Share

Hidup Di Neraka

"Ekhem! Bryan, istri kamu mana?" tanya papa Putra.

"Di kamar, Pa!" jawab Bryan enteng.

"Kenapa nggak bareng sama kamu?" tanya Papa Putra lagi dengan ekspresi penuh selidik.

"Dia ketiduran mungkin!" jawab Bryan lalu mulai mengambil nasi untuk dirinya sendiri.

Suasana hening sejenak. Bryan yang semula sibuk lalu berhenti dan mengamati keadaan sekitar, mengapa keadaan menjadi sepi tanpa suara.

"Kenapa pada ngeliatin aku seperti itu? Enggak, Ma, Pa! Aku beneran nggak ngapa-ngapain dia kok, jangan berburuk sangka sama aku lah!" ucap Bryan yang terlihat begitu santai.

Mama Indah dan Papa Putra kompak hanya mengangkat kedua bahu mereka masing-masing.

Padahal kekeadaan yang sebenarnya adalah Maya tengah menderita saat ini. Di dalam kamar ia sedang kebingungan untuk meminta bantuan pada siapa?

"Aku lelah, tetapi aku tidak boleh menyentuh apa pun. Lalu bagaimana caranya aku beristirahat? Bagaimana pula caraku mandi? Handuk saja tidak ada apalagi pakaian untuk ganti. Akh, perutku terasa perih sekali. Pagi tadi aku tidak sempat makan dan hanya makan sedikit waktu siang. Dan waktu makan malam pun aku tak bisa makan, bahkan terkunci di dalam kamar seperti ini!" Maya terus bergeming.

Maya masih terus berdiri di sana. Ia menuruti semua ucapan Bryan untuk tidak menyentuh apa pun yang ada di kamar itu.

Bayangkan saja bagaimana rasanya menjadi Maya saat ini. Lelah yang menjalar di tubuhnya tidak bisa ia sembuhkan. Masih dengan gaun pengantin yang terasa berat bagi tubuhnya menambah rasa letih.

Perut terasa perih, keringat mulai mengucur di dahinya. Hingga akhirnya ia tak sanggup lagi menopang tubuhnya dan ambruk begitu saja.

Lama ia terkapar di lantai, hingga beberapa waktu Bryan datang. Bryan melihat Maya yang tengah berbaring di lantai. Namun, ia tak merasa iba sama sekali pada Maya.

"Ngapain dia tiduran di lantai? Kurang kerjaan saja! Pft, pasti hanya untuk menarik perhatian ku saja! Dasar murahan!" cibir Bryan lalu naik ke ranjang miliknya dengan perlahan karena susah payah berpindah dari kursi roda.

Di tempat lain, Mama Indah yang tengah berada di dalam kamarnya tersentak kala mengingat sesuatu.

"Astaga, Pa! Mama lupa sesuatu!" pekik Mama Indah.

"Lupa apa, Ma? Lupa membayar tukang bunga atau tukang rias pengantin? Atau apa?" tanya Papa Putra dengan nada santai.

Mungkin Papa Putra mengira jika Mama Indah hanya lupa dengan hal sepele seperti biasa.

"Bukan, Papa! Kalo masalah itu kan sudah beres semua dari jauh-jauh hari, ikh!" jawab Mama Indah dengan nada kesal.

"Iya terus apa, Ma?" tanya Papa Putra serius.

"Mama lupa nyiapin semua keperluan Maya, Pa! Bagaimana keadaan Maya sekarang ya?" ungkap Mama Indah.

"Lah? Bagaimana bisa kamu seceroboh itu, Ma?" pekik Papa Putra.

"Masa bodo akh! Papa nggak bakal bisa bantuin mama juga. Mama mau ke kamar Bryan dulu, mau lihat menantu cantik mama, Maya!" Mama Indah akhirnya pergi untuk melihat keadaan Maya saat ini.

Mama Indah telah sampai di depan kamar Bryan. Ia tak sabar ingin melihat menantunya itu.

"Bryan, Bryan buka pintunya! Mama mau melihat keadaan menantu mama, cepet buka!" teriak Mama Indah sembari menggedor-gedor pintu kamar Bryan.

Bryan yang baru saja terlelap, terpaksa harus bangun karena suara bising di depan kamarnya.

"Aih, apa-apaan si Mama? Malam-malam begini ganggu orang tidur aja! Mana susah lagi turunnya, harus pake kursi roda segala! Sial!" Bryan kesal dan terus menggerutu sembari mengangkat kedua kakinya secara bergantian untuk duduk di kursi rodanya kembali.

