LOGINAteera terkejut setengah mati atas syarat yang baru saja Valiant lontarkan.“Tu-Tuan Muda, apa yang baru saja Anda katakan?” tanyanya kemudian.“Apakah ucapanku masih kurang jelas?” tanya balik Valiant.“Tidak, maksud saya. Apa itu masuk akal? Anda....” Saking shocknya, Ateera bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-katanya dengan benar.“Kenapa? Karena aku punya tunangan?”Pupil mata Ateera kembali melebar, dia tidak menyangka. Pria ini sama sekali tidak merasa bersalah bahkan terhadap tunangannya sendiri, setelah memberikan tawaran yang amat memalukan padanya, bahkan tidak pantas.“Benar, Anda sudah memiliki tunangan. Lalu, kenapa Anda menginginkan hal menjijikkan seperti itu?”“Jadi kau menolak?”“Tentu saja!” jawab Ateera dengan tegas.“Bukankah kau seorang pelayan?”“Memang benar saya seorang pelayan, tapi saya tidak melayani hal semacam itu!”“Hah.” Valiant tersenyum, menertawakan apa yang baru saja Ateera katakan.Ateera melihatnya, pria di depannya ini meremehkan dirinya. Dia mema
Ateera berjalan mundur, dia tidak tahu kenapa tuan mudanya bertindak seperti ini.Seperti malam itu, kenapa dia menciumnya secara tiba-tiba. Apakah mungkin, sekarang ini pun Valiant dalam keadaan tidak sadar?Dug!“Ahh!” Ateera terlonjak, saat ia menyadari jika tubuhnya yang tidak bisa lagi bergerak mundur karena menabrak dinding di belakangnya.Ateera panik, terlebih saat ia menyadari Valiant yang terus berusaha mendekat padanya.“Tu-Tuan Muda, sa-saya mohon jangan mendekat,” ucapnya.Tapi terlihat Valiant yang sama sekali tidak mendengarkan. Kakinya itu terus melangkah, hingga membuat Ateera refleks menyudutkan tubuhnya pada dinding.Bruk!Valiant menaruh satu tangannya itu di samping kepala Ateera, mengunci tubuh wanita itu agar tidak berani lagi menjauh darinya.“Tahukah kau betapa tersiksanya aku semalaman, seperti orang gila aku bahkan hampir saja mencarimu ke kamarmu.”Meskipun merasa takut, tapi Ateera juga merasa bingung. Apa sebenarnya maksud ucapan Valiant, kenapa di tersi
Ateera berlari dengan suara napasnya yang sudah terdengar terengah-engah.Keringat yang bercucuran deras di dahinya itu menunjukkan rasa lelah dalam dirinya yang sudah diambang batas.Kakinya juga sudah terlihat melemah, hingga membuatnya hampir terjatuh.Ateera ingin berhenti dan beristirahat, tapi dia takut jika orang yang tengah mengejarnya itu akan berhasil menangkapnya.Ateera lalu melihat ke arah belakangnya.Langkahnya itu sontak terhenti, kala ia tidak mendapati orang yang mengejarnya itu.Atera merasa bingung, apakah kini dirinya sudah aman?Karenanya, walau dengan perasaan takut, Ateera mencoba untuk memberanikan diri. Dia ingin memastikan jika orang itu benar-benar tidak lagi mengejarnya.“Aku harap aku benar-benar sudah aman,” ucapnya seraya menelan salivanya dengan susah payah.Namun kemudian, perasaannya itu pun melega. Karena dia benar-benar tidak menemukan lagi orang di belakangnya.“Hah, syukurlah. Setidaknya aku aman untuk saat ini,” ucapnya lagi.Ateera yang merasa
“Maaf ya Ra, aku tidak bisa menemukannya,” ucap Mala dengan ekspresi penuh rasa bersalah.“Tidak apa-apa, lagi pula ini kan bukan salahmu. Jadi kau tidak perlu meminta maaf.”“Tapi kan aku sudah berjanji untuk membantumu mencarinya.”“Tidak apa-apa Mala.” Ateera tersenyum, dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja, atau Mala akan terus merasa bersalah terhadapnya.“Tapi....”“Mala,” panggil seseorang yang membuat Mala dan Ateera pun refleks menoleh.“Ah, kepala pelayan memanggilku,” ujar Mala.“Kalau begitu pergilah.”“Lalu, kau?”“Aku tidak apa-apa, aku akan melanjutkan mencarinya sendiri.”“Apa kau yakin?”Ateera mengangguk. “Jadi kau cepatlah pergi, atau kepala pelayan akan marah nanti.”“Bailah, aku akan cepat kembali.”Ateera kembali mengangguk, seraya menunjukkan senyumnya.Dia lalu meluruskan pandangannya, melihat kepergian Mala.Namun, tatapannya itu tak sengaja melihat ke arah kepala pelayan Robert. Dia tersentak, saat menyadari Robert yang menatapnya dengan tajam.“Apa aku
“Tidak ada, benar-benar tidak ada.” Ateera mengobrak-abrik seluruh kamarnya hanya untuk mencari sapu tangan kesayangannya.Namun sayangnya, sapu tangan itu sama sekali tidak ia temukan.“Aneh sekali, aku ingat tidak pernah meninggalkannya di mana pun. Tapi kenapa tidak ada ya.”Ateera berdiri, ia terdiam sesaat seakan mengingat-ingat sesuatu. “Atau mungkin sapu tanganku tertinggal di kamar tuan muda,” ucapnya.“Tapi kan aku sudah membersihkannya, dan itu tidak ada. Lalu di mana.”Ateera merasa bingung namun juga sedih, karena dia tidak mau kehilangan satu-satunya kenangan dari ibunya.“Ra, kamu lagi cari apa?” tanya Mala yang baru saja masuk ke dalam.“Ah ini, apa kau melihat sapu tanganku? Warnanya merah muda, dan ada rajutan bunga mawar di sana?”“Sapu tangan merah muda, aku tidak melihatnya.”Jawaban Mala itu berhasil membuat Ateera merasa semakin lemas, entah kenapa dia merasa sapu tangannya itu tidak akan pernah kembali.“Tapi aku akan coba membantumu mencarinya, jadi jangan sedi
09.Sebuah mobil mewah berwarna hitam tampak berhenti tepat di depan gedung kantor Orville Group.Terlihat seorang pria yang mendekat dan membuka salah satu pintu mobil bagian belakang.Pria itu lalu membungkuk, kala ia melihat tuannya Valiant turun dari sana.“Selamat datang Tuan,” sapanya dengan penuh rasa hormat.Valiant berdiri seraya merapikan jasnya, sebelum akhirnya dia pun berjalan dengan diikuti pria itu.“Raven, apa semuanya baik-baik saja?” tanya Valiant seraya terus berjalan. Mengingat kemarin dirinya tidak masuk ke kantor, bisa saja ada masalah yang terjadi.“Tidak Tuan, semuanya baik-baik saja,” jawab pria bernama Raven itu.“Baiklah, aku tahu kau memang bisa diandalkan.”Raven membungkukkan sedikit tubuhnya, atas pujian yang baru saja tuannya berikan.“Ah iya,” ujar Valiant kemudian seraya menghentikan langkahnya. Membuat Raven yang berada di belakangnya pun ikut berhenti.“Apa Victoria menghubungimu?” tanyanya.“Tidak Tuan, saya tidak menerima panggilan apa pun dari no







