"Key, besok aku mau ke Bali." Ucapan Rey itu membuatku sedikit terganggu saat lagi enak-enak duduk di kursi ini sambil merem.
"Mau ngapain emang?" tanyaku basa-basi. Sebenarnya nggak ngurus juga sih dia mau ke mana.
"Ada urusan bisnis di sana sama Sahila."
Sahila?
Siapa ya? Kok aku kek pernah denger namanya.
Aku coba inget-inget nama yang disebutkan Rey tadi.
Dan akhirnya aku tersadar kalau Sahila itu salah satu mantan Rey.
Urusan bisnis apa yang mengharuskan dua sejoli mantan pacar itu ke Bali. Aneh rasanya. Apa nggak bisa diurus di kota ini aja?
Jangan-jangan mereka sengaja ke Bali, biar sekalian liburan bersenang-senang berdua sambil mengenang masa-masa mereka pacaran.
Kok aku jadi nggak tenang gini sih.
"Aku ikut, Rey." Aku lantas bangkit dari duduk.
"Ikut?" Satu alisnya terangkat, gurat keheranan terpancar dari wajah Rey.
"Iya, aku mau
"Huwaaaaa ...." Aku menjerit saat membuka mata, mrndapati diri ini dalam pelukan Rey. Sialnya baik aku ataupun Rey sama-sama dalam keadaan polos, hanya terbungkus sebuah selimut yang menutupi tubuh kami.Refleks aku bangun dari berbaring, dan menyingkirkan tangan Rey yang memelukku."Sayang, kenapa kok jerit-jerit? Ini masih pagi Sayang, belum juga subuh," ujar Rey dengan suara beratnya, khas bangun tidur."Rey, kamu jahat, hiks." Aku mulai terisak. "Kamu udah mengambil mahkotaku, huhuhu ...."Kudengar Rey menghela napas, tak lama setelahnya dia memelukku dari belakang."Tadi malam kita melakukan dengan kesadaran sendiri, Key. Atas dasar mau sama mau, dan suka sama suka," kata Rey lembut.Benarkah demikian?"Nggak mungkin!" elakku di sela-sela tangisan."Apanya yang nggak mungkin? Coba kamu ingat-ingat lagi, tadi malam aku sama sekali nggak memaksa, kamu dengan suka rela menyerahk
"Key, aku mau bahas bisnis sama Sahila dan kakaknya, apa kamu mau ikut?" Rey bertanya sembari merapikan jas yang dikenakannya di depan cermin. Ck, mau ketemu mantan aja pake rapi-rapi segala, mau tebar pesona apa gimana? Pantesan para mantannya pada susah move on."Aku di sini ajalah, ngantuk, tadi malem kan cuma tidur sebentar." Gara-gara kamu, tambahku dalam hati.Rey beralih menatapku dan tersenyum. "Baiklah kalau kamu ngantuk, tidur dan istirahatlah, Istriku. Siapkan energi untuk nanti malam lembur lagi.""Uhuk." Aku yang sedang minum pun tersedak. "Lembur apaan?""Kamu paham maksudku, jadi jangan pura-pura bertanya seperti itu." Dia tersenyum miring semiring otaknya."Apaan sih! Kalau maksud kamu lembur yang kayak tadi malam, sorry ya, nggak akan aku kasih lagi. Cukup tadi malam selama pernikahan kita," ucapku jutek."Yakin cuma tadi malam? Aku rasa kamu ketagihan menyatu denganku, bahkan kamu begitu menikm
"Rey ... kamu keterlaluan tau nggak!" ucapku greget padanya. Masa iya minta foto yang diambil sama dua ABG lucknut tadi."Kenapa Sayang? Kamu jangan marah-marah dong, nggak enak di depan adik-adik ini," ujar Rey sok lembut."Iya, Mbak, jangan marah-marah terus, entar cowoknya diambil cewek lain baru tau rasa lho." Eh, ini kenapa si cewek ABG malah bilang gitu, padahal udah aku tolongin motret dia tadi."Bodo amat! Mau diambil cewek lain kek, mau diambil nyi roro kidul kek, aku nggak peduli." Tangan kusilangkan ke dada, ngambek."Eh, jangan gitu, Mbak, gini-gini cowoknya cakep lho, aku aja kalah," timpal si ABG cowok.Mereka pada bersekongkol apa gimana sih, kok pada memihak ke Rey semua, aku lho tadi yang dimintai tolong buat motoin mereka, harusnya mereka memihakku."Udah ya, adik-adik, pacar kakak jangan kalian godain terus, entar dia malah tambah ngambek, kalau ngambek nanti malam kakak yang nggak dapat jatah
"Sayang, bangun yuk, mandi, ini udah subuh lho," ucap Rey, setelahnya dia mengecup keningku.Aku menggeliat, lelah banget rasanya, ngantuk udah pasti, gimana enggak coba, lawong tidur cuma beberapa jam aja karena Rey berkali-kali mengganggu."Apa sih, aku masih ngantuk nih," kataku sambil membenahi selimut sampai menutupi seluruh tubuhku kecuali muka."Udah subuh, Sayang, mandi dulu yuk, tidurnya lanjut nanti lagi." Tangan Rey mengelus lembut pipiku. Mataku yang terpejam pun terganggu dengan kelakuannya."Kalau mau mandi ya mandi aja sana. Setelah kamu selesai nanti giliran aku," ucapku dengan suara serak, mataku masih tetap terpejam."Tapi aku mau mandi sama kamu seperti kemarin," lirih Rey."Tapi aku masih capek, lain kali aja ya," bohongku, padahal lain kali juga aku nggak akan mau mandi bareng sama dia, kalau kemarin kan karena dia paksa."Beneran lain kali ya? Nanti aku tagih." Rey mengakhiri uc
