Maya Amalia, ia terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh. Keadaan ayahnya yang semakin memburuk dan harus melakukan operasi membuatnya begitu bingung. Pasalnya, ia sama sekali tidak memiliki uang untuk biaya rumah sakit dan operasi ayahnya. Namun, Tiba-tiba saja ia bertemu dengan seorang ibu yang kira-kira umurnya sama dengan ayahnya. Ibu itu datang membawa sebuah tawaran untuk dirinya. "Saya akan membiayai semua biaya rumah sakit ayah kamu, asalkan kamu mau melakukan apa yang saya perintahkan! " Lalu bagaimana kisah Maya Amalia dimulai?
Lihat lebih banyak"Aih, Ma tadi Maya berantem sama siswa di kampusnya tahu?!" "Hah, apa?" Mama Indah kaget dan benar-benar tak percaya sama ucapan Bryan. "Dih, nggak percaya kan? Tuh tanya sama supir Bryan biar jelas!" cetus Bryan. "Hem, oke oke, nanti mama nanya sama supir kamu. Tapi kenapa kok bisa berantem?" tanya mama Indah penasaran. "Gara-gara ada yang hina Bryan, Ma! Sebenarnya Bryan ikut turun itu karena Bryan mau bertemu dengan salah satu dosen di sana, maksud Bryan itu biar ada yang mengawasi Maya gitu loh. Gini-gini, Bryan juga suami yang baik dan pengertian tahu, Ma!" cetus Bryan. "Oh ya ya, mama paham maksud kamu. Ikh tumben kamu pinter, gitu dong jadi anak mama yang baik. Kan jadi bangga kalo gini, coba aja kalo oon kaya dulu, beeeuh, mama rasanya pengin buang kamu ke laut tahu nggak sih? Kesel mama tuh, jadi agak nyesel punya anak kaya kamu!" oceh mama Indah. "Hem, tapi sekarang enggak kan? Bryan udah jadi anak yang baik, kan? Tapi menurut mama, Maya cinta nggak sih sama, Bryan?"
"BUGH!" Maya langsung menghajar salah satu siswa tersebut. Rasanya ia sungguh tak terima karena mereka telah menghina suaminya. Jika mereka hanya menghinanya, ia tak akan mempermasalahkan itu karena dari dulu juga ia sering dihina. "Aww! Apa-apaan kamu berani sekali menghajar ku? Aku laporkan juga kamu ke pihak kampus!" Siswa itu meringis kesakitan lalu tak terima dengan perlakuan Maya dan mengancam Maya untuk melaporkannya pada pihak kampus. "Laporin aja kalo berani! Aku nggak takut sama sekali!" Tanpa rasa takut, Maya justru menantang balik siswa tersebut. "Oke, awas aja kamu!" Siswa itu pun pergi begitu saja meninggalkan Maya, Bryan dan supir. "Dih, sok banget sih? Beraninya main lapor-lapor aja! Kalo berani tuh di ring! Adu skill! Dasar payah!" ejek Maya pada siswa itu. "Maya, kamu apa-apaan sih? Baru juga pertama kali masuk sekolah udah buat ulah saja!" omel Bryan. "Siapa yang buat ulah? Orang dia duluan yang mulai kok!" kilah Maya membela diri. "Kamu mau sekolah atau ma
Beberapa hari telah berlalu. Maya dan Bryan semakin dekat sesuai dengan perjanjian mereka tempo lalu. Maya akan terus mengurus Bryan hingga Bryan sembuh. Sedangkan Bryan akan menentukan pilihan apa yang akan diambil. Apakah akan bercerai atau tetap melanjutkan pernikahan mereka yang artinya dia harus menerima Maya sebagai istrinya. Keadaan Bryan semakin membaik, Maya, mama Indah dan papa Putra pun senang dan berharap Bryan bisa berjalan kembali seperti semula. Pagi ini, seperti biasa Bryan akan pergi ke kantor dan itu artinya Maya harus menyiapkan dan mengurus semua keperluan Bryan. "Mas, nanti aku sudah mulai masuk kuliah!" ucap Maya sembari merapikan dasi Bryan. "Ya sudah, memangnya aku harus apa?" respon Bryan terlihat cuek dan biasa saja. "Enggak harus apa-apa juga, aku cuma bilang aja sih!" balas Maya lalu dirinya bersiap untuk mandi. "Hem," Sepeninggalan Maya, Kevin terdiam. 'Aku harus menyembunyikan hal ini dari semuanya untuk sementara waktu. Aku belum siap jika nanti
