“Olivia, kau harus menuruti semua perintah Tuan Armand! Kalau tidak, nyawaku jadi taruhannya!”
Olivia yang baru dibawa masuk ke sebuah ruang privat seketika membelalak melihat posisi ayahnya yang berlutut di lantai. Kedua sisi bahunya ditekan oleh dua pria berpakaian hitam. "Ayah, apa yang terjadi?!” tanya Olivia panik saat melihat kondisi ayahnya yang babak belur. “Apa yang kalian lakukan pada ayahku?!” serunya pada semua orang yang ada di ruangan itu. "Senang bertemu denganmu, Olivia Hermawan,” ujar sebuah suara, membuat Olivia segera menoleh. Seorang pria paruh baya duduk di kursi kebesarannya dengan wajah angkuh. “Aku Armand Raharja, Direktur Utama Raharja Group tempat ayahmu bekerja dan juga melakukan penggelapan uang." "A-apa?!" kedua mata Olivia membulat lebar. “Penggelapan uang?! Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu!” "Itu semua benar, Oliv!” sela ayahnya. “Aku memberikanmu pada Tuan Armand sebagai penebus hutangku padanya. Yang perlu kau lakukan adalah menuruti semua perintah Tuan Armand!” “Apa? Ayah… menjualku?” tanya Olivia tak percaya. Dadanya terasa sesak seolah dihimpit beban yang sangat berat. “Tiga miliar.” Ucapan itu membuat Olivia menoleh pada Armand yang sedari tadi memperhatikan drama itu di depan matanya. “Kau hanya perlu membayar tiga miliar jika tak ingin menyerahkan diri padaku,” katanya, membuat Olivia lagi-lagi membelalak tak percaya. “Ayah, katakan bahwa semua ini tidak benar! Untuk apa ayah menggelapkan dana sebanyak itu—” “Akh!” Ucapan Olivia terhenti saat melihat ayahnya kembali disiksa. Matanya memanas saat melihat dua bodyguard yang menahan ayahnya sengaja menekan tubuhnya yang sudah babak belur, membuatnya semakin kesakitan. "Dengar, Olivia! Sekarang adalah kesempatanmu untuk menjadi anak yang berguna untukku! Kau harus patuh pada semua perintah Tuan Armand agar aku bisa bebas dari tempat ini!" Napas Olivia tercekat, ia tak menyangka setelah semua ini ayahnya justru menjualnya seperti sebuah barang. Tapi ia juga tak tega melihat kondisi ayahnya yang tidak berdaya. “Waktumu tidak banyak,” kata Armand, berdiri dari kursi kebesarannya dan berjalan ke arah pintu. Kedua bodyguard itu kini kembali bergerak memukuli tubuh Rangga di berbagai sisi. Rangga hanya bisa meringkuk pasrah di atas lantai yang dingin saat kedua bodyguard itu memukul tubuhnya tanpa ampun, rasa sakit menjalar ke seluruh bagian tubuhnya tanpa terkecuali. Tubuh Olivia membeku, dipandangnya sang ayah yang sudah terkapar penuh luka dengan sorot mata yang bergetar tidak tega. Dengan cepat Olivia mengejar Armand yang akan keluar dari ruangan tersebut, "Tuan Armand, aku mohon lepaskan ayahku!" Armand tampak tidak peduli, raut wajahnya dingin tanpa belas kasihan. Terlihat jelas bahwa ucapan penuh permohonan dari Olivia tidak membuat pria itu luluh. "Ba-baiklah! Aku setuju! Jadi tolong, lepaskan ayahku…." sahut Olivia dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Armand menghentikan langkahnya dan berbalik, tatapan angkuh terlihat di wajahnya yang tidak lagi muda. Lalu ia berkata pada asistennya, “Tony, singkirkan pria itu dari rumahku.” Mendengar itu, Rangga mendongakkan kepalanya dengan raut lega, akhirnya ia bisa terbebas dari tekanan Armand Raharja. Namun, ucapan selanjutnya dari Armand membuat Rangga menelan ludahnya kasar, "Dan kau! Jangan pernah sekalipun kau memunculkan dirimu di depanku lagi, atau aku akan benar-benar membunuhmu saat itu juga." "Baik! Sa-saya mengerti, Tuan!" jawab Rangga dengan cepat. Olivia hanya bisa terdiam melihat ayahnya yang akhirnya dibawa pergi oleh dua bodyguard dan seorang pria dengan jas abu-abu itu. Kini hanya ada dia dan Armand Raharja yang berada di ruangan tersebut. Armand mendudukkan kembali tubuhnya di kursi kebesarannya, tatapannya yang dingin dan gelap menilai Olivia dari atas ke bawah. Begitu mengintimidasi hingga tanpa sadar tubuh Olivia meremang takut. Armand yang melihat itu hanya berdecak dan menarik napas pendek. “Olivia Hermawan, kau akan