Karina mengernyit. “Apapun itu bukan urusanmu.” “Come on Karina.” Kenzo tersenyum. “Aku tahu kau. Kau tidak mungkin mau hidup miskin. Kau pasti mencari sugar daddy untuk mencukupi kebutuhanmu. Apalagi kau dan ibumu itu suka sekali menghabiskan uang.” Lebih dari tahu. Kenzo bahkan hapal kebiasaan Karina dulu. Karina yang gemar menghamburkan uang. “Terserah.” Karina menghela nafas. “Ikutlah denganku malam ini. Aku akan memberimu tip yang cukup banyak.” Kenzo dengan lancang menarik pergelangan tangan Karina. “Lepaskan aku.” Karina berusah memberontak. “Bilang padaku, berapa tarifmu. Aku akan membayarnya tiga atau empat kali lipat sesuai keinginanmu.” Kenzo masih bersikukuh. “Kalau perlu aku akan menjadi sugar daddymu, kau tidak perlu repot-repot mencari pria kaya.” Karina memutar bola matanya malas. “Lepaskan aku.” “Jangan jual mahal, Karina.” Kenzo yang semakin lancang. Pria itu bahkan berani menarik pinggang Karina. Mengusap kedua pipi Karina dengan pelan. “Lepaskan aku brengs
21+ “Ingin apa?” beo Karina. “Kau.” Saka kembali mencium Karina. Kali ini lebih tergesa-gesa. Jemarinya masuk ke dalam dress Karina. Tidak sabar menurunkan resleting dress hingga terdengar robek. Tidak seberapa hanya robek sedikit. Setelah ini Saka akan membelikan Karina lebih banyak dress. “Jangan di sini.” Karina berhasil mendorong pelan Saka. Hingga pangutan mereka terlepas meski hanya sebentar. “Aku tidak peduli.” Saka melepaskan kancing kemejanya. Kemudian kembali memangut bibir Karina. Semakin hari—semakin sering tubuh mereka membelai. Saka semakin tidak bisa lupa. Bayangan tentang Karina yang pasrah di bawahnya selalu terngiang-ngiang. Biar saja dibilang otak mesum. Tapi kenyataannya memang seperti itu. Saka membawa Karina masuk ke dalam salah satu bilik toilet. Saka dengan mudah melepaskan semua yang ada pada Karina. Hingga tubuh Karina benar-benar telanjang di hadapannya. “Tubuhmu semakin menggoda,” bisik Saka. Karina mencengkram bahu Saka ketika pria itu bermain-mai
Karina berusaha mengingatkan diri sendiri. Kebersamaan mereka kemarin malam sebagai tugasnya. Saka tidak menginginkan apapun dari dirinya selain tubuhnya. Siang ini adalah jadwal Saka melakukan pemotretan bersama istrinya. Karina memandang Aruna. Dugaannya benar. Aruna sangatlah cantik. Wanita berstatus istri Saka itu adalah seorang desainer dan model. Hari ini mereka terlihat sangat serasi melakukan sesi photoshoot. Saka menggunakan setelan kemeja biru laut dengan bawahan hitam. Sedangkan Aruna menggunakan dress cantik berwarna biru juga. Mereka sangat serasi. Karina memandang mereka. Ia duduk di sofa yang sudah disediakan. Pose yang dilakukan sangat romantis. Aruna melingkarkan kedua tangannya di leher Saka. “Dia siapa?” tanya Aruna. Saka melingkarkan kedua tangannya di pinggang Aruna. Ia tahu yang dimaksud Aruna adalah Karina. “Bukan siapa-siapa.” “Dia norak dan kampungan,” komentar pedas Aruna. “Hanya sekedar jadi Sekretarismu saja dia tidak pantas. Kau pasti butuh pembantu.”