Pagi-pagi sekali, Maya telah bangun dan menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan Bryan, apalagi sekarang Bryan telah kembali bekerja dengan rutin. "Aku udah siapin air untuk mandi kamu, Mas!" ucap Maya pada Bryan yang baru saja bangun. "Ya, aku akan mandi sekarang! Tolong ambilkan handuk milik ku!" pinta Bryan pada Maya. "Ya, sebentar ya, Mas!" Maya pun langsung pergi untuk mengambil handuk milik Bryan. Tak lama kemudian, Maya kembali membawa handuk lalu memberikannya pada Bryan. "Ini, Mas! Ayo aku bantu kamu mandi sekalian!" Maya pun mendorong kursi roda milik Bryan. "Apa karena kejadian dua hari ini, kamu jadi berpikir bahwa aku telah mencintai kamu? Sebenarnya aku masih belum bisa mencintai kamu tapi aku sudah mulai melakukan,-" "Iya, aku tahu itu kok, Mas!" Maya memotong ucapan Bryan. Maya membuang napas kasar. "Aku tidak berpikir seperti itu, tapi apa aku salah jika aku mengharapkan semua itu? Bagaimana pun juga kita sudah menjadi sepasang suami istri bukan? Aku juga pu
"Hah? Cucu?" Bryan dan Maya saling pandang. Mengapa mama Indah malah mengira jika mereka ingin pergi kencan atau bulan madu. "Bukan, Ma! Kita nanti mau jemput ayah dari rumah sakit, kan ayah nanti sudah boleh pulang, Ma!" ungkap Bryan. "Oh, kirain hehe. Ya sudah lah, gak apa-apa deh. Tapi nanti pergi bulan madu ya? Mama sama papa udah pengin gendong cucu loh. Eh tapi Maya mau kuliah lagi kan? Hem, gimana ya?" "Itu urusan gampang, Ma! Nanti kita pikirin masalah itu kok, jangan khawatir!" ucap Bryan. Maya melihat ke arah Bryan. Maya bingung apa yang Bryan maksud sebenarnya. Perihal bulan madu yang akan dibahas atau masalah Maya yang ingin berkuliah. "Baiklah, Mama tunggu kabar baiknya aja deh!" celetuk mama lalu tertawa kecil. "Hem, Mama ada-ada aja. Ya udah, Bryan udah selesai makan terus mau berangkat ke kantor sebentar sebelum jemput ayahnya Maya!" ujar Bryan. "Kamu tunggu aku di rumah ya! Aku ke kantor cuma sebentar aja kok!" pinta Bryan pada Maya. "Iya, Mas," "Semangat ke
"A-ayah? Maksudnya apa, Pa, Ma?" Bola mata Bryan bergerak ke kanan dan ke kiri, melihat ke arah mama dan papanya. "Iya, ayahnya Maya habis melakukan operasi dan lagi proses pemulihan, Bryan. Ayah mertua kamu itu, nanti kamu ikut jengukin Beliau! Kemarin kamu ditanyain waktu Beliau habis operasi. Pokoknya kamu harus jaga sikap kamu di depan ayahnya Maya, jangan sampai kamu membuat Beliau kecewa!" ujar Papa Putra. "Oh begitu, ya udah nanti Bryan ikut dan ya, sebagai rasa hormat Bryan kepada orang yang lebih tua, Bryan bakal jaga sikap kok, Pa!" "Bagus lah, kalo gitu!" ***Bryan, Maya, mama Indah dan papa Putra telah sampai di rumah sakit. Ini pertama kalinya Bryan bertemu dengan ayah mertuanya. "Ayah, Maya datang lagi buat jenguk, Ayah!" ucap Maya dengan tersenyum. "Em, ayah juga senang kamu datang lagi, Nak!" ayah Doni juga tersenyum membalas Maya. "Bagaimana, Pak, sudah lebih baik dari kemarin?" tanya papa Putra. "Alhamdulillah, sudah lebih baik, Pak, kata Dokter besok siang
