“Jangan cemberut seperti itu, seperti biasanya Bunda akan memastikan jika ayahmu akan berpihak pada kita. Selain itu, Bunda juga akan memastikan jika Aio pada akhirnya akan menjadi milikmu,” ucap Vania saat sudah mendengarkan cerita dari Elena, bahwa selama ini ternyata Tessa diantar jemput oleh Aio. Dengan kata lain, Tessa dan Elena sering kali berhubungan.
Tentu saja Vania merasa jengkel. Bagaimana bisa Aio tertarik pada Tessa? Padahal jika dibandingkan dengan Elena, tentunya Tessa kalah telak. Menurut Vania, Elena lebih cantik dan elegan daripada Tessa yang terlihat belum bisa mengurus dirinya sendiri. Atau mungkin saja, Tessa yang menggoda Aio demi hidup nyaman dan bergelimang harta di tengah keluarga Dawson yang terkenal dengan kekayaan mereka. Bagi Vania, Tessa sangat tidak tahu malu.
Elena yang mendengar hal itu pun senang bukan main. Karena ia sendiri tahu, ibunya selalu menepati apa yang ia katakan. Ibunya memiliki segudang ide untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Elena pun mengikuti langkah sang ibu yang rupanya turun ke lantai satu dan menyiapkan sarapan. Tak lama, Galih turun dan Elena pun bersikap manis menyambut ayah tirinya. Sementara Vania menyajikan kopi kesukaan sang suami lalu duduk di kursinya. Saat sang suami sudah menyesap kopi buatannya, Vania pun berkata, “Sayang, sepertinya Tessa menjalin hubungan dengan Aio.”
Galih yang mendengarnya pun mengernyitkan keningnya. Di matanya, Tessa jelas tidak mungkin memiliki hubungan dengan Aio atau pun dengan pria lain. Bukan karena Galih menyangsikan pesona putrinya itu, tetapi bagi Galik Tessa masihlah gadis kecil. Jelas, rasanya belum waktunya bagi Tessa untuk menjalin hubungan dengan pria mana pun.
“Bagaimana mungkin? Tessa tidak memiliki waktu untuk itu, dia tidak memiliki waktu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Harusnya ia hanya fokus dengan pendidikannya saja,” ucap Galih terlihat tidak senang.
Padahal, Galih memilih untuk menyimpan masalah mengenai Aio yang datang dan meminta restunya untuk mendekati Tessa. Ia berpikir jika Aio akan berhenti setelah penolakannya, dan Tessa sendiri tidak akan memberikan respons meskipun Aio berusaha untuk mendekatinya. Meskipun benar Aio mendekatinya, seharusnya Tessa juga menahan diri. Selain karena masih terlalu kecil dan harusnya fokus dengan pendidikannya, Tessa sudah berulang kali mendengar Elena membicarakan bahwa dirinya tertarik pada Aio saat mereka makan bersama.
“Aku melihatnya sendiri, Ayah. Tessa kemarin pulang diantarkan oleh Tuan Aio. Padahal, rumah kita berlawanan arah dengan rumahnya,” ucap Elena dengan ekspresi sedih. Seakan-akan ingin menekankan jika dirinya merasa begitu sedih karena pria yang ia cintai direbut oleh adik tirinya yang sangat ia sayangi. Benar, sangat ia sayangi. Karena jika berada di hadapan Galih, Elena selalu bersikap selayaknya seorang kakak yang menyayangi adiknya.
Sandiwara apik yang dilakukan oleh Elena, jelas membuat Galih berpikir bahwa Elena sangat menyayangi Tessa. Vania juga melakukan hal yang sama seperti putrinya. Bersikap selayaknya seorang ibu yang hangat karena kasih sayang. Namun, semua itu hanya topeng. Topeng sempurna yang membuat Galih tidak sadar, bahwa selama ini Tessa hidup dalam penderitaan. Kurang kasih sayang, hingga kurang memiliki uang walaupun dirinya adalah seorang putri dari keluarga kaya raya.
