BRAK!!!
"A-aku kenapa, Mas?" tanya Maya lirih.Bryan mendekat pada Maya."Jangan pernah mengadu apa pun pada mama dan papa! Awas aja kalo kamu ngomong yang macam-macam! Apalagi soal kejadian yang semalam! " Bryan langsung meninggalkan Maya sendiri di dalam kamarkamar setelah mengeluarkan kalimat ancaman itu.Lagi dan lagi Maya menghela napas panjang. Baru juga siuman tetapi dirinya sudah mendapat ancaman dari suaminya."Sabar, semua ini demi ayah. Aku pasti bisa lewati semua ini karena Tuhan tidak akan menguji hambanya di atas batas kemampuan hambanya kan? Ya, aku memang tidak pernah mengharapkan sebuah pernikahan yang seperti ini tapi mau bagaimana pun semua ini sudah terjadi. Mau tidak mau aku harus bisa menerima semuanya. Semoga perlahan suami ku bisa menerima kehadiran ku dan pernikahan kita berjalan sesuai semestinya. Aku sangat berharap akan hal itu karena aku tidak mau mengalami kegagalan dalam hal pernikahan." Maya terus bermonolog sendiri.Kepala Maya masih terasa berat, dan kini bertambah air matanya luruh begitu saja. Kehidupannya benar-benar berubah dalam sekejap.Beberapa menit kemudian, mama Indah datang dengan sepiring nasi beserta lauk pauk di dalamnya. Tak lupa juga dengan segelas air ditangannya."Maya, kamu makan dulu ya terus di minum obatnya!" bujuk mama Indah pada Maya.Maya tersenyum lalu mengangguk menandakan jika dirinya setuju."Sebenarnya apa yang terjadi kok bisa kamu sampai pingsan, Maya?" Sembari menunggu Maya makan, mama Indah mulai mencari informasi mengapa Maya bisa jatuh pingsan."Em, Maya belum makan dari pagi, Ma. Mungkin itu yang membuat aku jatuh pinsan. Apalagi seharian ini aku dan mas Bryan harus berdiri untuk bersalaman dengan para tamu undangan. Waktu aku ingin mandi tiba-tiba saja tubuhku terasa lemas dan aku tidak ingat lagi, hehe!" ucap Maya tak sepenuhnya benar."Hem, tapi kan kamu nggak punya baju ganti, terus kamu mau pakai baju apa? Terus kenapa, Bryan ninggalin kamu di kamar sendirian? Pasti dia bicara yang macam-macam lagi sama kamu ya? Atau dia macam-macam sama kamu? Kalo iya, bilang sama mama, biar mama jewer tuh kupingnya biar panjang sampe ke komplek sebelah!""Hahaha, Mama ada-ada aja. Awalnya aku memang bingung tapi mas Bryan bilang ke aku, kalo aku pakai baju yang ada di lemari itu untuk sementara. Biar nanti dibeliin sama mas Bryan terus baju yang ada di lemari itu dipindahin. Terus, aku minta mas Bryan buat pergi duluan, soalnya aku malu, Ma!""Oh, begitu ya? Iya sih, di lemari sana tuh bajunya mantan Bryan. Tapi mending kamu jangan pake deh, beli yang baru aja! Masa mantu kesayangan mama pake baju bekas mantannya Bryan sih? Jangan dong! Dan mama setuju kalo baju yang ada di lemari dipindahin, kalo bisa dibuang aja sekalian!""Loh, kenapa dibuang, Ma? Kan bisa dikasih ke orang-orang yang membutuhkan, Ma?""Iya juga, ya udah biar besok mama yang ngomong ke Bryan buat ajak kamu untuk beli baju, pokoknya keperluan kamu semuanya. Terus suruh dia buat kasih baju itu ke orang-orang!""Hehe," Maya hanya bisa pasrah.'Aku salah ngomong nggak ya? Jangan-jangan bakal jadi masalah lagi? Akh, aku nggak ngerti mau gimana!' batin Maya frustasi."Udah selesai kan, sekarang kamu istirahat lagi ya!" perintah Mama Indah