Share

Jalan-jalan

[ Flashback on ]

"Turun Lo!" Pintu mobil Jerry diketuk oleh tiga pria berbadan besar.

Sejak awal berangkat ke kantor Jerry sudah mulai curiga dengan mobil hitam yang mengintainya. Benar saja, dia dicegat saat melewati jalanan sepi. Entahlah apa yang mereka inginkan.

"Kalau Lo gak turun, gue pecahin kaca mobil Lo!"

Mau tak mau Jerry turun dari mobil. Tiga orang itu langsung menarik Jerry dan menghempasnya ke tanah. "Dimana tuan Jevran?"

Jerry menggeleng tidak tau. "Gak tau. Kalian semua siapa, hah?"

Bugh! Satu pukulan mengenai wajahnya.

"Mana mungkin kamu gak tau? Kamu kan asisten dan teman dekatnya."

"Ya terus gue harus tau semuanya gitu?"

Bugh! Lagi-lagi pukulan itu dilayangkan. Kali ini sudut bibirnya berdarah. Jerry terbatuk-batuk.

Salah satu dari mereka mengambil paksa ponsel Jerry mengembalikannya lagi setelah mengotak-atik beberapa saat. Jerry tidak dapat melawan karena kalah jumlah.

(Flashback off)

Jevran mengumpat. "Sekarang hp Lo mana?"

"Ada di ruangan."

"CK, mereka meretas data di hp Lo. Blokir kontak gue. Gimana kalau mereka tau gue ngabarin Lo selama ini?" Jevran melepas kacamatanya dan memijat pelipisnya pelan.

"Tenang aja, gue save nomor Lo dengan nama samaran. Lagian selama ini kita gak ngirim pesan, cuma telepon."

Jevran menggerakkan jari jemarinya. "Ini pasti ulah keluarga Pratama."

Keluarga Pratama adalah keluarga yang ingin menjodohkan anak gadisnya dengan Jevran. Mereka pasti mau mencarinya untuk dipaksa menerima perjodohan. Pasti, karena ada yang mereka incar dari semua itu.

"Kenapa Lo yakin kalau itu keluarga Pratama?" tanya Jerry.

"Terus siapa lagi? Orang suruhan kakek? Gak mungkin. Mereka gak akan curiga sama Lo, Jer. Nyokap bokap gue? Mereka lebih gak mungkin. Sekarang aja mereka kabur ke Singapura."

"Iya, sih. Lo bener. Kita harus lebih hati-hati sekarang. Terus rencana Lo selanjutnya gimana? Supaya Lo bisa bongkar kebusukan keluarga Pratama."

"Pelan-pelan aja. Dimulai dari cara kerja perusahaan mereka."

"Caranya?"

"Nanti gue kasih tau."

****

Di sisi lain, Ajun menatap layar di depannya malas.

"Ah, bosen banget deh!" gerutunya lalu melempar stick game ke arah sofa.

Anak lelaki itu menatap jam dinding yang menunjukan pukul 4 sore. Ia meraih ponsel di atas meja dan mengirim beberapa pesan ke grup teman-temannya. Mumpung kak Naura tidak ada, dia mau pergi nongkrong. Masalah Kak Jevran itu biar urusan nanti. Dia kan mudah di bodohi, pikir Ajun.

Ajun memakai kaos pendek yang ditutup jaket kulit. Celana Levis dengan sobek bagian lutut, dan sepatu sneaker putih. Penampilan yang jarang dikenakan Ajun selama Naura ada di rumah. Tentu saja, Naura tidak menyukai Ajun menggunakan celana sobek itu. Menurut Naura celana itu seperti kekurangan bahan.

"Jun! Buruan!" teriak salah satu teman Juno di halaman depan, menunggu di atas motor.

"Ayo, dah selesai gue." Ajun berlari menghampiri mereka. Ia naik ke motor temannya dan mereka mulai berangkat bersama.

Rombongan motor itu berbelok di pertigaan jalan. Tak selang lama, sebuah ojek online berhenti di depan rumah Naura. Penumpang itu turun dari motor dan memberikan helmnya.

"Mas, ini uangnya. Makasih, ya."

"Iya, mas. Sama-sama."

Jevran merapikan rambutnya yang acak-acakan karena menggunakan helm. Pria itu masuk ke rumah Naura dan tak melihat kehadiran Ajun sama sekali. Jevran menggeleng. Mungkin berada di kamarnya.

