahabat mereka. Pasalnya, mereka semua masuk dalam ikatan suami takut istri.
Najwa lari, dan menyeka air matanya yang luruh. Dia tidak menyangka, jika mulut mereka tajam. Tidak hanya pada manusia yang masih hidup, yang sudah mati pun tidak terlewat untuk jadi bahan gosip dan candaan.
***
Santer terdengar kabar, dari dalam kamar mandi Mbok Sri ada suara perempuan menangis. Terdengar menyedihkan, menyayat hati dan membuat bulu kuduk siapapun yang lewat di sekitarnya tegak berdiri. Membuat para warga enggan keluar rumah setelah magrib menjelang, mereka memilih menutup semua celah yang ada di rumah mereka.
'Ah, paling berita hoax' Najwa membatin. Mencoba tidak mempercayai kabar-kabar burung yang beredar dan ramai dibicarakan orang. Karena Najwa tidak percaya akan hal itu, menurutnya hantu atau apalah itu, hanya bualan orang yang kurang kerjaan.
****
Hari ini, bertepatan dengan malam jumaat Kliwon dan hampir pukul 20.00, Emak Darmani kehabisan beras saat akan memasak. Sebagai anak pertama mau tidak mau Najwa yang disuruhnya membeli di warung depan.
"Kasian Bapak dan adik-adikmu, takut mereka kelaparan!" Begitu ucap mak Leha khawatir. "Beliin beras sekilo dulu, sama telur tiga biji, Wa. Bapakmu belum dapat uang dari mandor tempat kerjanya, kalo uangnya kurang bilang ngutang dulu sama, Pak Joko." imbuh Mak Darmani.
Najwa meraih selembar uang sepuluh ribu, yang diulurkan Emak Darmani. Segera menapaki sendal jepit dan keluar menuju jalan raya. Najwa lupa untuk sampai ke jalan raya dia harus melewati samping rumah Mbok Sri, dan kamar mandi tempat Wulandari meregang nyawa ada di sebelah jalan setapak yang akan dilewatinya.
Tidak ada yang ganjil saat Najwa melewati sebelah rumah Mbok Sri. Tidak ada suara tangisan seperti yang didengarnya dari para warga.
"Najwaa ...."
Deg.
Jantung Najwa rasanya berhenti berdetak, angin sepoi-sepoi menyapanya hingga bulu kuduknya merinding. Desahan napas, terdengar di belakang telinga. Siapa itu? Siapa yang memanggil Najwa? Kenapa suaranya seperti ….
Najwa masih berdiri mematung, tidak berani bergerak. Sebetulnya ingin sekali dia menoleh ke belakang, melihat siapa yang memanggil, namun kepalanya terasa kaku tidak dapat bergerak.
"Najwaaa …."
Lagi suara itu terdengar, begitu pelan dan menyayat hati. Darah Najwa berdesir, keringat dingin mulai menetes.
Dibacanya ayat-ayat Alquran sebisanya, lalu menyebut nama-nama kebesaran Allah yang terlintas di kepala.
"Ya Allah, tolong hambamu ini," lirih Najwa bergumam.
"Mbah, amit putune liwat!"
(Mbah, permisi cucunya lewat!)Ingin rasanya segera lari dari tempat ini namun, kaki Najwa terasa berat. Seperti ada yang menariknya.
"To--tolong …." Suara Najwa tercekat di tenggorokan. "Tolong!" Kembali dia mencoba berteriak meminta tolong, bibirnya membulat membentuk huruf O namun, tidak ada suara yang keluar.
"Najwaaa!" Lagi, namanya dipanggil. Kali ini suara yang mendayu terdengar lebih jelas dan terasa seseorang sedang ada di dekat gadis berambut panjang itu. Sedangkan di sini tidak ada orang yang lewat.
Entah mengapa, mata Najwa menatap ke satu sudut.
'Astaghfirullah.' Sontak Najwa beristiqhfar.
Tiba-tiba di atas dahan pohon sawo yang tingginya hanya dua meter itu, Wulandari menampakkan diri dan menghadap ke Najwa, kemudian menatap tajam gadis belia yang juga sahabatnya dulu. Dia asik mengayun-ayunkan kakinya.
"Nina Bobo, ooh nina bobo. Kalau tidak bobo digigit ...."