Tepat setelah Elena mengatakan hal itu, Tessa pun terlihat turun dari lantai dua dan melangkah menuju ruang makan. Saat Tessa duduk di kursinya, Galih segera bertanya, “Kenapa membuang waktu dengan berpacaran, Tessa? Terlebih dengan pria yang jelas-jelas disukai oleh kakakmu. Apa selama ini Ayah salah mendidikmu?”
Tessa yang belum mengerti pun bertanya, “Kenapa Ayah tiba-tiba marah seperti ini? Memangnya apa kesalahan Tessa hingga harus mendapatkan kemarahan Ayah?”
Galih menatap putri kandungnya itu dengan tajam. “Apa benar perkataan kakakmu, jika selama ini kau menjalani hubungan dengan Aio?” tanya Galih dengan penuh selidik.
Tentu saja Galih berharap putrinya ini sama sekali tidak menjalin hubungan dengan Aio. Agar situasi tidak semakin rumit. Sebagai seorang ayah, Galih tentu saja tidak ingin terlihat berat sebelah dalam memberi kasih sayang. Karena sebelumnya Elena sudah mengatakan ketertarikannya pada Aio, maka Tessa harus mengalah dalam hal ini.
Tessa pun terdiam, sadar jika sepertinya kepulangannya kemarin terlihat oleh sang kakak. Jika sudah seperti ini, percuma saja dirinya menutupinya lagi. Jadi Tessa pun memilih menjawab, “Iya, kemarin Om Aio memang mengantarkan Tessa pulang.”
Galih yang mendengar jawaban itu pun menghela napas. Belum sempat ia mengatakan sesuatu, Elena sudah lebih dulu berkata, “Kenapa kau mau? Kan kau sendiri tau jika aku menyukainya? Apa mungkin kau menyukai Aio? Kau ingin merebutnya dariku? Betapa kejamnya.”
Elena mulai menangis bombai, sementara Tessa dibuat tidak percaya.Tessa tidak percaya dengan kemampuan Elena yang bisa menangis dalam waktu yang cepat seperti itu. Hal yang sepertinya sudah terlatih sejak kecil, agar dirinya bisa memenangkan hati orang lain dengan sandiwara air matanya yang memuakan. Meskipun tahu jika saat ini Elena tengah bersandiwara, Tessa memilih untuk tidak mengungkitnya. Sebab mengungkit hal tersebut bukan hal yang menguntungkan baginya.
Tessa baru saja akan membuka mulut untuk memberikan pembelaan diri, tetapi Elena kembali memotong, “Aku tau, sejak awal kau memang tidak menyukaiku, tetapi setidaknya jangan berbuat seperti ini. Kau benar-benar membuatku sakit hati.”
Vania pun memeluk putrinya dengan lembut. Seakan-akan ingin mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Galih pun menghela napas dan mengurut pelipisnya sebelum berkata, “Mulai sekarang, jangan pernah menemui Aio lagi. Jika dia menawarkan tumpangan atau apa pun, tidak perlu menanggapinya. Jangan membuat kakakmu merasa lebih sedih. Bersikaplah baik, karena kakak dan ibumu juga memperlakukanmu dengan baik.”
Mendengar perkataan sang ayah, Tessa pun merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Selama ini, padahal Tessa yang selalu berusaha untuk mengalah pada kakak dan ibu tirinya. Namun kini, setelah semua usahanya itu, sang ayah malah memintanya untuk mengalah pada kedua orang itu? Lalu ayahnya kira, selama ini apa yang sudah terjadi? Tessa pun menatap sang ayah yang tengah kembali menyesap kopinya.
“Ayah kira, selama ini Tessa tidak pernah mengalah?” tanya Tessa membuat Galih meletakkan gelasnya dan menatap sang putri.
“Apa ini? Apa kini putri Ayah tengah berusaha melawan?” tanya balik Galih merasa jika putrinya bersikap tidak sopan.
