--Happy Reading--
Di depan gerbang kampus, mobil yang kami naiki berhenti.“Terima kasih, Pak Memet, sudah mengantar,” ucapku ramah, tanpa menoleh ke arah mas Adam.Aku masih sangat kesal dan marah kepadanya. Rasanya sulit untuk memberikan kata maaf, meskipun mas Adam sudah memintanya, tadi.“Sama-sama, Non Anna. Semangat belajarnya ya, Non!” sahut pak Memet dengan senyuman ramahnya pula.“Assalamu….”“Aku nggak dipamitin?” tanya mas Adam, membuat suaraku menggantung.Aku menoleh sejenak dengan tatapan sinis dan marah. Enggan untuk menanggapi, meski mas Adam nampak menerbitkan senyuman termanis yang selama ini belum pernah aku dapati.“Masih ngambek?”Lagi, mas Adam melontarkan pertanyaannya. Membuat aku sedikit tersentak kesal. Sementara, pak Memet nampak kebingungan dengan sikapku dan sikap mas Adam. Detik kemudian, pak Memet pun mengulas senyuman tipis ke arah kami berdua.Pak Memet bukanlah orang yang tidak tahu bagaimana hubungan antara--Happy Reading--POV Autor.Arumi mengepalkan jemari tangannya, hingga buku-bukunya memutih pucat. Ia terlihat tidak terima dengan surat wasiat yang ditulis almarhum suaminya. Namun, detik berikutnya ada seringai tipis dari bibirnya, saat menoleh ke arah Putranya, Satria Kusuma.Pak Aryo, sigap mengambil selembar surat wasiat dari tangan Arumi. Ia khawatir, surat wasiat itu akan rusak atau pun robek jika dibiarkan lama di tangan wanita tersebut.“Maaf, saya akan menyimpan kembali surat wasiat ini. Minggu depan, kepemilikan asset atas nama Almarhum Tuan Doni Kusuma akan berpindah kepada penerima waris. Secepatnya, saya akan urus semuanya untuk diproses sesuai hukum Negara.” Pak Aryo memasukkan surat wasiat itu ke dalam amplop coklatnya kembali.“Saya keberatan, Pak!” Satria bangkit dari tempat duduknya dengan tatapan marah.Sontak, semua yang mendengar suara Satria menoleh ke arahnya, termasuk Arumi, ibunya.Pak Aryo pun tersentak, lalu mengernyitkan dahi
--Happy Reading--“Hei…” tegur Mas Adam dengan wajah geram menatap nyalang ke arah Nyonya Arumi yang bersikap kasar dan tidak sopan.Wajah Nyonya Arumi terlihat santai dan tidak perduli dengan kemarahan Mas Adam. Dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun, dia tersenyum sinis sambil bersedekap.Aku dan asisten Bisma pun ikut membantu Pak Jali yang hampir limbung.“Sudah, Aden! Saya tidak apa-apa. Saya permisi dulu, Aden, Non.” Pak Jali bringsut mundur menjauhkan diri.“Tunggu, Pak!” tahan Mas Adam, lalu menghampiri Pak Jali.“Ya, Den.” Pak Jali nampak takut, bola matanya melirik ke arah Nyonya Arumi seperkian detik. “Lebih baik, Aden segera masuk. Saya…” Pak Jali menggantung ucapannya, ketika melirik kembali ke arah Nyonya Arumi.Wajah Nyonya Arumi nampak memanas, sepertinya dia tidak menyukai Mas Adam terlalu dekat dengan Pak Jali.Mas Adam mengambil sebuah kartu nama dari dalam dompetnya. Dia pun membisikkan sesuatu kepada Pak Jali yang tidak bisa kami
--Happy Reading--Mas Adam dan aku menunggu kedatangan asisten Bisma. Siang ini, kami bertiga akan segera ke rumah Satria untuk bertemu dengan pengacara Almarhum ayah Mas Adam.Tepat pukul satu siang, asisten Bisma pun sudah sampai di depan kami. Dengan senyuman lebar, dia pun melambaikan tangan dan menyapa kami.“Assalamulaikum, Tuan Adam dan Nona Anna. Maaf, saya agak sedikit terlambat,” ucap asisten Bisma dengan sopan.“Waalaikumussalam, Bisma. Ayo, kita langsung jalan saja.” Mas Adam langsung menggenggam erat tanganku. Aku yang baru menjawab salam asisten Bisma pun pasrah mengikuti langkah Mas Adam yang lebar dan cepat menuju mobil.Asisten Bisma pun nampak tidak enak hati, karena datang terlambat dan membuat sang majikannya harus menunggu lama kedatangannya.“Saya minta maaf, Tuan. Saya telat, karena ada Kirana ke apartemenku, tadi.” Asisten Bisma mencoba menjelaskan apa yang menjadi penyebab dirinya terlambat datang.Deg!Jantungku berdegup
