Share

TMK (Bab 2)

Aвтор: Alana4444
last update Последнее обновление: 2024-06-09 12:27:53

"Rumah sakit?" tanyaku dengan heran.

"Benar. Kami ingin menyampaikan kabar buruk. Suami Anda mengalami kecelakaan parah.”

“Apa?!”

Tubuhku seketika gemetar. Jantungku berdetak tak karuan, rasanya kedua kakiku seperti tak menatap di tanah.

"Halo, Bu."

"I-iya. Sa-saya masih disini," ucapku terbata-bata setelah sempat diam beberapa saat. "Sa-saya akan segera ke rumah sakit."

Tanpa berpikir panjang, aku memanggil ojek. Tak peduli berapa ongkosnya, yang penting aku harus segera tiba di sana.

***

Tubuhku seketika ambruk ke lantai setibanya di rumah sakit. Kedua lututku seolah tak mampu lagi menopang bobot tubuhku yang bahkan hanya berbobot lima puluh kilo saja.

Melalui kaca jendela ruang ICU, aku melihat Mas Ihsan yang tergolek lemah tak berdaya dengan berbagai alat medis yang menempel di tubuhnya. Bahkan untuk bernapas pun harus memakai alat bernama CPAP.

“Mas Ihsan! Kenapa harus begini?!” jeritku dengan suara kencang diantara tangisku.

Tiba-tiba telingaku mendengar suara derap langkah kaki yang berlari mendekat ke arahku. Di antara lemahnya tubuhku, aku mencoba membuka mata.

“Semua ini gara-gara kamu, Seruni!”

Suara umpatan itu terasa seperti menusuk gendang telingaku diikuti dengan perihnya pipiku yang baru saja mendapatkan sebuah tamparan keras. Saat mataku sudah terbuka lebar, kulihat oleh Bu Minten, Ibu mertuaku, sudah berdiri di hadapanku. Padahal hatiku juga masih terluka melihat keadaan Mas Ihsan, suamiku.

“Coba aja kamu gak manja, pakai acara pengen diantar jemput segala sama Ihsan. Mungkin anakku gak bakal ngalamin kecelakaan parah kayak gini!” pekiknya lagi, yang terasa begitu menusuk jauh ke dalam relung hatiku yang paling dalam.

Aku merasa tindakan Mas Ihsan itu sebuah kewajaran. Sebagai seorang suami, mengantar jemput istrinya yang bekerja, bukanlah hal buruk.

Bu Minten memang selalu mengucapkan kata-kata benci padaku dengan alasan aku yang berasal dari keluarga yang miskin dan aku yang juga tidak berpendidikan. Aku sadar akan hal itu.

“Sudah, Bu. Jangan marahin Seruni terus. Kita semua sedih dengan keadaan Ihsan.”

Aku menoleh ke arah orang yang baru saja berbicara dengan ibu mertuaku. Rupanya yang datang tadi itu bukan hanya ibu mertuaku, tapi ada Mbak Rania, kakak iparku.

Rasanya wajar sih dia datang kemari. Bagaimanapun dia juga menantu dari ibu mertuaku. Meskipun rasanya agak aneh bagiku, karena dia memilih untuk datang ke rumah sakit daripada menemani anak bayinya di rumah.

Di saat hatiku sedang hancur dengan keadaan suamiku, seorang perawat tampak muncul.

“Keluarga dari pasien Ihsan Kusuma?”

Aku yang masih terpuruk di lantai dingin rumah sakit itu, berusaha berdiri sekuat tenaga. Meskipun lututku masih terasa lemah. Belum sempat aku mengatakan kalau aku adalah istri dari Mas Ihsan, Bu Minten dan Mbak Rania sudah lebih dulu mendekat ke arah perawat tersebut.

“Saya iparnya dan ini adalah ibunya,” kata Mbak Rania.

Meski aku belum mendekat ke arah perawat tersebut, tapi telingaku masih bisa mendengar ucapan dari perawat itu. “Dokter meminta keluarga pasien untuk menemuinya di dalam ruangannya. Ada hal yang harus disampaikan.”

“Ibu takut, Ran,” ucap ibu mertuaku pada Mbak Rania. “Coba kamu aja yang temuin.”

Aku semakin sedih dengan sikap ibu mertuaku. Kenapa juga harus Mbak Rania? Istri dari Mas Ihsan kan aku. Aku benar-benar seperti menantu yang tak dianggap keberadaannya.