menjadi pengantin pengganti untuk putra tunggalku, Reagan Raharja.” Olivia seketika mematung. “A-apa? Pengantin pengganti? Maksud Anda—” “Aku memilihmu hanya karena terpaksa,” sela Armand, menatap Olivia dengan pandangan yang merendahkan. “Jadi jangan harap aku akan menerimamu sepenuhnya sebagai menantuku. Kau hanyalah gadis rendahan yang tidak pantas untuk bersanding dengan putraku!" Olivia hanya bisa menelan ludah atas penghinaan dari pria itu. “A-aku mengerti, Tuan,” katanya. “Aku akan melakukan apa pun yang Tuan minta, asalkan Tuan tidak lagi menyakiti ayahku," ucapnya pasrah. Air matanya jatuh membasahi kedua pipi putihnya yang halus. "Tony! Bawa dan kurung dia di kamar yang sudah aku sediakan! Aku tidak ingin dia kabur sebelum pernikahan dilangsungkan!" perintah mutlak Armand membuat Tony dan seorang bodyguard lainnya menarik paksa Olivia pergi dari sana. **** Di sisi lain, seorang pria terdiam di dalam kamarnya yang sepi. Wajah tampannya tampak datar tanpa ekspresi. Kondisinya yang buta dan lumpuh membuat suasana kamar semakin sunyi. Akibat kecelakaan hebat yang menimpanya beberapa minggu yang lalu, kakinya menjadi lumpuh dan matanya mengalami kebutaan. Seolah belum cukup sial, tunangan yang sangat ia cintai menghilang sehari sebelum pernikahan dilangsungkan. Reagan terkekeh kecil, tak menyangka bahwa nasibnya akan seburuk ini. Ayahnya mengatakan akan menemukan pengantin pengganti untuknya, dengan begitu pernikahan tetap bisa dilakukan meski tanpa kehadiran Amelia di sisinya. Dan Reagan tidak punya pilihan lain. Cacat dan batal menikah karena ditinggalkan calon pengantin tentu akan merusak reputasi keluarganya. Reagan menghela napas panjang, satu-satunya yang bisa ia lakukan saat ini hanya menerima semua yang diatur oleh ayah dan ibunya. Wajah tampannya tampak mengeras. Kepada asisten pribadi yang setia menunggunya, Reagan berkata, “Cari tahu informasi tentang pengantin penggantiku. Aku ingin tahu perempuan seperti apa yang diberikan ayah untukku!"Kejadian hampir jatuhnya Reagan ke kolam renang dengan cepat didengar oleh Sophie Raharja, sang Nyonya Besar Raharja itu dengan cepat terbang kembali ke Jakarta, beruntungnya Reagan tidak mengalami luka apa pun. Hanya saja, orang yang menyelamatkannya harus mengalami cedera di kakinya. Karena itu, Sophie ingin berterima kasih dengan benar pada orang yang telah menyelamatkan Reagan, yaitu Olivia.Kepulangan Sophie disambut oleh Bi Ira dan para pelayan lainnya. Bahkan Nindi juga ikut menyambut sang ibu mertua yang sudah cukup lama berada di Jerman untuk menemani sang suami, Hardian."Bagaimana kondisi Reagan setelah insiden itu, Nindi? Apa cucuku baik-baik saja?" tanya Sophie pada Nindi yang kini berada di depannya."Reagan baik-baik saja, ibu. Beruntungnya kursi rodanya tidak menggelincir sampai masuk ke kolam renang." jawab Nindi singkat, wanita paruh baya itu tidak menjelaskan secara detail kejadian tersebut karena ia tidak ingin menceritakan tentang Olivia pada ibu mertuanya.Lagi
Karena insiden tidak terduga itu, kini perlakuan Reagan terhadap Olivia menjadi sedikit lebih baik. Walaupun tidak sering menemuinya, Reagan menunjukkan sedikit respon baik saat pria itu menjenguknya meski hanya sebentar.Meski cedera pada kakinya membuat Olivia tidak bisa bergerak dengan bebas saat ini, entah kenapa rasa sakit yang ia rasakan pada kakinya itu menghilang ketika ia melihat Reagan datang menjenguknya.Perasaan bahagia justru lebih mendominasi Olivia saat ini, ditatapnya Reagan yang kini duduk di atas kursi rodanya yang berada di samping tempat tidur Olivia. Meski Olivia tahu bahwa Reagan tidak bisa melihatnya, Olivia tetap merasa senang.Kedatangan Reagan seolah-olah menjadi obat tersendiri untuknya yang saat ini hanya bisa berbaring di kasurnya tanpa bisa melakukan apa-apa. Tanpa sadar seulas senyum terbit di wajah cantik Olivia."Terima kasih karena sudah mau menjengukku, Reagan." ucap Olivia yang akhirnya memecah keheningan di antara mereka.Suasana canggung terlihat