“Tessa tidak melawan, tetapi Tessa hanya bertanya dan ingin mengatakan jika selama ini, Tessa yang sudah berusaha untuk mengalah. Ayah tidak tahu, tindakan seperti apa yang selama ini Tessa terima dari istri dan putri tiri Ayah itu,” ucap Tessa membuat Galih benar-benar terbakar oleh emosinya. Ucapan Tessa benar-benar sangat tidak sopan menurut Galih. Rasanya, Galih tidak pernah mendidikan Tessa seperti ini. Apa mungkin Galih selama ini benar-benar salah dalam mendidik Tessa?
Pria itu memukul meja makan dengan keras dan berseru, “Perhatikan perkataanmu, Tessa!”
“Tessa harus memperhatikan perkataan Tessa, tetapi kalian tidak perlu melakukannya? Ayah, Tessa memang ingin Ayah bahagia, tapi apakah Ayah tidak mau melihat Tessa bahagia?” tanya Tessa sembari menahan tangisnya.
Sebenarnya, pembicaraan hari ini tidaklah terlalu berat. Namun, Tessa yang kelelahan karena selama beberapa hari ini disibukkan untuk mengerjakan tugas dan bekerja diam-diam di belakang ayahnya, tiba di satu titik jenuh. Selama ini Tessa sudah berusaha menahan semua kemarahan, kesedihan, dan rasa tidak adil karena perlakuan yang ia terima. Semua itu Tessa lakukan demi membuat ayahnya tetap merasa bahagia, karena berpikir jika keluarga kecilnya akur dan bisa hidup dalam lingkungan yang nyaman. Hanya saja, kali ini Tessa tidak bisa menahannya lagi.
“Ayah, Tessa sama sekali tidak keberatan Ayah memiliki istri baru dan menyayangi putrinya selayaknya anak ayah sendiri, tapi bisakah Ayah mencintai Tessa seperti dulu lagi? Seperti saat Ibu masih ada?” tanya Tessa.
Galih terlihat syok karena ini kali pertama Tessa terbilang melawan perkataan dan perintahnya. Setelah sekian lama, Tessa kembali membahas mendiang ibunya. Padahal, selama ini Galih pikir bahwa Tessa sudah bisa menerima sosok ibu dan saudari tirinya, tetapi Tessa ternyata diam-diam masih belum bisa menerima mereka. Tessa masih terikat pada sosok mendiang ibunya yang sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.
Galih terdiam dan membuat Tessa beranjak dari kursinya. Galih baru bereaksi saat sang putri sudah melangkah pergi. Galih sadar, jika sepertinya selama ini ia terlalu fokus menjaga anggota keluarga baru, hingga membuat Tessa merasa tersisihkan dan tidak lagi dicintai. Tentu saja itu tidaklah benar. Hingga sampai kapan pun, Galih akan mencintai putrinya itu. Satu-satunya putri yang menjadi bukti cintanya dengan sang mendiang istri.
Galih tentu saja berpikir untuk mengejar putrinya dan menjelaskan situasinya, jika apa yang dipikirkan oleh Tessa tersebut salah. Namun, Galih tidak bisa mengejar putrinya itu karena Vania sudah lebih dulu menahan kepergiannya. Dengan lembut Vania berkata, “Sayang, jangan kejar Tessa dulu. Biarkan dia tenang. Dia pasti sekarang sangat marah dan sedih karena berpikir kau pilih kasih pada Elena. Hal seperti ini sangat wajar. Pulang nanti, dia pasti akan kembali seperti biasanya,” ucap Vania.
Galih yang mendengar perkataan istrinya, ternyata mengikutinya. Ia tetap berada di kursinya, dengan tatapan yang mengikuti arah kepergian Tessa. Ada sesuatu yang menggelitik pada dada Galih. Memintanya untuk segera mengejar putinya. Namun, genggaman tangan Vania menahan Galih untuk tidak beranjak sedikit pun dari posisinya. Galih merasa, mungkin mengikuti apa yang disarankan oleh Vania ada benarnya.
