Aziya memutar kepalanya, menatap ke arah pria yang terkonsentrasi dalam mengemudi. Jalanan memang lengang, tapi ada beberapa lubang yang dalam perbaikan sehingga butuh konsentrasi."Kecuali?""Kecuali kau yang meminta perceraian terjadi.""Apakah Azga adalah tujuanmu untuk mengatakan semua ini? Untuk mengambilnya dariku?" sergah Aziya panik."Aziya, apa aku sekejam itu padamu?" jawab Galih bersamaan dengan gerakan lambat mobil tersebut dan roda yang berdecit tiba-tiba."Jawablah, apakah aku berharap perpisahan? Berapa kali aku mengatakannya? Aku selalu bilang bahwa kau harus kembali, tidak akan ada pertanyaan menjijikkan seperti itu, Aziya!""Tapi...""Jika kau mencintai Azga, kau juga tidak bisa memisahkan dia dariku."Aziya lagi-lagi kalah telak dengan ucapan Galih. Apakah hatinya telah meleleh bahkan di tengah malam yang dingin ini?Tiba-tiba secara tidak langsung kehadiran Galih membuatnya merasa hangat, membuatnya merasa hidup.Ia bisa merasakan detak jantungnya yang mulai bersem
"SELAMAT DATANG.... SELAMAT MALAAAMMM!"Suara riuh mengejutkan Aziya luar biasa. Bahkan suara keras dan teriakan itu secara bersamaan semua yang ada di situ.Aziya terpaku dalam keterkejutan.Ia melihat semua orang ada di sana. Ada kedua orang tuanya, ada juga kedua orang tua Galih dan juga Guntur dan Celine.Begitu juga Deo dan istrinya juga bibi Elena.Sementara ketiga anaknya terbaring di dalam ranjang kecil di sudut ruangan. Mereka seperti baru saja berpesta karena banyak sekali bekas makanan dan camilan di beberapa meja hidangan. Tentu saja semua ini membuat Aziya menitikkan air matanya.Iapun melempar tas miliknya secara asal dan menghambur memeluk kedua orang tuanya sambil menangis haru.Ia juga memeluk kedua orang tua Galih dengan deraian air mata juga.Haru dan juga rasa rindu membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan akhirnya iapun menyalami Guntur dan memeluk Celine sebagai ungkapan betapa bahagianya ia saat ini bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang ia sayangi.
Malam ini Aziya merasa letih, ia harus menghubungi Davina untuk menumpang istirahat di kamar kost milik sepupunya itu.["Vin, malam ini aku mau numpang tidur di kostan mu ya. Kebetulan malam ini aku lembur, jadi aku mau numpang istirahat sebentar," kata Aziya, sudah lama ia tidak menumpang istirahat di kamar kost milik Davina.]["Oh, iya Zi, ambil aja kuncinya ya, kebetulan aku lembur juga, jadi nanti aku pulang lebih malam."]"Oke, aku mau numpang tidur malam ini ya. Di mana kamu taruh kunci? Aku harus ambil di mana?," kata Aziya menanyakan letak kunci kamar Davina sepupunya.["Ambil saja di atas pintu di lubang angin. Nanti pas kamu mau tidur, letakkan lagi di atas pintu biar aku bisa masuk tanpa ngebangunin kamu," jawab Davina, sementara ia sedang meneruskan pekerjaannya.]["Okelah Vin, aku meluncur sekarang ya."]Obrolan singkat lewat telepon antara Aziya dan Davina yang terlihat akrab itulah sebenarnya awal dari terkuaknya sebuah kenyataan paling pahit dan mengejutkan Aziya malam
Makian tidak akan menyelesaikan masalah. Tamparan hanya sedikit memberikan pelajaran. Tapi apa yang harus ia lakukan untuk mengobati rasa sakit ini? batin Aziya saat menatap dua makhluk keji itu di hadapannya. Aziya melihat, mereka berdua telah pasrah karena ketahuan selingkuh, mereka pasti menunggu apa yang akan diputuskan Aziya.Lalu iapun berinisiatif mengirimkan pesan untuk orang tua Davina.["Paman, Bibi, datang ke kost Davina sekarang juga. Sepertinya Davina sakit keras!"] Terkirim...Sesaat kemudian ia menatap Davina dengan tatapan benci dan muak."Bagaimana denganmu Davina, sudah sejauh ini, apakah hidupmu baik-baik saja? Disaat menjadi orang munafik di hadapanku?" ujar Aziya."Kau bahkan saudara sepupuku, aku sungguh tidak habis fikir!" Davina, gadis bersurai panjang itu hanya meremas jarinya, duduk di sebuah kursi plastik di sudut ruangan. Tentu saja ia sangat malu, karena Reza ketahuan mengunjungi kamarnya di malam hari."Bagaimana denganmu, Mas Reza? Apa yang harus kuka
