Dengan sisa tenanganya, Melvin bangkit mengikuti langkah sang asisten.Namun ketika separuh tubuhnya hampir keluar dari ruangan, ia pun berhenti dan berbalik menatap Kanza si istri.“Kita pulang sama-sama.”“Jangan pernah keluar dari ruangan ini tanpa ijin dariku,” lanjutnya yang kemudian menghilang dibalik pintu yang tertutup.Kanza pun hanya bisa menghela nafasnya, menatap sekitar ruangan yang dinilainya sangat mewah untuk ukuran pegawai.“Lumayan mewah untuk ukuran karyawan biasa.”Ia pun menyandarkan punggungnya pada sofa, mengeluarkan ponselnya dan mulai berselancar di media sosial.Baru saja ingin membuka satu aplikasi sosmed, ponsel itu berdering dengan nama Nadia di layar nya.---Obrolan Telpon---“Iya Nad, kenapa?”“Kenapa lo bilang, gila sih lo.” dengan nada kesal.“Kenapa sih, kok lo ketus gitu sama gue ngomongnya.”“Za, kan kita ada janji di mall sama Reno tadi dan kenapa lo nggak datang?”“Lah, gimana? Kan tadi lo sendiri yang minta gue buat nggak datang karena pengen ber
“Terus mau lo apa sekarang?”“Membuat perhitungan dengan orang yang sudah berani main-main sama gue.”Nadia sedikit terkejut, menatap punggung Reno yang perlahan menjauh dari dirinya. Dengan buru-buru ia berlari mengejarnya, menahan tangan Reno agar tak bergerak semakin jauh darinya.“Tunggu, apa yang lo rencanain?” “Bukan urusan lo.” menghempaskan tangan Nadia, membuat tubuh gadis itu limbung karena tak seimbang.“Reno,” teriaknya. Reno tak menggubris, kakinya terus melangkah hingga jauh meninggalkan tempat Nadia.Di dalam mobil ia mengamuk sejadi-jadinya, memukul-mukul kemudi hingga mengeluarkan segala umpatan.“Sialan! Gue nggak akan pernah lupa hari ini, gue nggak akan pernah lupa cara dia mempermalukan gue kali ini.”Dengan perasaan geramnya, ia melajukan mobil keluar dari parkiran.Sedang Nadia hanya bisa menatap mobil itu melaju tanpa mau berhenti di sampingnya. Hatinya sakit, bukan karena kata-kata kasar dari Reno tapi lebih pada sikap penolakan yang terang-terangan Reno tun
Melvin merasa tak tenang mengingat istrinya akan bertemu kembali dengan keluarganya. Namun apalah daya, jadwal meeting yang begitu padat membuatnya tertahan di dalam ruang hampa.“Berapa meeting lagi yang harus di hadiri?” tanya Melvin begitu ketus.“Masih ada tujuh meeting lagi, kemungkinan kita akan lembur mengingat pentingnya semua meeting ini.”Terdengar helaan nafas begitu panjang, begitu lelah terdengar dari hembusan yang di keluarkannya.Ed tahu maksud dari tuannya, ia juga tak ingin menghalangi jika memang tidak ada meeting yang sangat penting.“Untung udah gue kasih tahu duluan jadwalnya, kalau enggak bisa habis gue di amuk.” batinnya melirik tuan yang tengah terpejam.“Apa nggak bisa meetingnya langsung dijadiin satu aja, biar lebih simpel dan menghemat waktu.” ucap tiba-tiba Melvin.Helaan nafas kembali terdengar, namun kali ini bukan Melvin pemilik deru nafas frustasi itu melainkan Ed yang
Kanza duduk dengan begitu lesu di mejanya, semua energinya seakan terkuras saat menghadapi semua pertanyaan juga cacian teman sekampus.Nadia datang, ia hanya berdiri di ambang pintu menatap ke arah Kanza yang tengah memejamkan mata. Matanya begitu tajam menatap, mulutnya terkunci rapat seolah menahan semua yang ingin keluar dari mulutnya.Memaksakan kakinya melangkah, Nadia berdiri tegap di samping sahabatnya.“Lemes banget sih, habis ngapain lo?”“Nadia,” memeluk pinggang ramping temannya.Tangan Nadia membelai rambut Kanza dengan lembut, penuh perhatian juga kasih sayang.“Mau cerita?” namun Kanza menggelengkan kepalanya.“Lo sekarang udah nggak terbuka lagi sama gue, banyak rahasia sekarang di antara kita.”Kanza menarik diri, menatap Nadia yang mulai bergeser dan duduk di sebelahnya.“Bukan gitu, gue cuma belum siap aja. Nanti pasti gue cerita, kan lo tahu sendiri gue
Hari ini Melvin sengaja ingin mengantarkan istrinya pergi ke kampus, awalnya ditolak namun setelah drama pemaksaan akhirnya sang istri luluh juga.Dalam perjalanan tak ada yang memulai bicara, semua diam larut pada pikiran masing-masing.Helen tak bersama dengan Kanza saat ini, ia diminta oleh Melvin untuk mengantar mamanya pulang terlebih dahulu.Hingga tak terasa mobil sudah tiba di halaman kampus, menarik perhatian banyak orang yang lalu lalang di depan mobil Melvin.Sadar dengan pandangan semua orang membuat Kanza tak berani beranjak dari dalam mobil.“Kenapa? Mau diantar sampai depan kelas?” tebak Melvin.Dengan pupy eyes Kanza menatap pada suaminya, “Bisa putar balik aja nggak? Turunin aku di ujung jalan aja.”Melvin mengerutkan dahinya, ia tak paham dengan permintaan aneh istrinya itu. Capek-capek ia mengantar dengan selamat hingga dalam kampus, kini malah diminta pergi dan menurunkan istrinya di tepi jalan.&ldq
Pagi yang begitu tenang, nampak Kanza begitu lincah bermain dengan peralatan dapur.Mata elang itu terus menatap awas pada mangsanya, seolah tak ingin lengah dan kehilangan sang buruan.“Pulang kuliah jangan kemana-mana, langsung pulang.” seru Melvin yang tiba-tiba berdiri dengan segelas air dingin di samping Kanza.Kanza merespon dengan anggukan kepala pertanda setuju tanpa perlawanan, sebab dirinya memang tak ada niat pergi kemanapun hari ini.“Aku serius.”Menghentikan acara memotong sayuran, Kanza berbalik menatap teduh pada mata elang si suami.“Iya, nanti aku langsung pulang.” melanjutkan kegiatannya.“Bagus.”Langkah yang begitu ringan membawa Melvin kembali ke dalam kamar. Berendam sejenak dalam air hangat untuk merileksasikan otot-otot yang baru saja di latihnya.Kanza yang selesai menyiapkan sarapan beranjak menuju kamar, waktu baginya untuk membersihkan diri dan bersiap untuk perg