--Happy Reading--Tubuhku langsung di peluk dengan sangat eratnya, Mas Adam menerbitkan senyuman bahagianya. Pintu yang baru saja kubuka, langsung ditutupnya dengan cepat.“Percayalah, aku tidak ingin kehilanganmu. Aku hampir gila, saat mencarimu hanya di sini saja. Apalagi, kalau sampai kamu pergi jauh dan meninggalkanku, bagaimana jadinya aku, Istriku.” Mata Mas Adam nampak memerah menahan tangis. “Kirana adalah masa laluku, dan kamu adalah masa depanku, Istriku sayang.”Debaran dalam dadaku semakin bergemuruh, cinta Mas Adam terdengar tulus dan tidak main-main. Aku pun tertunduk lemah, lalu tersenyum getir. “Aku minta maaf, Mas.”Mas Adam menarik daguku lembut, lalu mengikis jarak. Sebuah ciuman hangat, mendarat di bibirku. Aku pun memejamkan mata, menikmati sapuan bibirnya yang lembut dan lidahnya yang bergerak lincah di dalam rongga mulutku. Aku pun tidak tinggal diam, bibirku pun ikut membalas perlakuan Mas Adam yang hangat dan semakin lama semakin panas dan be
--Happy Reading--Apa yang aku pikirkan, ternyata menjadi sebuah kenyataan. Wanita cantik dan elegant itu, rupanya benar-benar Kirana, yang masih mengaku kekasihnya suamiku.Jantungku berdebar dengan sangat kencang, ada ketakutan besar yang tiba-tiba menyelusup ke dalam hatiku. Aku tidak sanggup untuk membayangkan, jika akan kehilangan cintanya Mas Adam. Aku tidak ingin hal itu terjadi.Seandainya, wanita tadi bukan Kirana, mungkin dadaku tidak akan terlalu sesak mendengarnya. Aku pun tidak akan setakut ini, rasanya.“Hei, Sayang!” Mas Adam mengusap lembut pipiku lirih, membuatku tersadar dari keterkejutanku. ”Aku sungguh tidak mengetahuinya, jika Kirana ada di kantor juga, tadi. Dia datang tiba-tiba, aku pun sangat terkejut akan hal itu. Tapi, aku lebih mengutamakan dirimu, makanya aku mengejarmu dan mengabaikannya.” Mas Adam mencoba meyakinkanku dengan sejelas-jelasnya.Aku meresapi setiap kata-katanya, mencoba menerima dan percaya. Namun, ada beberapa hal yang
--Happy Reading--Vov Annaya Ahmad.Aku terus berjalan menuju area parkir, untuk cepat pulang. Mas Adam pun pasrah dan tidak lagi menahanku, justru dia pun ikut pulang bersamaku.“Pak Memet, antarkanku pulang!” pintaku lirih, seraya mengetuk kaca mobilnya. Karena, Pak Memet sedang tertidur di dalam mobil.Pak Memet mengucek pelan, matanya. Dia pun terkejut dengan kedatanganku dan Mas Adam yang tiba-tiba ada di hadapannya. “Eh, Non Anna dan Tuan Adam. Emangnya udah mau pulang, ya? Kok, cepat sekali?” Pak Memet melirik jam tangannya sekilas, kemudian turun dari dalam mobilnya.“Ya, Pak!” sahutku singkat. Sementara Mas Adam hanya tersenyum tipis.“Biar saya buka sendiri, Pak!” cegahku, disaat Pak Memet hendak membukakan pintu mobil penumpang.Pak Memet pun terdiam, seraya garuk-garuk kepalannya. Kemudian, Pak Memet pun melirik wajah Mas Adam yang nampak mengangguk pelan.“Langsung pulang saja, Pak!” titahku. Mas Adam hanya terdiam dan mengikuti apa yang