"Kamu ngedumel hah? Nggak ikhlas melayani suami?" Bryan membuka matanya kembali. Deg! "Ah, eng-enggak, Mas, bukan nggak ikhlas. Aku ikhlas kok, cuma heran aja sama sikap kamu, kenapa nggak langsung bilang aja dengan baik-baik gitu!" ucap Maya sedikit takut jika Bryan tetap marah. Bryan merubah posisinya menjadi duduk. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Maya. Melihat Maya dari atas hingga bawah. Seperti sedang mencari sesuatu di sana. "Yah, aku rasa memang pantas jika kamu banyak disukai lelaki. Pasti tarifnya mahal kan?" Bryan memegang tangan Maya lalu menatap Maya dengan intens. Ucapan Bryan benar-benar menyakiti hati Maya kali ini. Setelah memaksa dirinya untuk melakukan pekerjaan yang perintahkan oleh Bryan lalu ia masih dituduh untuk hal yang tidak pernah ia lakukan. "Lepas! Dengarkan ini baik-baik ya, Mas! Aku bukan perempuan murahan! Aku juga tidak pernah melayani laki-laki manapun seperti yang kamu tuduhkan itu! Aku tidak pernah menjual diri pada siapa pun! Kamu menger
Mama Indah melepaskan pelukannya pada Maya. Ia tersenyum pada Maya. "Kamu kemarin gagal kan menjenguk ayah kamu gara-gara, Bryan?" tanya mama Indah. "Em, kemarin aku...""Udah, mama tahu kok kalo kemarin Bryan banyak mau. Dia nyuruh kamu ini itu kan? Jangan bohong sama mama, mama tahu kamu menutupi kelakuan Bryan sama mama. Sekarang kita ke rumah sakit ya, mama temani kamu nungguin ayah yang akan operasi nanti!" "Operasi? Ah iya, Maya sampe lupa soal operasi ayah, Ma. Tapi bukankah harusnya operasinya kemarin ya, Ma?" tanya Maya bingung. "Iya, tapi kemarin kebetulan dokter yang akan menangani operasi ayah kamu nggak ada, jadi operasinya dilakukan hari ini. Ayo siap-siap ke rumah sakit sekarang!" "Oh gitu, ya udah Maya ke kamar buat siap-siap dulu ya, Ma!" pamit Maya. "Iya, sayang!" Tiba-tiba saja, papa Putra datang menghampiri mama Indah. "Jadi ke rumah sakit kan, Ma?" tanya papa Putra. "Iya, Pa. Papa jadi ikut kan?" "Jadi kok, kebetulan Papa lagi nggak ada kerjaan juga dika
"Maya, mama sebenarnya sudah mencari tahu siapa kamu, rumah tinggal kamu, sekolah kamu dan keluarga kamu. Ya pokoknya semua yang berkaitan sama kamu lah. Terus mama juga tahu bahwa kamu baru saja lulus SMA kemarin kan? Nah, mama sama papa sudah sepakat untuk menyekolahkan kamu ke jenjang yang lebih tinggi. Bagaimana sayang, kamu mau kan?" ujar mama Indah pada Maya. Sekolah ke jenjang yang lebih tinggi? Jelas itu adalah impian Maya sedari kecil. Menjadi dokter adalah cita-citanya. Alasan Maya bercita-cita menjadi dokter adalah ayah dan ibunya. Melihat ayahnya yang sering sakit-sakitan juga ibunya yang meninggal karena kecelakaan tabrak lari. Karena penanganannya yang kurang cepat atau bisa dibilang terlambat, ibunya meninggal saat baru saja tiba di rumah sakit. Ibunya diduga kehabisan banyak darah karena benturan keras di bagian kepalanya. Maya begitu penasaran, bagaimana bisa mama mertuanya mendapat informasi tentang dirinya. "Bagaimana bisa, Mama tahu informasi tentang aku? Mama j
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.