Karina menggeleng. Ia bergerak tidak nyaman. Debaran jantungnya berpacu. Karina takut sekali ada orang yang lain yang melihat mereka. “Saya takut,” lirih Karina. “Apa yang kau takutkan?” Saka tersenyum tipis. Kedua tangannya masih memeluk pinggang Karina. Ia tidak akan membiarkan Karina lepas darinya. “Ada aku.” “Ada istri anda, Sir.” Saka menarik tengkuk Karina. Memangut bibir wanita itu perlahan. Jemarinya menelusup masuk ke dalam kemeja putih yang digunakan Karina. Kemeja putih itu terlalu tipis Saka bisa melihat samar-samar warna dalaman yang digunakan oleh Karina. “Sir,” lirih Karina. Saka bermain di lehernya. Sedangkan jemari pria itu masuk membelai perutnya yang rata. Sesekali menggigit kecil hingga membuat Karina menahan suaranya yang menjijikkan. “Sudah, Sir. Jangan di sini.” Karina mencengkram bahu Saka. Ia memejamkan mata saat jemari Saka dengan nakal membelai kedua miliknya. “Jangan….” Karina memegang tangan Saka yang sudah terlanjur masuk ke dalam blousenya. Ia berg
Karina mengerjap. Ia menggeleng. “Saya hanya berpikir bagaimana jika nona Aruna tahu tentang saya dan anda.” “Memangnya apa?” Saka kembali bertanya. “Aku dan kau tidak lebih dari patner ranjang. Come on Karina, kita tidak punya hubungan spesial. Untuk apa kau takut? Jika ketahuan beritahu saja dia kalau aku hanya sesekali tidur denganmu. Pasti dia memakluminya.” Hati Karina mencelos. Perkataan Saka masuk terlalu dalam ke ulu hatinya. Karina menunduk. Ia tersenyum kemudian mengangguk pelan. ~~ Karina menatap layar ponselnya. Di sana tertulis dengan jelas sebuah pemberitahuan masuk. Uang sebesar 100 juta masuk ke dalam rekeningnya. Jumlah yang sangat fantastis hanya dengan menjadi seorang jal@ng. Karina tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan uang itu. Kata orang, uang yang dihasilkan dengan cara yang cepat, tidak akan pernah bisa tahan lama. Biar saja, Karina tidak mau memusingkan uang. Yang terpenting semua hutang ibunya sudah lunas. Beranjak dari duduknya. Ia memegang beber
“Kau harus ikut ke acara reuni.” Saka mengatakannya di depan Karina. Berdiri di depan wanit aitu sambil bersindekap. “Saya tidak ingin datang ke sana, Sir.” Karina mencoba menolak. Meskipun pada akhirnya Saka yang menjadi pemenang di setiap perdebatan. “Mau membantah?” tuhkan. Saka mengatakannya lagi. Bulu kuduk Karina langsung merinding. Ia menciut. Mendengar nada tegas dan rendah Saka. Karina tidak berani melayangkan protes lagi. “Apa susahnya datang? Kau akan bertemu dengan teman-temanmu.” Saka memegang pinggiran meja. Lengan kemejanya digulung sampai sebatas siku. Penampilan Saka lebih berantakan. Pria itu tidak menggunakan jas, dasi. Dua benda tersebut entah ke mana. Tapi Karina memang mengakui jika Saka lebih keren dengan pakaian seperti itu. menurutnya seperti bos berandalan namun jenius. “Saya hanya punya dua teman,” balas Karina pelan. “Saya tidak punya alasan untuk datang ke acara tersebut.” Meskipun takut, Karina masih mencoba melakukan negosiasi pada Saka. BRAK. Sa
Jika ini yang dimaksud Saka dengan menghancurkan, maka Saka berhasil. Seratus—bukan tapi seribu persen Saka berhasil membuat Karina hancur. Layaknya seorang pelacur yang menggoda pria. Dengan sedikit gemetar, jemari Karina mulai melepas kancing kemejanya sendiri. Ia sama sekali tidak berani mendongak. Pandangan Saka tidak teralihkan sama sekali. “Aku menunggumu, Karina.” Saka mengeluarkan sebuah rokok dari dalam sakunya. Menyulutnya pelan—kemudian menghisapnya. Mengepulkan asap ke atas. Kemeja Karina sudah terlepas dan jatuh di bawah. Saka tersenyum miring. Bagaian atas Karina yang hanya terbalut sebuah bra berwarna merah menyala. Miliknya di bawah sana sudah menegang, hanya meliha Karina yang setengah telanjang. ‘Aku tidak mau melakukan hal seperti ini,” jerit Karina dalam hati. Ia menurunkan rok pendeknya. Hingga tubuhnya hanya terbalut dalaman saja. Hancur sudah—Karina benar-benar melepas lembar kain terakhir yang menutup tubuhnya. “Come here, Karina.” Saka menepuk pahanya.
“Good. Bagaimana denganmu?” Karina sedikit tersenyum pada Rendi, suami Amel. “Baik banget.” Amel tertawa ceria sambil memeluk Rendi mesra. Amel mendekat. Ia berbisik pelan. “Untuk yang kemarin sorry Karina. Aku tidak bisa meminjamkan uang padamu. Suamiku takut kau tidak bisa mengembalikannya,” jelasnya. Karina mengusap dahinya. “Oh ya. Aku tidak masalah.” “Oh itu Susan!” tunjuknya pada seorang perempuan yang baru saja keluar dari mobil. Independent woman and rich. Susan yang menjadi seorang pengacara. Sebuah kacamata bertengger di hidungnya yang mancung. Mobil sport yang digunakannya seharga milyaran. Hidup Susan memang selalu bergelimang dengan harta. Keluarga yang kaya dan dirinya yang sukses juga. “Hai girls,” sapa Susan. Ia melepas kacamatanya dan menatap Karina. “Karina apa yang kau pakai?” Karina menatap dirinya sendiri. “Memangnya apa?” “Itu tas channel palsu.” Susan tertawa. Di susul dengan Amel dan suaminya. “Aku tidak tahu.” Karina menyembunyikan tasnya di belakang