Untuk beberapa detik, Najwa mendengar suara nyanyi meskipun lirih. Sambil menepuk-nepuk sesuatu yang ada di dalam gendongannya.
'Ya Tuhan tolong aku.' Najwa kembali meratap dalam hati, berharap Tuhan atau siapa saja menolongnya dari situasi yang membuatnya ketakutan.
'Ya Allah.'
'Emak.'
'Bapak.'
'Pak Haji.'
'Pak Joko.'
Dalam hati, gadis itu mencoba memanggil siapa saja yang diingatnya, berharap suaranya dapat nyaring terdengar oleh siapa pun.
Tiba-tiba sosok Wulandari yang berbaju putih itu turun. Seperti melayang di udara dan tidak menapak pada tanah. Tentu saja membuat Najwa gemeteran, akan tetapi dia tetap berusaha berdiri, menopang tubuhnya yang hampir limbung karena lemas.
Mata Wulandari membulat menatap Najwa tajam. Wajah itu terlihat sangat pucat, pembuluh darah berwarna biru terlihat jelas di bawah kulit arinya. Di bawah matanya ada cekungan hitam, membuat wajah Wulandari semakin terlihat menyeramkan.
"Hi … hi … hi … hi …."
Tiba-tiba Wulandari mendekat dan tertawa, bukan ... bukan tawa bahagia yang terdengar namun, tawa yang terdengar pilu dan menyayat hati. Wulandari semakin mendekati Najwa, hingga gadis itu dapat mendengar hembusan napas dari wanita berwajah pucat itu.
Kemudian, Najwa merasa kepalanya begitu berat. Tubuhnya terkulai dan pandangannya mulai menggelap.
Malam cukup panjang untuk dilewati begitu saja, Pak Kuswan dan Mak Darmani hanya bisa berpasrah diri. Tidak henti-hentinya berdoa dan berzikir agar terlindung dari kejahatan manusia juga makhluk tuhan yang lainnya.***Pagi sudah menyapa dan keluarga Pak Kuswan memulai aktivitas seperti biasanya. Hanya saja, ada kelhawatiran yang tidak bisa mereka ungkapkan satu dengan lainnya."Pak, kapan mau jemput anakmu? Enggak enak lama-lama di rumah orang meskipun saudara sendiri! Sejak Najwa sakit, loh," Mak Darmani mengingatkan.Pak Kuswan paham maksud istrinya, dan dia mulai mencari cara agar orang tahunya dia menjemput anak bungsunya, bukan melihat Najwa. Maka dia mendatangi tetangganya yang biasa dia mintai tolong untuk menjaga sawahnya dan dia menceritakan akan menjemput anaknya bungsunya, takut merepotkan adiknya. Tidak butuh waktu seharian, berita pun tersebar dengan cepat.Mak Darmani mempersiapkan bekal selama perjalanan, agar tidak jajan sembaranga
Pak Kuswan mendekati Ardi dan mempertajam pendengarannya. Suara Ardi terdengar lirih, sehingga Pak Kuswan tidak terlalu mendengar."Apa, Di?" tanya Pak Kuswan."Wu-Wulandari mati karena," Tiba-tiba napas Ardi tersengal-sengal, menahan rasa sakit di dadanya."Lebih baik kamu saya antar pulang, Di! Jika tidak, akan membahayakan semua," Keputusan Pak Kuswan sudah bulat.Pak Kuswan merasa, Ardi dan Najwa adalah saksi kunci dari kematian Wulandari dan anaknya. Tapi, dia pun tidak bisa merawat Ardi seperti ini, karena akan menimbulkan fitnah.Mak Darmani menyetujui perkataan suaminya, takut jika ada sesuatu yang terjadi. Maka, Mak Darmani memberikan obat balur untuk luka yang sedang di derita oleh Ardi, seelum diantar pulang.Langkah Ardi terseok-seok, ketika dipapah oleh Pak Kuswan menuju rumahnya. Pak Kuswan meminta Ardi duduk sejenak, ketika sampai di depan rumahnya untuk mengetuk pintu dan memanggil Mak Rominah. Cukup lama menunggu, Mak Romina