Setelah merasa lega dan kembali menuju pulang dengan motor miliknya, iapun teringat bahwa dompet miliknya tertinggal di kantor. Bagaimanapun ia harus mengambil dompet tersebut malam ini juga atau besok akan semakin kesusahan, karena tentu saja banyak hal penting di dalamnya.Lalu ia melaju pelan, dan begitu juga air matanya terkadang masih merembes keluar tak bisa ditahan lagi. Ia menangis pilu sambil kembali berkendara dengan motornya di tengah malam yang dingin.Suasana kantor sudah sangat sepi karena hanya beberapa staff saja yang masih lembur di sana, termasuk dirinya, hanya saja ia membatalkan niatnya sampai pagi.Aziya memasuki kantornya langsung menuju meja kerjanya. Akan tetapi ia tak menyangka seseorang telah berada di sana."Kacau sekali," gerutu pria itu yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Sepertinya dia adalah orang yang memeriksa hasil laporan Aziya."Permisi, maaf...saya...""Heh, ini meja kerjamu? Apa nggak bisa rapi sedikit? Lihat, laporan kamu berantakan dan meja ke
Pagi harinya, seseorang menggerakkan bahu Aziya sedikit mengguncang. Aziya tertidur pulas menelungkup di atas meja karena capek menangis, wajahnya bahkan sudah kacau tak karuan."Zi, bangun. Ada pelantikan bos baru pagi ini, cepat persiapan," ujar seorang lelaki yang merupakan teman sejawat Aziya."Hah, apa?" Aziya bangun, tapi belum sadar sepenuhnya. Iapun melihat ke sekelilingnya yang sudah terang benderang. Beberapa teman sekantornya melihatnya dengan senyum-senyum, sedang Aziya menatap linglung."Bangun Zi, kamu nggak pulang semalam?" tanya Roni sambil menumpuk beberapa berkas di hadapannya. "Ngapain aja? Mentang-mentang mau jadi istri orkay," sindir pria itu.Aziya menggaruk tengkuknya, mengingat apa yang terjadi, bahkan ia tak perduli soal sindiran Roni."Astaga, apa ini sudah jam kerja?" katanya sambil melihat arlojinya. "Ah, gimana ini, aku belum mandi," desis Aziya kebingungan."Buat apa mandi, toh yang bakal naik pangkat suami kamu sendiri," cicit Anggara yang juga menonton
Aziya meringis menahan perih di pipinya. Ia menatap marah pada Reza."Sudah kubilang jangan pernah menyentuhku, gila kamu ya!" pekik Aziya, ia benci karena sentuhan Reza di kulitnya disisi kelakuan pria itu."Siapa bilang aku menyentuh kamu, aku menampar mulut ember jebol kamu biar tau rasa!"Saat itu, seseorang nekat mendekati dan melerai mereka."Ssstt, berhentilah bertengkar. Pak Arthur sudah meminta kita untuk berkumpul di ruang rapat utama. Ayo cepat!"Kalau saja bukan karena situasi itu, mungkin saja pertengkaran Aziya dengan Reza masih terjadi, maka Reza segera beranjak pergi.Pria itu terlihat bangga dengan jabatan barunya. Berbeda dengan Aziya yang sudah tak sanggup lagi untuk mengikuti rapat sehingga ia berbalik arah untuk pulang saja. Tak perduli jika pada hari itu ia harus dipecat, ia sudah tak perduli!Aziya meninggalkan aula rapat untuk pulang. Toh ia sudah biasa pulang sendiri karena Reza biasanya tidak akan pulang bersamanya meskipun mereka punya jadwal waktu yang sam
Mendengar suara Mama Reza di luar kamar, hati Aziya menjadi lega, ia sangat terganggu dengan gedoran pintu oleh Reza yang sangat kasar. Setidaknya meskipun ia tidak yakin dengan sikap Nurlela ibu Reza, setidaknya akan menghalangi kekerasan yang mungkin dilakukan putranya itu."Aziya! Ini mama, ayo buka pintunya!" Nurlela memanggil Aziya dan sempat melihat ke arah Reza yang pucat pasi."Mama dengar kamu naik jabatan, mama baru saja mau kasih ucapan selamat, tapi mama terkejut saat mendengar Aziya menelpon mama untuk menyelesaikan masalah rumah tangga kalian. Kenapa kalian bertengkar sehingga Aziya mau bercerai?""Huh, memangnya kenapa dia harus bawa-bawa orang tua segala? Masalah kami bisa kami selesaikan sendiri, Ma. Mama nggak usah ikut campur. Sebaiknya mama dan papa cepat pulang saja dan jangan percaya dengan ocehan gila Aziya," kata Reza dengan penuh emosional."Mama tidak suka ikut campur urusan rumah tangga kalian, hanya saja Aziya bilang kalau hari ini dia ingin bercerai dengan