Sementara Elena yang masih duduk di kursinya, berusaha untuk menyembunyikan senyuman penuh kemenangan. Ia sudah berhasil membuat Tessa merasa tersisihkan dan bertengkar hebat dengan sang ayah. Elena hanya perlu melancarkan rencana selanjutnya, dan ia pun akan membuat Tessa benar-benar angkat kaki dari rumah ini. Elena sudah muak melihat Tessa, dan ini saatnya Elena membuat gadis satu itu menghilang dari pandangannya. Tentu saja, ini adalah hukuman bagi Tessa yang sudah beraninya menjalin kedekatan dengan pria yang jelas-jelas sudah Elena sukai.
“Ini adalah Lembah Para Raja,” ucap Aio lalu memeluk Tessa yang tengah melihat sawah yang menghampar luas sejauh mata memandang. Kini, Aio dan Tessa tengah memulai acara bulan madu mereka yang ternyata di mulai dengan menginap dan menikmati wisata di Bali. Untuk akomodasi, Aio memilih untuk menginap di Viceroy Hotel yang terletak di Ubud, Bali.Sebuah hotel bintang lima di mana kamar yang ia pesan berupa sebuah Villa mewah yang terletak di Lembah Para Raja. Nama tersebut diberikan oleh penduduk setempat untuk generasi royal Bali yang tinggal di desa-desa terdekat. Selain itu, area tersebut memang sangat indah, dan patut untuk dinamai sebagai Lembah Para Raja, karena keindahan seperti ini di zaman dulu pasti hanya bisa dinikmati oleh keturunan Raja.“Apa nanti kita bisa bermain ke sana? Tessa ingin berfoto di sana, pasti menyenangkan. Tessa ingin menunjukan pada Princess, Nessie, dan Alma bahwa kita juga berlibur ke tempat yang indah,” ucap Tessa terlihat begitu antusias.Karena setel
“Apa Nyonya sudah meminta izin pada Tuan?” tanya kepala pelayan saat Tessa memintanya untuk menyiapkan mobil dan mengantarkannya ke kediaman Dawson, yang tak lain adalah kediaman mertuanya.Setelah pindah ke rumah baru yang ia tinggali bersama sang suami, Tessa belum pernah ke luar dari rumah, apalagi tanpa didampingi oleh suaminya ini. Semua hal yang Tessa lakukan selalu ia kerjakan di dalam rumah. Baik itu kuliah, maupun bersantai sekali pun, karena memang semuanya sudah tersedia di dalam sana. Khusus untuk kuliahnya, Tessa pun pada akhirnya mengambil kelas online karena Aio memang sudah mengatur dan mengubah perkuliahannya seperti itu.Semua itu tidak terasa membebani bagi Tessa. Karena pada akhirnya Tessa bisa menjalani hari yang nyaman. Hanya saja, akhir-akhir ini, ada hal yang membuat Tessa sangat jengkel pada Aio. Tessa yang memeluk Romeo dan Juliet, telihat enggan menyebutkan nama suaminya. Benar, Tessa tengah merajuk pada Aio. Setelah membuat Tessa menggunakan kostum kucing,
“Lucunya!” seru Tessa saat melihat dua ekor bayi kucing berbulu lembut dan tebal.Tessa terlihat begitu bahagia, saat dirinya terbangun dari tidurnya dan susah membersihkan diri karena tubuhnya pegal bukan main karena Aio selalu mengajaknya berolahraga kapan pun dan di mana pun itu. Hal yang menyebalkan adalah, sekeras apa pun Tessa menolaknya, Aio tidak pernah mau berhenti dan mengalah. Untungnya, para pelayan yang akan bekerja di rumah mereka, sudah datang. Hingga mungkin Aio bisa sedikit menahan diri. Setelah Tessa selesai membasuh diri dan berpakaian dengan rapi, ia pun beranjak untuk turun dari lantai tiga.Namun begitu akan masuk ke ruang makan, Tessa sudah lebih dulu disambut oleh kejutan dua ekor bayi kucing lucu yang menjadi wujud dari janji Aio sebelumnya. Para pelayan yang membawa dua kucing tersebut, juga membawa sertifikat pengadopsian. Saat itulah Tessa sadar jika kedua kucing ini bukan kucing biasa. Tessa dengan hati-hati meraih dan menggedong salah satu dari dua bayi k
