Ryuji Sakuma
Ryuji memejamkan matanya sejenak. Malam yang sangat dingin. Jendela kamarnya ia buka agar bisa menatap lebih dekat dengan ribuan bintang.
Ucapan Syougo itu membuatnya kepikiran. Apalagi Aoi semakin dekat dengan pak Makoto.
"Gue kenapa sih? Selalu aja mikirin dia," Ryuji mengacak rambutnya frustasi.
"Kenapa perasaan gue gak rela kalau Aoi deket sama pak Makoto?" tanya Ryuji pada dirinya sendiri.
Ryuji menggeleng. "Paling cuman kepikiran doang,"
Ryuji mengambil note dan menyobeknya. Menuliskan kata-kata manis untuk Aoi.
Kalau kamu tanya aku lagi ngapain. Jelas lagi dumika.
Gak tau ya dumika itu apa? Duduk mikirin kamu. Gombal ya aku? Di simpen ya bunganya?Ryuji Sakuma
Ryuji menempelkan itu di bunga mawar yang siap ia berikan kepada Aoi esoknya.
"Ya. Gue mulai suka sama Aoi. Selamat, lo berhasil buat hati gue sepenuhnya milik lo Aoi," Ryuji tersenyum. Ia benar-benar gila karena Aoi. Kenapa
Makoto bangun jam 4 subuh. Berkutat di dapur setelah sholat, Himarin melarangnya memasak."Aku pingin masak buat Aoi ma," ucap Makoto memelas. Ternyata masak tak semudah yang ia pikirkan.Dan Makoto memilih nasi goreng karena paling mudah. Tapi bumbunya ia tidak tau."Udah, mama aja yang masak. Ntar keasinan lagi, mending kamu nyapu rumah dulu ya. Sana," ujar Himarin lembut.Makoto menggeleng. "Mama masak nasi goreng kok enak? Bumbunya apa sih ma?" tanya Makoto kepo."Kalau itu rahasia. Udah sana nyapu, kalau mama yang masak pasti nagih mau lagi," ucap Himarin bangga. Hanya kali ini Makoto mau ke dapur, sebelumnya tak mau karena terciprat minyak goreng yang panas."Apa di goreng sama minyak juga ma?"Anaknya ini terlalu banyak tanya. Tapi lucu, Himarin suka itu."Iya. Nanti kamu kecipratan lagi mau? Panas loh," sengaja Himarin bohong, Makoto masak dapur sudah bukan lagi dapur, tap
"Aoi. Aku pinjem catatan Kimia ya? Besok janji deh aku balikin," pinta Haruka saat Aoi baru saja memasuki kelas.Aoi mengangguk. Memberikan buku tulis Kimia-nya."Tapi, besok balikinnya pagi-pagi aja. Pr dari bu Ima kan harus selesai besok juga," ucap Aoi, sekaligus mengingatkan Haruka yang mudah lupa.Haruka mulai menyalin catatan Aoi. Fumie mengomeli Haruka karena tidak berbagi."Ngomong dong daritadi. Kalau diem mana aku peka," gerutu Haruka kesal.Fumie mengernyit. Kenapa Haruka jadi curhat begini? Apa sudah mempunya gebetan? Hanya Bumi yang tau.Tak lama kemudian bu Beta datang. Pelajaran Fisika pun di mulai.***Haruka dan Fumie sudah berusaha mengajak Aoi ke perpustakaan. Tapi Aoi tidak mau."Kenapa? Padahal bau novel baru itu naikin mood Aoi.
Bel pulang berbunyi, Aoi sangat bosan berada di UKS sendirian.Akhirnya pulang juga, saat dirinya turun dari ranjang sebuah uluran tangan besar membuat Aoi tau siapa. Makoto lagi."Apa kondisimu sudah lebih baik?" tanya Makoto khawatir.Aoi mengangguk. Ia terlalu kejam mengabaikan Makoto, pria itu sudah berbuat banyak demi melindunginya."Ambilkan tasku di kelas," titah Aoi, rasanya senang juga tinggal duduk manis dan menyuruh Makoto."Biar aku suruh temanmu saja," Makoto mengirimkan pesan ke adiknya itu.Makoto menatap Aoi. "Masih sakit? Apa perlu kita ke rumah sakit saja? Sepertinya kondisimu sangat parah ya," ujar Makoto kasihan.Aoi berdecak kesal. Kenapa Makoto berlebihan? Memangnya ia sakit hati yang perlu di perikaakan ke dokter? Eh? Tidak akan pernah."Kenapa sih
Aoi tidak bisa tidur. Entah kenapa pikirannya bermasalah, selalu ada Makoto yang menjadi bayang-bayangnya."Kenapa mikirin dia sih? Bikin orang susah tidur aja," teriak Aoi frustasi. Untung saja kamarnya kedap suara, kalau tidak orang tuanya pasti khawatir.Entah kenapa tubuhnya panas, mulai bersin-bersin dan pusing."Pasti gara-gara kehujanan," Aoi menarik selimut sebatas dada, mencoba tidur meskipun sangat sulit.***Makoto sudah lebih sehat dari sebelumnya. Saatnya bersemangat menjemput Aoi.Saat sampai di rumah, Karin mengatakan Aoi sedang sakit. Tentu saja dirinya siaga jika calon istrinya itu sakit.Aoi tidur dengan wajah damainya. Makoto saja yang melihat itu terasa adem."Kalau tidur aja kayak putri salju yang nunggu pangerannya datang. Sekarang udah ada disini loh. Yakin gak mau bangun?" Makoto mengajak Aoi bicara, entah cewek judes itu dengar atau tidak.Aoi meras