pada Maya.Mama Indah begitu telaten mengurusi Maya. Bahkan ia sampai tidur di kamar Bryan untuk merawat Maya. Entah kemana perginya seorang Bryan, itu tidak penting bagi mama Indah. Sekarang ia hanya memikirkan kesehatan sang menantu.Hingga waktu pagi pun datang. Sinar matahari masuk, menyorot ke dalam kamar. Membuat para penghuni rumah itu mengerjapkan mata karena silaunya."Udah pagi ternyata!" celetuk mama Indah."Iya, Ma! Maya harus bangun sekarang, Maya harus masak di dapur!" ucap Maya dan akan beranjak pergi dari ranjangnya."Eh, jangan! Kamu masih harus istirahat! Mama nggak mau kamu kaya semalam lagi!" Mama Indah melarang Maya untuk pergi apalagi memasak."Tapi, Ma?""Nggak ada tapi, Maya!" mama Indah pun akhirnya beranjak pergi dari sana meninggalkan Maya sendiri.Setelah kepergian mama indah, datanglah seorang Bryan. Bryan datang dengan tatapan mata mengerikan. Entah apalagi yang akan dia lakukan pada Maya kali ini."Dasar manja! Selain murahan ternyata pintar ekting juga kamu ya? Hebat!" sindir Bryan.Maya hanya diam tak berniat untuk menyahuti ucapan Bryan yang mirip dengan pisau tajam itu. Maya yang sadar, akhirnya bangkit dan berdiri di samping ranjang."Hanya semalam kamu boleh tidur di ranjang ini! Itu juga karna mama! Ganti sprainya sekarang juga karena aku jijik ada bekas kamu semalam!"Deg! Sebegitu bencinya Bryan pada Maya? Maya hanya sanggup untuk menghela napas pelan."Sprainya dimana, Mas?" Maya pun angkat bicara."Di lemari itu! Setelah selesai ganti sprai kamu langsung cuci sprai kotornya!""Baik, Mas!" Maya pun mulai mengerjakan perintah Kevin.***Waktu telah berlalu cukup lama. Maya juga sudah siap untuk pergi ke rumah sakit menjenguk ayahnya. Namun, saat hendak melangkah keluar Bryan kembali memanggil Maya."Eh, perempuan murahan! Mau ke mana kamu?" teriak Bryan."A-aku mau pergi, Mas!" jawab Maya."Ckck, mau pergi? Pasti mau foya-foya kan? Cih, jangan harap bisa segampang itu kamu keluar rumah ini. Sebelum kamu pergi, siapkan semua keperluan aku mandi mulai dari air hangat dan lainnya!"Maya kembali, tak melanjutkan langkah kakinya untuk keluar. Ia langsung melakukan semua perintah dari Bryan. Hingga akhirnya Bryan melakukan ritual mandinya."Woi, cepet sini kamu!" teriak Bryan meminta Maya untuk masuk ke dalam menemuinya."A-apa, Mas?" tanya Maya dengan kepala menunduk ke bawah."Apa kamu tuli? Sini cepet!" pekik Bryan."Ta-tapi kan?""Cepetan!" teriak Bryan dengan lantang.Tanpa pikir panjang Maya langsung mendekat dan melihat apa yang tengah dilakukan oleh Bryan. Maya memejamkan matanya seketika."Nggak usah sok-sokan begitu lah! Bukannya kamu sudah terbiasa melihat laki-laki seperti ini? Melihat, meraba bahkan lebih dari itu. Sudah lah, di sini kamu hanya bekerja untuk mengusap punggungku karena tanganku tak sampai. Ayo cepat lakukan!""Hah? Aku harus melakukan itu?" Maya masih tak percaya. Ini seperti mimpi buruk baginya. Ia pun masih memejamkan matanya.Bryan tak sabar, dia langsung menarik tangan Maya. Memberikan sabun pada Maya."Ayo cepat! Atau kamu tidak boleh pergi hari ini?!" ancam Bryan."Haaah? I-iya, aku lakukan!" Mendapat ancaman seperti itu akhirnya Maya dengan sigap langsung mengerjakan perintah Bryan.Apakah benar Bryan hanya