“Ya sudah kalau gitu, Bu. Aku akan menemui dokter,,” ujar Mbak Rania yang tampak begitu peduli pada suamiku.

‘Jangan-jangan wanita itu pengen turun ranjang. Tak akan aku biarkan suamiku menikah lagi. Aku tak siap menjadi istri pertama,’

Aku sungguh tak habis pikir dengan sikap dua orang itu. Mereka seolah tak mempedulikan dengan keberadaanku yang bahkan tengah sangat hancur dengan kondisi mas Ihsan.

Baiklah, aku mengalah saja. Daripada ibu mertuaku semakin membenciku. Akupun memilih duduk di kursi tunggu.

“Enak-enakan ya kamu duduk di sini, Perempuan pembawa sial. Padahal dulu aku sudah melarang Ihsan untuk menikahimu! Mending Ihsan nikah sama si Suci daripada sama kamu!”

Aku menoleh ke arah Bu Minten. Dia sedang menatap sinis ke arahku dengan telunjuknya yang menuding tepat ke arah wajahku.

Aku tidak terkejut saat mendengar ucapannya yang seperti itu. Selama dua minggu tinggal serumah dengan mas Ihsan dan Bu Minten, ibu mertuaku itu tidak pernah bersikap baik padaku. Itulah alasan kenapa aku memilih untuk tetap bekerja pada Bu Ambar dan Pak Wira. Aku tidak mau tertekan setiap hari dengan sikap kejamnya.

“Maaf, Bu. Kan tadi ibu sendiri yang nyuruh Mbak Rania buat nemuin dokter. Padahal yang istrinya Mas Ihsan adalah aku. Jadi aku duduk aja di sini,” ucapku sambil mengusap air mataku.

Rupanya Bu Minten tetap tak peduli padaku. Dia terus saja menyebutku sebagai wanita si-∆l yang telah membuat anaknya kecelakaan.

Mbak Rania muncul dengan wajahnya yang tampak kalut. Di tangannya ada selembar kertas. Aku mencoba untuk mendekat ke arah wanita yang usianya mungkin lebih tua tiga tahun dariku itu.

Aku melihat ibu mertuaku berdiri lalu bertanya pada Mbak Rania. “Gimana, Ran?”

Kulihat Mbak Rania langsung meneteskan air matanya. “Mas Ihsan kritis, Bu. Dia harus segera menjalani operasi malam ini juga karena pembuluh darah di otaknya sudah pecah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 36)

    POV Bisma.Aku mendengar teriakan Ihsan yang penuh dengan amarah dan kecemburuan.Aku menoleh dengan sinis pad Ihsan. “Sok-sokan marah. Padahal apa yang dia lakukan juga udah nyakitin Seruni banget.”Seruni yang masih ada dalam pelukanku mendongakkan kepalanya. “Mas, ngomong apa?”Aku lupa kalau ada Seruni dalam pelukanku. “Gak ada kok. Aku cuma ngomong gak jelas aja.”Aku jelaskan pun rasanya percuma karena bisa saja Seruni tidak percaya dengan ceritaku tentang Ihsan. Untuk saat ini aku memilih zona aman. Kesalahpahaman hanya akan membuat Seruni menjauh lagi dariku dan aku tidak ingin hal itu terjadi.Tanpa menghiraukan Ihsan, aku segera menggendong Seruni sebelum tiga pria yang menculiknya bangkit dan mencoba melawan lagi. Aku melewati Ihsan yang masih berusaha berjalan dengan susah payah, sambil berusaha menenangkan diri dari se

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 35)

    POV BismaAku menggeliatkan tubuhku yang masih terasa lemah setelah melepaskan segala hormon stress ku tadi bersama Seruni. Beberapa waktu lalu, kami habis memadu kasih dengan penuh gairah.“Kamu itu menggemaskan, Seruni,” ucapku membayangkan kegilaan kami tadi.Aku melepas kepergian Seruni yang memutuskan untuk pulang sendiri dan menolak diantar olehku.“Sudahlah, yang penting sekarang Seruni benar-benar akan jadi milikku,” gumamku.Aku turun dari ranjang dengan perasaan bahagia. Tubuhku masih polos tanpa sehelai benang pun, namun aku tidak peduli. Lagi pula kami sudah mengikat janji akan bersama setelah ini, dan aku merasa perjuanganku tidak sia-sia meski harus memakai cara jahat dan licik dengan memanfaatkan kesulitan Seruni saat dia membutuhkan uang untuk biaya operasi Ihsan.Toh aku tahu, Ihsan bukan laki-laki baik sebenarny