Reagan menarik napas dalam-dalam, setelah satu minggu lebih ia hanya mendekam di dalam kamarnya dan perpustakaan pribadinya, dia akhirnya bisa keluar dan menghirup udara segar.Selama satu minggu ini juga ia akhirnya bisa bebas dari gangguan makhluk bernama Olivia itu, perasaan tenang menyelimuti hatinya. Saat ini ia berada di dekat area kolam renang, menikmati keheningan tanpa suara yang membuatnya merasa nyaman.Reagan tidak mengerti, apa yang membuat gadis itu bersikeras mendekatinya dengan berpura-pura baik padanya? Apa karena ia ingin diakui dan diterima sebagai anggota keluarga Raharja? Atau ia ingin mendapatkan sebagian harta miliknya?Tapi, apa pun itu, Reagan tidak peduli. Pria itu tidak akan membiarkan Olivia berhasil mendapatkan tujuannya. Reagan menggelengkan kepalanya pelan, tidak ingin lagi memikirkan gadis menyebalkan itu saat ini.Mata Reagan yang buta menatap lurus ke depan, sebenarnya ia tengah menunggu kedatangan Elvino yang memang akan memberi laporan padanya. Kare
Melihat hubungan Reagan dan Olivia yang semakin memburuk, di dalam kamarnya Nindi sedang tertawa bahagia. Dia merasa tidak perlu harus bersusah payah karena rupanya gadis itu sendirilah yang menghancurkan hubungannya dengan Reagan.Hal ini menjadi kabar baik baginya dan Armand, sudah berhari-hari Nindi melihat Olivia yang kebingungan karena Reagan menghindarinya. Hal itu cukup membuat Nindi merasa puas. Sayangnya, masih jauh sampai ia bisa mengeluarkan Olivia dan memisahkan keduanya sepenuhnya."Kenapa kau tertawa seperti itu, Nindi?" tanya Armand yang baru masuk ke dalam kamarnya menatap kebingungan ke arah istrinya yang tiba-tiba tertawa keras."Kau tahu, Armand? Sepertinya sekarang hubungan Reagan dan Olivia semakin jauh! Reagan terlihat semakin membenci gadis rendahan itu!" jelas Nindi dengan raut yang bahagia.Armand berjalan mendekat ke arah Nindi sembari menaikkan sebelah alisnya, "Benarkah?""Tentu saja! Apa sekarang kau tidak percaya padaku?" ucap Nindi sembari memandang taja
Sudah hampir satu minggu sejak pembicaraan terakhir Olivia bersama Reagan, kini Olivia merasa bahwa Reagan sengaja menjauhinya. Pria itu hampir tidak terlihat di sudut mansion mana pun, sepertinya ia berada di dalam kamarnya selama seharian penuh.Olivia bahkan tidak menemukan Reagan di halaman belakang setiap pagi hari seperti biasanya, pria itu bahkan meninggalkan rutinitas paginya hanya untuk menghindar dari Olivia. Reagan bahkan tidak membiarkan siapa pun masuk ke dalam kamarnya kecuali Bi Ira yang memang harus mengantarkan makanan dan obatnya.Olivia menghela napas pelan, saat ini ia duduk di bangku taman yang memang berada di halaman belakang mansion. Kedua tangannya memegang sebuah buku sketsa dan pensil yang memang ia gunakan untuk menggambar.Setelah meminta pada Bi Ira akhirnya Olivia mendapatkan sebuah buku sketsa dan juga alat untuk menggambar seperti pena pan pensil. Gadis berusia 25 tahun itu memang memiliki hobi melukis sejak kecil sama seperti ibunya.Pandangannya terp
Sehari setelahnya, Olivia yang sedang berjalan di area lantai satu mansion tiba-tiba berpapasan dengan Reagan yang sedang melintas di depannya dengan Bi Ira yang mendorong kursi rodanya dari belakang.Sepertinya pria itu berniat untuk menuju ke kamarnya, Olivia yang melihat itu menghentikan langkahnya. Gadis muda itu menelan ludahnya gugup, merasa bingung apakah ia harus menghentikan Reagan untuk menjelaskan semuanya atau membiarkan pria itu pergi begitu saja.Setelah memikirkannya secara singkat, Olivia dengan cepat berbalik dan mengejar Reagan yang sudah melintas cukup jauh di belakangnya bersama dengan Bi Ira. "Reagan, boleh aku bicara sebentar denganmu?""Tuan Muda?" Bi Ira yang melihat Olivia tengah berusaha mengajak Reagan berbicara hanya terdiam sebelum akhirnya ikut bersuara, merasa kasihan dengan usaha Olivia yang sepertinya tidak dihiraukan ole Reagan.Reagan hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, raut wajahnya terlihat dingin tanpa ekspresi. "Biarkan saja, Bi.