memerintah Maya untuk menggosok punggungnya saja?"Sudah, Mas!" Maya memberikan sabun itu kembali pada Bryan."Hem, bagian depan belum kan? Ayo lakukan! Aku juga ingin tahu, bagaimana cara kamu melayani laki-laki biasanya! Ayo cepat lakukan!""A-apa? Melayani maksud, Mas?""Tidak usah berlagak bodoh!" Bryan menarik tangan Maya lalu menaruhnya ke bagian tubuhnya."AAAAAAARGH!!!"Bersambung...Selamat membaca dan ikuti terus kisahnya ya.New chapter =>Terima kasih."Udah selesai belum, sayang?" tanya Bryan pada Maya. Maya menghela nafas lalu menghampiri Bryan. "Sudah kok," Maya tersenyum manis pada Bryan. "Ya ampun cantiknya, istri aku ini. Mau kemana sih?" goda Bryan. "Kan mau kencan sama ayang, hehe!" "Gemasnya! Ayo jalan!" Bryan menggandeng tangan Maya lalu mereka berjalan beriringan. Mama Indah dan Papa Putra tak henti-hentinya menatap pasangan yang lagi dilanda asmara itu. Sudah pasti mereka sangat terkejut melihat mereka berdua terlihat begitu mesra. Bryan dengan gagahnya menggandeng tangan Maya yang begitu cantik pagi ini. "Ma, Papa nggak salah lihat kan?" bisik papa Putra pada mama Indah dengan mata yang terus tertuju ke arah Bryan dan Maya. "Mama kira, Mama yang udah rabun, Pa. Ternyata, Papa juga melihat pemandangan itu?" sahut mama Indah lirih. "Memangnya, Mama sedang lihat apa?" tanya Papa Putra memastikan. "Lihat Pangeran dan Putri lagi jalan menuju kita. Oh tidak! Maksudnya, Bryan dan Maya yang begitu mesra, Pa!" jawab Ma
"Ada apa ya? Tiba-tiba perasaan ku tidak enak begini. Tiba-tiba juga langsung teringat dengan Maya. Seharusnya jam segini aku sudah tertidur karena pengaruh dari obat. Tapi aku malah belum bisa memejamkan mata. Sebenarnya ada apa dengan Maya? Atau jangan-jangan Maya sedang..." "Auw," Tiba-tiba saja, dada ayah Doni terasa sedikit sesak. Entah apa yang tengah terjadi pada ayah Doni saat ini. Apakah penyakitnya kembuh kembali atau hanya sesak biasa. Yang jelas, perasaan ayah Doni kini sulit dijelaskan. Pikirannya terus menuju pada putri semata wayangnya, Maya. ***Esok hari. Hari ini seharusnya Maya tengah bahagia karena acara kencan pertamanya di malam minggu. Namun, acara yang mereka rencanakan harus gagal setelah kejadian yang diciptakan oleh Bryan. Maya yang biasanya bangun pagi dan penuh semangat untuk menyambut pagi hari, kini terlihat lesu. Terduduk di pinggiran ranjang dengan wajah ditekuk, mata sembab karena kebanyakan menangis semalam. Weekend ini sungguh, Maya benar-benar
PRANG!!! Bryan membanting ponselnya ke meja makan yang terbuat dari kaca. Karena benturan yang keras, membuat meja kaca itu melantar. Namun, suara keras itu muncul karena ponsel Bryan juga mengenai piring di meja itu. Piring itu pecah sehingga mengeluarkan suara dan itu membuat Maya memutuskan untuk kembali ke ruang makan. "Mas Bryan?!" pekik Maya. Bryan langsung menoleh ke Maya. Dilihatnya Maya tengah berdiri tak jauh darinya. Dengan satu tangan menutup mulutnya. Bryan masih tidak sadar bahwa dirinya tengah berdiri tegak sekarang. Sedangkan Maya sungguh masih tak percaya dengan pemandangan yang ada di depannya ini. Maya berpikir apakah ini semua mimpi atau memang Bryan yang sengaja membohongi dirinya. "Kamu udah sembuh, Mas?" tanya Maya sembari berjalan mendekat pada Bryan. "Ah, a-aku?" Bryan seketika melihat dirinya sendiri dan sadar bahwa dirinya tengah berdiri tegak. "Kamu bohong sama aku, Mas tentang kebenaran ini?" tanya Maya lagi. "A-aku bisa jelasin soal ini, May!" Bry