Satu kresek makanan itu di taruh di meja makan. Dia sengaja membelinya untuk Ajun. Daripada di suruh masak lagi dan hasilnya dihujat. Segera Jevran masuk ke kamar untuk menyimpan tas dan membersihkan badannya.

Setelah selesai, Ajun sama sekali belum keluar kamar. Jevran menghela nafas kasar lalu mendatangi kamar anak itu. 'lagi ngapain sih tuh bocah?'

Tok...tok..tok...

"Jun? Ayo makan."

"Ajun?"

Karena tak mendapat balasan Jevran berniat masuk ke dalam. Takut-takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Seperti anak itu pingsan atau semacamnya.

Pintu kamar tidak terkunci. Untung saja. "Loh, Ajun di mana?"

Tidak ada seseorang di dalam kamar. Jevran kembali keluar dan menutupnya. Berpikir sesaat. Akhirnya ia mulai mencari ke semua sudut rumah, maaf saja jika tidak sopan. Ah, iya! Dia pasti pergi dengan teman-temannya, tapi kemana?

Jevran berkeliling mencari Ajun. Dari mulai jalanan dekat rumah, sampai ke tempat-tempat anak nongkrong yang diketahuinya. Hasilnya nihil, Ajun belum ditemukan juga. Sebenarnya bisa saja Jevran menelpon Naura dan mengatakan jika adiknya tidak ada di rumah. Mungkin gadis memberitahu dimana tempat Ajun biasanya pergi. Tapi itu lebih tidak mungkin. Bisa-bisa Jevran dimarahi karena tidak bisa menjaga adiknya.

Pria itu masih berjalan di trotoar jalan. Hari mulai semakin gelap, dan Jevran masih belum tau kemana lagi ia harus mencari. CK, menyusahkan sekali anak itu.

"Pak, mau numpang tanya. Ada tempat yang biasa anak main di sekitar sini?" tanya Jevran pada orang yang ditemuinya di jalan.

"Playground?"

"Eh, bukan-bukan. Maksudnya tempat anak muda nongkrong."

"Kalau sekitar sini gak ada, mas. Jauh semua."

Jevran menghela nafas lelah. "Kalau gitu makasih, ya."

"Iya sama-sama."

Jevran duduk di dekat jembatan dan menatap jalanan. Dia baru pulang kerja tapi harus keluyuran mencari Ajun. Jevran butuh istirahat saat ini.

Saat asik melamun, Jevran teringat sesuatu. Ia mengeluarkan ponsel miliknya dan mengirim pesan pada Naura. Jevran akan meminta nomor Ajun pada Naura, dengan alasan jika Jevran pulang terlambat, dan akan mengatakannya pada Ajun.

Ting!

Notifikasi masuk dari Naura. Gadis itu mengirimkan nomor adiknya. Tanpa menunggu lama Jevran langsung menghubungi nomor tersebut. Beberapa kali tidak terangkat, dan ketiga kalinya, suara Ajun menyapu telinga Jevran.

'Ini siapa?' terdengar suara bising di sebrang sana.

"Ini kak Joko."

'Siapa?' Ajun berteriak.

"Joko!"

'Aduh ngapain telepon aku? Aku lagi main sama temen-temen. Jangan ganggu!'

"Kamu dimana? Pulang! Ini udah malam. Kamu mau aku aduin ke Naura?"

'Ck, rese banget!'

Panggilan dimatikan sepihak oleh Ajun. Jika di mendengar suara musik keras seperti itu, Jevran hanya mengingat satu tempat. Club Malam. Eh, tapi bagaimana bisa Ajun ada kesana? Itu kan tempat orang dewasa. Apa teman-temannya yang mengajak?

Jevran kembali menghampiri orang yang ia tanya sebelumnya. Untung saja pria itu masih berada di sana.

"Pak, saya mau tanya lagi. Kalau club Malam paling dekat dari sini itu dimana?"

Bapak itu tidak langsung menjawab. Ia terdiam menatap Jevran bingung. Lelaki ini tadi bertanya tempat nongkrong anak muda, sekarang club Malam. Dasar anak zaman sekarang.

"Lurus saja. Nanti di pertigaan itu kamu belok kanan. Emang tempatnya agak masuk gang. Soalnya itu club bebas. Memangnya kalau boleh tau kamu ini mau apa?"

"Saya lagi cari orang, pak." Jevran menggaruk kepalanya.

"Cari orang kok ke club malam?!"


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status