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 34)

    POV Ihsan.Jam menunjukkan angka 7.30, namun Seruni belum kembali dari apotek. Aku mondar-mandir di ruang tamu dengan gelisah, hati terasa semakin berat seiring berjalannya waktu.“Kenapa Seruni belum kembali?” gumamku pelan.Pikiran-pikiran buruk mulai menguasai benakku. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya? Bukan karena aku khawatir dengan keselamatannya. Aku yakin akan hal itu, tapi Seruni adalah calon pohon uangku.“Udahlah, Ihsan. Nanti juga dia akan pulang,” ucap ibuku.Aku menatap tajam pada ibuku. “Ibu yang bikin Seruni pergi malam-malam dan nenek juga udah bilang gak jadi, tapi ibu terus maksa!” seruku marah, melemparkan pandangan tajam ke arah ibuku.Nenekku tampak terdiam dan merasa bersalah. Ibuku yang melihat hal itu merasa tak suka.“Bu, istirahat saja di kamar ya,&rdqu

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 33)

    POV Seruni.“Mas Bisma!” pekikku dengan kedua mata yang masih melebar. “Kok bisa ada di sini?”Dia hanya tersenyum padaku sambil mengemudi. Wajahnya penuh keringat dan sedikit darah di sudut bibirnya. Tatapan matanya penuh kekhawatiran padaku.“Panjang kalau diceritain. Bisa ngabisin 1 buku novel cetak,” jawabnya, yang membuatku merubah raut wajahku menjadi masam. “Kamu baik-baik aja kan?” tanyanya untuk yang kedua kali.Aku mengangguk, meskipun raut wajahku masih cukup masam. “Aku gak apa-apa. Kamu sendiri gimana, Mas?”Dia tersenyum lemah. “Aku akan baik-baik saja. Yang penting sekarang kita selamat dulu dari kejaran orang-orang itu.”Dalam keheningan mobil, aku tidak bisa menahan rasa terima kasih yang meluap-luap di dalam hatiku. Mas Bisma telah menyelamatkanku. Ini bukan pertama kalinya aku merasa aman berada di dekatnya meskipun situasinya begitu berbahaya.

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 32)

    POV SeruniSiang telah berlalu berganti malam. Keheningan merayapi rumah neneknya mas Ihsan yang sudah cukup tua dan penuh kenangan. Saat ini aku berada di dapur, mencuci piring bekas makan malam beberapa waktu yang lalu.Air dingin mengalir deras, mengguyur piring-piring dengan suara gemericik yang menenangkan."Seruni!" panggil Bu Minten dengan nada tajam, mengagetkanku.Aku menoleh dan melihat beliau berdiri di ambang pintu dapur, wajahnya terlihat sinis seperti biasa. Beliau mendekat lalu menarik lenganku dengan kasar."Ikut aku sebentar," katanya dengan nada memerintah, kemudian membawaku ke samping rumah, jauh dari telinga yang mungkin mendengar."Ada apa, Bu?" tanyaku dengan jantungku yang berdegup kencang."Seruni, aku mau kamu ninggalin Ihsan. Aku lihat semua udah gak sesuai rencana awal," kata Bu Minten tegas, suaranya penuh

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 31)

    POV Ihsan.Rupanya itu telepon dari Heru, laki-laki yang sedang mencariku. Hal inilah yang mendasariku untuk diam sementara di rumah nenekku dengan membawa Seruni. Mereka menuduhku berkhianat karena dianggap menghilang.“Dimana kamu? Kenapa nomormu lama tidak aktif?” tanya Heru begitu sambungan telepon aku terima.“Aku kecelakaan dan koma sampai dua minggu lamanya,” bisikku. Aku takut Seruni mendengar. Seruni memang tampak tidur, tapi itu bukan jaminan kalau dia benar-benar tidur.“Sialan! Bos terus nanyain aku tentang kamu dan istrimu itu,” ucapnya begitu kencang di telingaku."Aku tidak bisa memberitahumu banyak lewat telepon. Kita harus bertemu langsung," ucapku masih dengan suara berbisik."Baiklah. Di mana kita bisa bertemu?" tanyanya."Aku akan mengirimkan lokasi. Tapi ingat, pertemuan ini hanya antara kita berdua," ucapku.“Oke.”Meski Heru sempat berkata ’oke’ dan tak akan mengatakan pertemuan ini pada siapapun, tapi aku harus mempersiapkan segala kemungkinan terburuk.Aku men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status