Suasana hening seketika, mereka kembali melakukan kegiatan makan malam. Namun tiba-tiba saja, "Ma, apa benar dulu Mama yang suruh Rania untuk pergi ninggalin Bryan?" "Hah?" Seketika mama Indah dan papa Putra terkaget. Bagaimana bisa Bryan tiba-tiba membahas soal Rania dan bertanya semacam itu pada mamanya. Dan bukan hanya mama Indah dan papa Putra saja yang kaget, Maya juga ikut kaget sekaligus bingung. Maya bingung, siapa itu Rania sebenarnya. Apa begitu penting bagi Bryan, atau jangan-jangan Rania itu adalah mantan kekasih Bryan yang gagal menikah dengannya itu. "Kamu apa-apa sih, Bryan? Kamu tiba-tiba nanya kaya gitu ke mama, seolah-olah kalo mama adalah penyebab bubarnya hubungan kalian berdua!" cerca Mama Indah tak habis pikir dengan Bryan. "Ya, Bryan emang penasaran soal itu, Ma!" "Lagian kamu kok keterlaluan sih, bahas masalah mantan alias masa lalu di depan istri kamu yang jelas-jelas masa depan kamu sekarang sampe nanti!" omel Papa Putra pada Bryan yang juga kesal kare
'Kamu harus pergi dari sini sekarang juga! Karena anak ku tidak membutuhkan kamu di sini!' Rania. "SHIT!!!" Bryan mengusap wajahnya kasar. "Apa maksud dari semua ini? Dia tiba-tiba saja muncul di kehidupan ku lagi setelah menghilang begitu saja dan dia malah berusaha menjelek-jelekkan mama di depan ku. Terus maksud dia kirim seperti tadi itu apa? Apa maksud dia, itu adalah suruhan dari mama untuk dia? Tapi aku nggak percaya kalo seperti itu! Argh, gila lama-lama kalo begini!"Bryan menghapus pesan dari Rania. Lalu dia menyuruh supir untuk pergi ke tempat penjualan ponsel. Bryan memang berniat untuk membelikan ponsel untuk istrinya, Maya.Maya memang tidak memiliki ponsel selama ini. Bryan sempat penasaran karena tidak pernah melihat Maya memegang atau main ponsel di mana pun. Akhirnya Bryan bertanya dan memang benar jika Maya tidak pernah membeli ponsel sebelumnya. Sejak kejadian itu, Bryan semakin merasa bersalah karena pada awal-awal pernikahan dia selalu menuduh Maya yang tidak-
Bryan dan Leon sontak melihat ke arah sumber suara. "Astaga!!!""Kenapa pada kaget begitu? Kaya lihat hantu saja!" "Lah memang kaya hantu, Tiba-tiba nongol setelah lama menghilang tanpa pamit tanpa kabar!" cibir Leon. "Hem, aku bisa jelaskan semuanya, Bryan!" "Aku nggak peduli apa pun tentang kamu!" tegas Bryan. "Sayang, aku mohon dengerin aku dulu ya! Plis, sayang!" "Enggak ada yang perlu dijelaskan lagi, dan enggak ada lagi ada panggilan sayang!" Bryan kembali menegaskan kalimat itu pada perempuan yang ada di depannya itu. "A-apa maksudnya? Aku calon istri kamu loh, Bryan! Emang apa salahnya dengan panggilan sayang itu? Bukankah sejak dulu kamu senang dengan panggilan itu? Ayo lah, plis jangan seperti ini aku mohon!" Perempuan itu kembali memohon pada Bryan. "Apa lagi sih? Kita sudah tidak terikat dengan hubungan itu lagi! Semenjak kamu pergi dan nggak datang di hari dimana pernikahan kita seharusnya berlangsung. Kemana kamu selama ini, hah?" pekik Bryan. "Aku bisa jelasin