"Lama banget sih, Ian? Kamu sedang apa sih? Nggak mungkin kalian malam pertama kan? Kamu kan belum menerima keberadaan istri kamu!" teriak Mama Indah lagi.

"Iya-iya, Ma! Sabar dulu, kenapa? Udah tahu anaknya lumpuh, pake suruh cepet-cepet segala!"

"O iya, mama lupa! Ya maaf, mama kan khawatir sama menantu mama. Emang salah apa?"

"Hadeh, menantu modelan begitu juga! Apa yang dibanggakan sih?" gumam Bryan sembari melihat ke arah Maya yang masih terbaring di lantai dan terlihat tidak terganggu dengan suara teriakan Mama Indah.

'Dia kenapa diam saja di sana? Harusnya dia bangun dan membuka pintunya! Dasar bodoh! Mana dia masih pakai baju pengantin lagi! Sialan, pasti aku bakal kena omel mama lagi!' Bryan terus membatin dengan ekspresi wajah yang begitu kesal.

"Halah, nggak sabar nunggu kamu! Mama dobrak aja sekalian ini pintu!" Mama Indah semakin kesal. Ia berusaha membuka pintu, ternyata pintu kamar Bryan tidak terkunci.

"Jangan!!!" teriak Bryan namun terlambat karena Mama Indah telah membuka pintu kamar miliknya.

Ceklek! Betapa terkejutnya Mama Indah setelah melihat keadaan di dalam kamar Bryan.

"Astaga, BRYAN!" pekik Mama Indah memenuhi ruangan kamar itu bahkan teriakannya sampai terdengar ke ruangan lain.

"Akh! Mama kenapa teriak-teriak terus sih?"

"Diam kamu! Bener-bener keterlaluan kamu ya!" Mama Indah langsung melihat keadaan Maya yang terkapar di lantai itu.

"Kenapa jadi aku sih? Kan itu mau dia buat tiduran di lantai!" protes Bryan.

"Apa? Tiduran kamu bilang? Ini yang kamu bilang tiduran, hah? Sini kamu! Istri pingsan begini kok dibilang tiduran! Dasar geblek!" oceh Mama Indah.

***

Kini Maya tengah berbaring di atas ranjang. Keadaan Maya telah berubah tidak seperti tadi. Mama Indah telah mengganti pakaian Maya dengan pakaian santai. Mama Indah juga telah memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa Maya.

Keadaan Maya sedikit membaik tinggal menunggu siuman saja. Namun, berbeda dengan Bryan yang tengah khawatir karena dia pasti akan terkena masalah setelah ini.

'Sialan! Kenapa aku seceroboh ini sih?' Di dalam hatinya, Bryan terus merutuki dirinya sendiri.

Mama Indah dan Papa Putra menatap Bryan dengan tatapan mematikan.

"Benar-benar ya kamu, Bryan! Papa kecewa sama ka-,"

"Eum," Maya mengerjapkan kedua matanya.

"Maya, kamu sudah sadar sayang?" Perhatian mama Indah langsung berpindah pada Maya.

"Ma, Pa, kenapa kalian ada di sini?" Maya bingung, mengapa mama dan papa mertuanya berada di dalam kamar dan dirinya yang tengah berbarin di atas ranjang.

"Kenapa kamu tidak bilang sama, Mama si? Harusnya kamu bilang sama Mama kalo butuh sesuatu, sayang!" Bukannya menjawab, Mama Indah malah mengomel pada Maya.

"Ah, maksudnya apa?" Maya semakin bingung dengan ucapan mama Indah.

"Ma, kenapa malah ngomel-ngomel si? Kasihan Maya baru sadar, mending kamu ambil makanan untukMaya! Kasihan dia belum makan biar sekalian minum obat nanti!" perintah Papa Putra pada Mama Indah.

"O iya, maaf-maaf! Mama ambil makanan dulu ya!" Mama Indah akhirnya pergi meninggalkan mereka semua.

"Bryan, jaga istri kamu dengan baik! Awas kalo sampe hal ini terjadi lagi!" ancam Papa Putra dan berlalu pergi menyusul kepergian mama Indah.

Bryan menatap Maya tajam.

"Kamu itu ya, benar-benar..."

BRAK!!!

Bersambung...

Selamat membaca dan ikuti terus kisahnya ya.

New chapter =>

Terima kasih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status