“Aio!” seru Tessa merasa malu dan kegelian karena apa yang dilakukan oleh Aio. Namun, Tessa tidak berusaha menghentikannya, karena tahu ini belum apa-apa.Tak lama, Aio pun memilih untuk melepaskan kaos tersebut membuat Tessa dengan malu-malu menutupi kedua buah payudaranya yang terlihat pas dengan ukuran tubuhnya yang mungil. Tessa memiliki kulit putih mulus, yang rasanya mengundang Aio untuk menyentuh dan menggodanya. Aio menyentuh kedua tangan Tessa dan menjauhkannya, agar dirinya bisa melihat keindahan milik Tessa yang tercipta begitu sempurna di matanya. Setelah itu Aio pun menunduk dan menciumi dada mungil Tessa dan menggodanya, hingga puncak payudaranya menegak tanpa malu-malu. Menantang Aio agar melakukan hal yang lebih daripada itu.Aio pun berniat untuk melepaskan celana dalam yang dikenakan oleh Tessa, tetapi Tessa menghalanginya. Wajah Tessa benar-benar merah padam, dan saat itu Aio mengulum senyum dan melepaskan celananya hingga menyisakan celana dalamnya saja. Ia membawa
“Wah!” Itulah seruan kekaguman yang keluar dari bibir mungil Tessa, ketika melihat kediaman yang ke depannya akan ia tinggali bersama dengan Aio, suaminya.Tidak ada pelayan yang menyambut kedatangan mereka di rumah mewah tersebut, karena itu adalah pengaturan yang dilakukan oleh Aio. Hari ini, ia ingin menghabiskan waktu bersama istrinya di rumah baru tersebut. Rasanya pasti menyenangkan menghabiskan waktu bersama di tempat baru ini. Aio memeluk Tessa yang masih berdiri di tengah aula. Tampaknya desain dan dekorasi yang dipilih oleh Aio benar-benar sesuai dengan selera Tessa. Rasanya tidak sia-sia bagi Aio mengubah beberapa sudut bangunan ini agar sesuai dengan apa yang ia inginkan. Karena pada akhirnya Tessa terlihat sangat puas dengan ini.“Apa kau menyukainya?” tanya Aio lalu menghirup aroma rambut Tessa yang lembut. Aroma sampo yang juga Aio kenakan. Selain berbagi piring saat makan, hal yang menjadi kegemaran Aio saat ini adalah berbagi sampo yang sama dengan Tessa. Rasanya sang
“Hati-hati,” ucap Riri lalu melambaikan tangannya pada dua mobil yang dikendarai oleh Benroy dan Cendric.Keduanya sudah resmi pindah ke rumah baru mereka, yang memang sudah selesai pengerjaannya. Kini di kediaman Dawson, tersisa pasangan tua, Farrell dan Riri. Lalu pasangan muda, Aio dan Tessa. Farrell menatap Aio yang berdiri di belakang Tessa, dan memeluk istrinya itu dengan gemas. Tampak enggan untuk melepaskan diri barang sejenak saja. Farrell mendengkus. “Jika ingin bermesraan seperti itu, cepat pindah,” ucap Farrell.Tidak seperti kedua adiknya, Aio memang belum bisa memboyong Tessa ke rumah baru mereka. Bukan karena Aio tidak mampu untuk membuat kediaman yang nyaman, atau para pekerja yang tidak bisa menyelesaikan pengerjaan rumah tepat waktu. Namun, hal itu terjadi karena Aio mengubah beberapa tata letak dan ruangan, agar benar-benar bisa terasa nyaman saat ditinggali nanti. Tentu saja Aio mempertimbangkan kenyamanan Tessa, karena istrinya adalah hal yang sangat utama bagi Ai