Share

Susahnya jadi Joko

Sementara itu, Ajun melambaikan tangannya pada tiga temannya yang keluar club. "Hati-hati, ya!"

Bersamaan dengan itu, Arga datang menghampiri Ajun dan duduk di sebalhnya.

"Temen-temen kamu udah pulang?"

"Udah, kak."

Kenapa Ajun bisa berada di club malam bersama Arga? Begini ceritanya....

Awalnya, Ajun hanya pergi dengan temannya ke kafe di dekat taman kota. Lumayan jauh jaraknya dari rumah. Karena tak mau terlalu lama pergi, mereka hanya dua jam di kafe dan berniat pulang. Tapi, mereka bertemu dengan Arga. Pria itu mengajak mereka ke sini. Katanya tempat ini lebih menyenangkan daripada kafe atau semacamnya.

Ajun sempat menolak karena pasti kakaknya bisa marah kalau tau. Tapi lagi-lagi Arga bisa membujuk para anak muda itu. Mereka memang hanya duduk-duduk saja tanpa memesan minum.

"Beneran kamu agak mau minum?" tanya Arga menuangkan sebotol bir pada gelasnya.

"Enggak, kak. Kalau kak Naura tau bisa habis aku."

"Sedikit aja."

Ajun menggeleng. "Gak usah."

"Oke." Arga meneguk segelas bir dalam sekali tegukan.  Jika Arga bisa mendekati Ajun, pasti Ajun memberi restu Arga untuk mendekati kakaknya. Ajun bisa membujuk Papah dan Abangnya Naura untuk merestui hubungan Arga dan gadis itu.

Tak lama terdengar suara pengunjung yang berbisik. Ajun melirik sekilas melihat seorang pria berkacamata yang sedang di dorong-dorong oleh pria lainnya. Ajun seperti mengenalnya. Pria itu terlihat seperti.....

"Kak Joko?"

"Hah? Kamu ngomong apa?" tanya Arga menoleh.

"Itu kak Joko!"

Ajun segera bangkit dan mulai mendekati keramaian. Begitu juga dengan Arga yang penasaran. Ternyata si cupu itu ada di sini juga. Bagaimana dia bisa tau?

"Lo liat baju gue basah gara-gara Lo!" Seorang pria berbadan kekar itu melayangkan pukulan ke perut Jevran hingga membuatnya mengaduh. Wajahnya juga dipukul.

Saat datang ke sini tak sengaja ia menyenggol lengan seseorang. Ternyata orang yang disengol itu pria berbadan besar ini. Gelas yang dipegangnya tumpah hingga mengenai baju mahalnya. Padahal harganya tak seberapa dengan baju Jevran di rumah. Eh, ini bukan saatnya sombong.

"A-ampun, bang," lirih Jevran yang tak kuat dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Lagian Lo ngapain di sini? Lo nyasar? Penampilan kayak Lo itu gak pantes masuk sini!"

Jevran meringis memegangi perutnya. Tubuhnya tidak kuat lagi. Kepala pusing, dan satupun anggota tubuhnya terasa mati rasa. Sesaat sebelum Jevran pingsan, ia melihat kehadiran Ajun dan Arga di sana. Pria itu tersenyum lega. "Ajun."

Ajun berlari menghampiri Jevran yang tergeletak. Anak itu menatap Arga yang masih berdiri. "Kak, ayo bantu bawa ke rumah."

Arga membuang nafas kasar. Kalau saja tidak ada calon adik iparnya ini, biar saja si cupu itu pingsan. Lagian masuk ke wilayah yang tidak seharusnya dia datangi. Seperti tikus kecil yang tersesat.

Mau tak mau Arga membawa Jevran pulang dengan mobilnya. Dalam hati Arga masih merutuki Jevran yang berada di mana-mana. Mungkin dia mau jadi pahlawan dengan membawa Ajun keluar dari sana. Dasar anak kampung! Tidak tau saja kalau club malam itu tempat yang menyenangkan.

Mobil berhenti di depan rumah Naura. Arga dan Ajun menggotong Jevran ke dalam kamar. Ternyata dia berat juga.

"Yaudah, kakak pulang ya, Jun."

Ajun mengangguk. "Makasih kak."

"Iya sama-sama. Eh, kalau bisa jangan sampai dia ngadu sama kakak kamu."

"Tenang aja."

Ajun masuk ke kamar abangnya yang diisi Jevran. Dia membantu melepas sepatu Jevran, dan kacamata yang dipakainya. Saat kacamata itu dilepas, wajah Jevran seperti tak asing untuk Ajun. Jika tidak salah, ia pernah lihat di sebuah surat kabar. Tapi mana mungkin.

Kacamata itu ditaruh di atas meja kecil. Ajun mengerutkan keningnya saat melihat tompel yang dimiliki Jevran sedikit berubah tempat. Seperti tergeser. Mana mungkin tompel bisa digeser? Anak itu memperhatikannya lamat-lamat. Namun ia langsung berdiri tegap saat Jevran membuka matanya.

"Nih." Ajun menyodorkan kacamata milik Jevran saat pria itu terlihat mencarinya.

"Makasih."

Ajun mendengus. "Ngapain sih kesana?"

"Cari kamu. Kalau kamu hilang, aku juga dimarahi Naura."

"Pokoknya awas aja kalau sampai berani cerita tentang masalah ini ke kak Naura. Aku akan bilang kalau Kak Joko yang ngajak aku ke sana."

"Loh? Tapi-"

"Diem! Makanya jangan cerita apa-apa."

Jevran mengangguk pasrah. Saat itu juga Ajun pergi ke luar kamar dan pergi ke kamarnya. Perlahan Jevran bangun dan pergi ke kamar mandi. Ia mengunci pintu, mendekati cermin di kamar mandi.

Satu persatu penyamarannya di lepas. Ia mencuci wajahnya dan kembali menatap ke cermin. Untung saja luka di wajahnya tidak parah. Hanya saja perutnya masih terasa sakit. Tubuhnya merasa remuk. Untuk pertama kali, Jevran tidak pernah semenderita ini.

"Gue gak boleh manja," lirih Jevran.

Sekarang dia sedang menjadi Joko kampung yang menelan kepahitannya sendiri. Bukan lagi Jevran yang hanya ingin dilindungi bodyguard, yang dibela ketika salah. Tapi bukan berarti Jevran mengalah di sini.

Ada Naura yang selalu menghiburnya dan juga ... Jevran harus membalas Arga yang selalu merendahkannya, dan membalas Ajun si bocah tengil! 


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status