Makoto tersenyum, akhirnya habis juga bubur buatannya. Aoi sangat doyan."Kamu istirahat sekarang. Biar besok bisa sekolah lagi," Makoto membenarkan rambut Aoi yang lupa di sisir.Aoi mengangguk. "Ya udah, sana pulang," usir Aoi ketus.Makoto menoleh, menatap Aoi. "Yakin nih? Masa gak kangen?""Gak! Mimpi aja dulu," Aoi masuk ke dalam rumah, biarkan saja Makoto berdiri sendirian disana.'Duh tambah gemes deh,' senang? Iya, apalagi menemani Aoi sakit. Sifat galaknya tidak pernah hilang.***Aoi sudah siap dengan seragamnya. Akhirnya ia bisa bersekolah lagi setelah dua hari di rumah saja.Saat ia berjalan menuju meja makan, tidak ada siapapun."Ma! Mama!" Aoi berteriak memanggil mamanya. Tumben banget sepi."Jam berapa sih?" Aoi menatap arloji di tangannya, masih jam 6."Orangnya gak ada, tapi makanannya ada. Aneh," Aoi duduk dan mengambil roti. 
Taiga melempar kertas dan tepat mengenai Ryuji yang tengah melamun.Ryuji menoleh. "Apa sih? Ganggu aja," ketusnya membuang kertas itu sembarangan."Jangan ngelamun. Perhatikan penjelasan pak Jiro. Mau maju di depan tapi gak bisa?"Ryuji mengangguk. "Iya-iya dasar cerewet," Ryuji menatap pak Jiro yang menjelaskan aljabar.***Saat bel istirahat berbunyi, Ryuji melangkah menuju kelas 12 Ipa 1."Aoi, ada Ryuji. Sana, kayaknya ngajak istirahat bareng," Haruka bisik-bisik, takut Fumie bangun.Aoi menutup buku Fisikanya. Akhirnya setelah dua hari tidak bertemu Ryuji, kalau saja tidak ada Makoto pasti waktunya hanya untuk Ryuji.Aoi menghampiri Ryuji. "Jadi kangen gak masuk dua hari," Aoi tersenyum kikuk."Sakit ya?" Ryuji mengecek dahi Aoi, normal.
"Jelas itu urusan saya Aoi!" tegas Makoto marah. Langkah Aoi berhenti, menoleh menatap Makoto. "Silahkan hukum saya sekarang kalau memang anda benar pak Makoto," pungkas Aoi berani, apa Makoto sengaja membuat peraturan sendiri? "Ok," Makoto mengangguk. "Beridiri disitu dengan satu kaki selama pelajaran saya," Makoto mendekat, membisikkan sesuatu yang membuat Aoi diam tak berkutik. "Dan itu, sampai pelajaran saya selesai!" Aoi melangkah sesuai perintah Makoto, mengangkat satu kaki sampai pelajaran bahasa Jepang selesai. "Pak Makoto killer juga ya?" "Aku kira dia sabar loh. Tapi pas Aoi di anterin Ryuji ke kelas, udah marah gitu aja. Kan aneh ya?" Aoi juga berpikir seperti itu. Kenapa Makoto bisa se-marah itu dan tega menghukumnya? Selama dua jam itu lah, kaki Aoi pegal. Aoi berusaha menyeimbangi tubuhnya, tapi... Bruk! Dengan sigap Makoto menangkap Aoi yang limbung. "
Ryuji masih tidak percaya bahwa Aoi adalah anak Amschel. "Kenapa Aoi nyuruh aku tutup mulut? Bukannya bagus kalau semua siswa di SMA Sakura tau?" tapi Ryuji akan menurut apa yang di sampaikan Aoi, mungkin ada niat tersembunyi. "Kalau itu maunya Aoi, aku janji gak akan ngasih tau siapa-siapa," Ryuji tersenyum memandangi lock screen wallpaper Aoi yang ia ambil dari I*******m. *** Seorang cewek duduk di gazebo rumah menatap kerlip bintang, membayangkan senyum seseorang yang selama ini ia kagumi sejak lama. Dia adalah Ryuji Sakuma. Cowok tampan kapten basket yang memiliki kekasih bernama Aoi. "Apa aku kurang cantik sampai Ryuji memilih Aoi," Nakura menatap coklat batang itu dengan nanar, percuma saja ia berikan secara diam-diam kalau pada akhirnya berakhir di tempat sampah. Kedua alis Nakura menyatu. Sebelumnya Aoi dan Ryuji saling benci. Rasanya tidak masuk akal langsung sama-sama jatuh cinta. "Liat