Mak Darmani diam dan ikut melantunkan doa, dia tahu, jika itu bukan ular biasa. Ada mahkota kecil dikepalanya jika memperhatikan dengan seksama. Pak Kuswan saja tidak melihatnya, karena terlalu sibuk memikirkan ada apa dengan semua yang terjadi dan apa hubungannya dengan keluarganya. Dia tidak tahu, saat ini sedang dilindungi oleh ular jelmaan yang pernah ditolong oleh Mak Darmani di masa lalu. Suara kikikan bercampur ratapan terdengar menyayat hati, Pak Kuswan dan Mak darmani saling memandang tau suara apa itu. Ular yang tadinya melata mendekat, kemudian membuka mulutnya lear-lebar dan terlihat sesuatu yang aneh. "Ardi!" pekik Mak Darmani. Perlahan, tubuh Ardi keluar dari mulut ular itu. Tidak ada gerakan, seperti mayat. Mak Darmani tidak berani mendekat, dia diam pada posisinya. begitupula Pak Kuswan. Mereka tidak menyangka, jika ular itu akan memuntahkan tubuh Ardi yang telah dilahapnya beberapa jam tadi. "Wulan," suara lirih terdengar dari
Mak Darmani tidak kunjung datan, meskipun Pak Kuswan sudah selesai berzikir. Pak Kuswan memanggil istrinya untuk kedua kalinya, tapi tidak ada sahutan dari luar kamar. Tidak lama, Al-quran disodorkan pada Pak Kuswan oleh Mak Darmani yang tidak mengucapkan satu patah kata pun yang terlontar. Pak Kuswan dengan khusyuk membaca kitabullah, perlahan hingga larut malam. Bulu kuduknya terus meremang dan makin membuatnya tidak nyaman. Setelah menyelesaikan dua surah, Pak Kuswan menutup Al-quran dan membereskan tempatnya salat. 'Wes turu, to!' gumam Pak Kuswan ketika melihat anak dan istrinya terlelap. Namun, hal itu malah membuat Pak Kuswan curiga, kemudian dia melihat ular yang ada di kamar Najwa. Takut jika menghilang dan mengganggu orang lain, bahkan memakannya seperti yang dilakukan terhadap Ardi. 'Opo sing mesti tak lakuke sakiki! Soyo sui, soyo merajalela!' gumam Pak Kuswan. 'Apa yang harus dilakukan sekarang! Semakin lama, semakin merajalela!'
Pak Kuswan bergegas masuk ke dalam rumah dan melihat apa yan terjadi. Belum hilang rasa keterkejutannya melihat Ardi dilahap oleh ular, kini dia melihat ular itu melingkar di atas tempat tidur anaknya."Kapan ulone nang kono!" tanya Pak Kuswan."Kapan ularnya ada di sana?""Bapak mekik nyeluk Ardi, aku arep metu ndelok. Negelewati kamar Najwa lah kok ono ulo sak gede ngono!" tutur Mak Darmani."Bapak teriak manggil ardi, aku mau keluar untuk melihat. Melewati kamar Najwa, lah kok ada ular sebesar itu!"Pak Kuswan mengambil aram dan segelas air, lalu dibacakan surah-surah al-quran. Kemudian di siramkan ke tubuh ular namun, binatang melata itu hanya mengeliat kemudia melingkarkan tuuhnya lagi."Ulo kui, bar mangan Ardi. Dadi de
Pak Kuswan seprtinya ketakutan, apalagi baru saja Pak Irwanto mengancamnya dengan halus. Ardi memperhatikan gelagat aneh itu dan dia hanya mengatakan jika dirinya sering mendapatkan ancaman dari orang yang tidak diketahui, untuk menutup mulutnya. ardi sempat ingin mencari tahu kenapa Wulandari memutuskan untuk bunuh diri.Suara tawa dan tangisan menyatu, membuat orang yang mendengarnya bergidik. Ditambah dengan hawa dingin yang menusuk dan suasana yang terasa mencekam."Sebaiknya, kamu simpan pemikiranmu untuk saat ini! Karena tidak akan berbuah baik untukmu dan keluargamu!" pesan Pak Kuswan.Ardi tahu, jika Pak Kuswan sedang menyembunyikan sesuatu. Akan tetapi, dia tidak berani bertanya. Ardi berpikiran jika Pak Kuswan sedang merasa terancam seperti dirinya kemarin, terlebih Ardi menyadari jika Najwa tidak ada di klinik. Dia menyambangi klinik setelah kejadian yang dilakukan oleh Pak Kuswan, dan benar saja perkiraan ardi. Najwa tidak ada di klinik itu dan suasa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments