Sikap Galih sedikit aneh. Pria itu berkomentar soal kaos tipis yang ia kenakan. Ia mulai meneliti penampilannya yang berantakan, lalu lekukan dadanya yang sedikit kentara."Apa dia mesum?" lirih Aziya panik.Setelah Galih benar-benar pergi, Aziya mendekati pria bernama Guntur di tempat tidurnya. Sudah jelas pria itu berusia jauh lebih muda dari Galih. Dia tampan, dan sangat mirip dengan Galih. Pantas saja Galih terlihat sangat menyayangi Guntur.Aziya menatap pada wajah yang tertidur pulas itu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dari kehidupan ini, ia tak melihat bagaimana manusia yang hidup sebenarnya terlihat lebih menyedihkan daripada seorang pria yang hanya bisa memejamkan matanya, batin Aziya."Ada apa denganmu sebenarnya? Kamu terlihat tenang di pembaringan ini. Kamu memiliki kakak yang sangat memperhatikanmu...," bisik Aziya sembari merapikan sisi pembaringan Guntur, lalu mulai mengelap wajahnya dengan kompres hangat."Kau tau...itu bukti kau sangat beruntung, meskipun kau tak be
Sikap dingin Galih membuatnya bertanya-tanya.Selama ini ia tak mengenal siapa pemilik perusahaan besar ini. Tidak pernah tahu kehidupan pribadinya ataupun hubungannya dengan orang lain.Akan tetapi apa haknya tahu lebih banyak urusan orang lain? Hanya menambah beban pikirannya saja. Ia segera mengambil penyedot debu dan membersihkan karpet di ruangan tersebut. Sesekali ia bisa menangkap siluet Galih yang menatap serius pada layar laptop di hadapannya. Hingga dering telepon mengusiknya, lalu ia mengangkat dengan hati-hati.["Bu, ini Humaira. Kapan ibu pulang? Humaira dan Farhan ada di rumah sendirian, tidak ada nenek dan Bibi Davina yang menjaga kami Bu," kata suara kecil di seberang sana, mengeluh karena berada di rumah sendirian saja bersama sang adik.]["Sayang, ibu sedang bekerja. Bagaimana kalau Humaira tunggu sebentar? Ibu mau telepon Tante Widi buat temani kalian, hmm?"]["Cepat ya, Bu. Humaira takut," kata gadis itu.]["Sayang
Di sebuah rumah sakit dimana kedua bocah itu dirawat, Reza berjalan cepat menyusuri lorong untuk mencari keberadaan Humaira dan juga Farhan.Saat melihat Aziya sudah berada di tempat tersebut di salah satu lorong rumah sakit, pria itu berjalan cepat dan mengatur napasnya yang terengah-engah mendekati wanita itu.Lalu Reza melihat dimana Ia harus menghampiri Humaira dengan melirik sebentar ke arah Aziya. Pria itu mungkinkah merasa bersalah karena teledor kepada kedua anaknya? batin Aziya."Syukurlah kalian tak apa-apa. Bagaimana bisa bocah ini tidak mengerti cara mematikan kompor?" cicit nya menyalahkan Humaira. Gadis itu hanya bisa menunduk sedih, ia merasa ayahnya sedang menyudutkannya saat ini atas kejadian kebakaran yang menimpa mereka."Mas Reza, kamu bicara apa? Mana oleh-oleh buat Humaira dan Farhan? Apa begini caramu bergaul dengan anakmu sendiri? Ah, aku lupa kalau kamu memang anak yang salah asuhan dari kedua orang tua mu sehingga tidak peka terhadap perasaan seorang anak," o
Pagi hari itu Galih mendatangi ruangan Reza di lantai dua. Menurutnya, permainan ini semakin mengasyikkan saja. Terutama saat ia memindahkan Davina menggantikan posisi Aziya dahulu.' Bagaimana denganmu, Aziya.Aku berharap aroma penderitaan di matamu semakin indah,' batinnya.Sejak awal sejak Galih melihatnya ada di perusahaan miliknya, ia menjadi sangat bersemangat. Bagi Galih dan ia tidak perlu bersusah payah untuk mencari keberadaan wanita itu.Kali ini ia akan memastikan bahwa Davina berada di posisi yang seharusnya.Di sudut sana, Reza sedang bersiap untuk seorang pegawai baru yang dinyatakan lolos seleksi sebagai pengganti Aziya di bagian administrasi. Ia bersyukur Davina bisa diterima di perusahaan berada dalam satu divisi dengannya. Meskipun untuk saat ini ia hanya perlu merahasiakan hubungan mereka diantara teman sejawatnya. Akan tetapi setelah perceraian antara dirinya dengan Aziya selesai, maka ia akan secara terbuka mengakui hubun
Aziya dibuat melongo dengan catatan yang begitu banyak.Membayangkan bagaimana nanti ia akan dibuat sibuk dengan berbagai macam barang, tentu saja ia jadi pengen menggerutu."Ya Tuhan, ini ... kenapa seperti orang pindahan? Apa dia shopaholic?" desisnya saat melihat banyaknya perabot yang harus dibeli.Akan tetapi demi keamanan ia tidak harus protes dan mengkritik keinginan atasannya itu.Ia mulai menyalakan mesin dan melaju di jalanan padat pagi itu.Sebenarnya ia mulai sedikit pusing karena tadi belum sempat sarapan. Dalam hati ia berencana membeli roti di supermarket untuk sarapan. Beberapa kali matanya menangkap berbagai macam makanan yang dijual di pinggir jalan yang membuatnya menelan ludah."Berhenti!" tiba-tiba Galih memintanya berhenti di sebuah toko Roti dengan brand terkenal. Aziya segera berhenti dan melihat pria itu memang turun dan berjalan masuk toko roti tersebut."Huft, syukurlah...bos pengertian banget nih,
Meskipun sangat kesal dengan sikap Galih, toh Aziya menurut saja dan pasrah dengan pekerjaannya.Mereka tiba di perusahaan dan Aziya harus juga mengangkat barang sendirian melalui list khusus.Lagi-lagi ia tidak menyangka akan bertemu Reza di dekat lift sehingga pria itu malah mendekatinya."Aziya, aku tahu kamu mau melakukan apapun termasuk menjadi pesuruh atasanmu. Seharusnya kau tidak perlu bersusah payah seperti itu jika kamu menurut. Sekarang Davina akan bekerja bersamaku, maaf jika kamu sedikit terganggu."Aziya tak mau melihat keberadaan Reza, tapi lelaki itu selalu saja berbicara omong kosong. Mustahil untuk melupakan begitu saja hubungan mereka beberapa hitungan hari kemarin,.tapi mengapa Reza sungguh tidak perduli betapa sakit perasaannya?"Lalu, memangnya apa yang akan berubah? Apakah maksud dari permintaan maaf kamu? Bukankah meskipun kamu meminta maaf, kamu tidak akan berubah jadi manusia suci? Kalian tetaplah kotoran, dan itu tidak berubah!"Lift terbuka, dan Aziya meneru
Fahita merasakan Aziya pada titik terendah dalam hidupnya. Sahabatnya itu seakan merasa letih dan menyerah, akan tetapi ia yakin kalau Aziya tidak selemah itu."Kamu tidak selemah itu, Aziya. Kamu yang terbaik diantara kami, jadi cepatlah bangkit dari mimpimu. Semua akan berlalu, semua akan mudah pada akhirnya, ayo!" kata Fahita menyemangati Aziya.Pada saat itulah Galih melihat wanita itu berjalan menuju kantin dalam keadaan Fahita merangkul Aziya, membantunya berjalan karena lemah."Apa yang dia lakukan? Apa terjadi sesuatu dengannya?" lirih Galih, namun pria itu berlalu begitu saja untuk kembali ke kantornya.Sedangkan Aziya kemudian termenung karena tersentuh dengan ucapan Fahita.Benar, mereka adalah kedua anaknya, bocah yang tak mengerti masalah pelik kedua orang tuanya. Mereka tidak tau arti perselingkuhan ataupun pengkhianatan yang ia alami.Jiwa murni mereka pasti berharap selalu mendapatkan kasih sayang, mana mungkin Aziya sanggup men
'Benar, itu terlalu singkat untuk membuat Aziya menderita. Seharusnya ia bisa berlama-lama membuat wanita ini dalam kesulitan. Dengan begitu ia merasa lebih puas lagi. Bagaimana bisa ia melepaskan mangsa yang telah lama ia incar? Ah, bodoh sekali kau Galih!' bisik Galih dalam hati. 'Kali ini seharusnya Aziya sudah terpuruk, dan ia akan membuat Aziya sedikit berharap lagi. Sungguh permainan yang mengasyikkan bukan?'"Uhmm, begini. Aku akan mengijinkan kamu untuk cuti hari ini saja. Akan tetapi aku tidak mau kamu banyak mengeluh lagi setelah hari ini."Aziya yang saat itu hampir mencapai pintu kembali mendekati Galih."Maksud Bapak?""Jaga Guntur dan Isabella sampai malam, maka aku akan memberikan kompensasi kepadamu."Memikirkan pekerjaan menjaga dua orang yang koma di sebuah apartemen besar, bagi Aziya bukanlah sesuatu yang ringan terlebih lagi jika harus menginap di sana.Aziya masih terdiam membeku sementara Galih menunggu