"Key, kok kamu udah nggak pakai jilbab lagi sih? Padahal mama seneng lho, liat kamu pulang-pulang dari liburan ngikutin jejak mama pakai jilbab," ujar mama saat kami menonton tv sambil menikmati beberapa cemilan oleh-oleh dari Bali."Iya, Key, papa juga seneng lho tadi liat kamu pakai jilbab, tambah cantik, pasti Rey yang udah ngajarin kamu ya? Kamu dari dulu diajarin papa sama mama buat pake jilbab, belum mau, eh begitu disuruh Rey, kamu mau, tau gitu, dari dulu aja papa nikahin kamu sama Rey." Papa ikut menimpali."Bener tuh kata papa." Mama semangat banget mengiyakan ucapan papa."Apaan sih, Key pake jilbab bukan karena Rey kok, aku cuma lagi pengen aja biar kemarin pas jalan-jalan di pantai, kulit Key yang glowing ini nggak gelap," dustaku menutupi yang sebenarnya."Kalau cuma buat jalan-jalan di pantai, kok sampai di rumah kemarin di pake?" tanya papa."Kelupaan," jawabku singkat."Tapi bener lho Key, apa k
"Key ... bukain tuh pintunya, ada orang di depan bukannya dibukain dari tadi," teriak mama yang sedang sibuk menggoreng pisang di dapur.Aku yang sedang menyapu di ruang tengah pun menyahut "iya, Ma, kan Key lagi nyapu, ini mau dibukain."Aktivitas menyapu yang sedang kulakukan, terpaksa kuhentikan sejenak demi membuka pintu depan. Siapa sih pagi-pagi gini udah bertamu? Ini kan jam-jamnya orang lagi sibuk."Elah, ternyata paksu," ucapku setelah membukakan pintu dan ternyata Rey lah dalang dibalik pintu yang dari tadi diketuk terus.Terlihat Rey hari ini mengenakan kemeja putih dibalut dengan jas hitam serta dipadukan celana bahan berwarna hitam juga. Kek orang kantoran aja, padahal kan cuma di restoran punya sendiri, mau pakai pakaian santai juga nggak masalah.Kening Rey mengernyit. "Apa itu paksu?"Ya elah, kudet amat sih. Masa konglomerat tersohor kayak dia kalah update sama orang pinggiran sepertiku.&n
"Udah sana turun! Atau mau aku cium lagi?" Rey menyeringai ke arahku.Huh! Andai aja aku nggak punya rasa belas kasihan, udah aku timpuk kepalanya itu."Ya ini juga mau turun kali," ketusku sembari melepaskan sabuk pengaman yang melilit tubuhku. "Oh ya, entar nggak usah jemput! Aku mau ke toko buku sama Difi."Selesai melepas sabuk pengaman, segera kubuka pintu mobil dan turun dari mobil yang bikin perasaanku sumpek karena harus berduaan sama manusia bunglon yang otaknya mesum itu."Key ...," panggil Rey ketikaku akan menutup kembali pintu mobil, reflek aku menundanya."Apa?""Inget, kamu udah punya suami, jadi jangan deket-deket sama lelaki lain yang kata kamu penggemarmu itu," ucapnya tajam.Aku memutar bola mata. "Terserah aku dong, mau deket-deket sama siapa, bahkan kalau mau, aku bisa deket lagi sama mantan." Setengah menyindir.Pintu mobil kututup dengan cukup keras, bodo amat kalau
"Bun, ini Key bawain oleh-oleh dari Bali kemarin, maaf ya baru Key anterin," ucapku seraya menyerahkan sebuah paper bag pada wanita yang telah melahirkan suamiku itu.Bunda tersenyum senang. "Wah, repot-repot kamu Key, makasih ya, Rey aja nggak ngasih oleh-oleh buat bunda."Rey nggak ngasih oleh-oleh ke bunda? Kok ke mama sama papa malah ngasih oleh-oleh sih, sedangkan ke orang tuanya sendiri malah enggak. Dasar, pasti dia mau cari muka di depan mama sama papa, biar predikat menantu yang baik semakin tersemat padanya."Nggak kok, Bun, Key nggak repot. Oh ya, BTW, ini mau ada acara apa, kok banyak kue-kue?" Mataku menatap ke arah toples-toples berisi kue yang berjejer di atas meja."Oh nggak ada acara apa-apa kok, Key. Hari ini neneknya Rey mau ke sini," tutur Bunda."Oma, Bun?"Masa iya oma mau balik lagi ke sini sih, padahal udah tenang dan tentram banget nggak ada dia di rumah ini."Bukan oma, ini