Share

AKU INGIN TAHU BANYAK TENTANGMU

Hari ini Katya merasa dirinya dirombak habis oleh orang-orang Jevano. Rambutnya ditata rapi dengan dipotong di bagian-bagian diperlukan, diberi vitamin, dan dicatok.

Seorang penata rias mengajarkan Katya untuk merias wajahnya sendiri secara elegan. Lemarinya telah dipenuhi dress, ia kembali melalui perawatan tubuh, kuku, dan gigi.

Martin perlu menegaskan pada Katya untuk lebih banyak menggunakan dress selama keluarga Jevano ada di sini.

Memakai dress dan high heels bukan hal baru bagi Katya. Tapi yang menjadi masalah, Katya selalu merasa tak percaya diri. Dan ia juga tak terbiasa menggunakan dress untuk keseharian begini.

Martin juga memberitahu Katya kalau namanya adalah Rachel Amanda. Seorang designer. Astaga, Katya sampai harus mempelajari dasar-dasar tugas seorang designer.

"Katya?" panggil seorang perempuan menghampiri Katya yang sedang melihat-lihat baju di sebuah butik bernama La'Amour.

Katya tertegun melihat seorang wanita cantik bertubuh tinggi proposional yang menyapanya dengan ramah ini.

"Ya?"

"Hai, udah lama di sini?" tanya perempuan itu segera memberikan memeluk Katya sebagai bentuk sapaannya.

Katya belum menjawab, ia hanya tersenyum berusaha menutupi kebingungannya. Martin memang menyuruhnya menunggu seseorang di butik ini. Tapi dia tak memberitahu nama orang tersebut. Dan Katya yakin perempuan inilah yang dimaksud.

"Oh, excuse moi. Aku lupa ngenalin diri. Well, Kat, aku Sesyl Larasati. Aku manager butik ini. Dan, kebetulan aku kenal cukup dekat dengan Jevano."

"Hai," sapa Katya tersenyum begitu perempuan cantik ini memperkenalkan namanya.

"Ya, aku orang Indonesia. Aku dan Jevano kenal di Bali. Waktu itu aku jadi mak comblang nya Jevan sama ..." Sesyl segera menghentikan kalimatnya. Ia mengatupkan bibir kemudian tertawa sambil menghela napas pelan-pelan.

"Oke, gak penting. Jadi, kamu tahu kan, Jevan minta tolong aku untuk bantu kamu di sini. Karena sesuai rencana dia, kamu akan jadi designer di butik ini."

"Ya, dia bilang aku harus mempelajari beberapa hal tentang profesi ini dan juga butik ini," jawab Katya berusaha untuk tertawa meskipun dirinya tak yakin akan hal itu.

Sisyl tersenyum lebar seolah tak sabar untuk membantu Katya.

"So ... Are you ready?"

Katya menoleh sejenak kepada Sisyl sambil menahan napasnya. Kemudian ia mengalihkan pandangan ke sekitar butik sambil mengangguk dan mengeluarkan napasnya pelan-pelan.

"Ya ... Kita mulai aja."

Sama halnya dengan Jevano, kali ini Katya ikut merutuki si penipu yang kabur membawa uang laki-laki itu.

Bukan hanya membuatnya terseret pada perjanjian ini. Tapi penipu itu juga sudah memaksa Katya mempelajari semua ini dalam waktu singkat. Seandainya penipu itu tidak kabur mendadak, ia pasti tak perlu melakukan hal ini.

Menghapal materi, mendalami peran, menyiapkan mental, bahkan berusaha mengubah sikapnya yang sedikit liar menjadi lebih elegan. Baru kali ini Katya harus menjadi orang lain. Untungnya, Jevano bilang hanya selama kakek dan neneknya di sini saja.

Katya penasaran, setelah kakek dan nenek Jevano kembali ke Indonesia, apa yang harus ia lakukan? Apakah artinya ia sudah bebas? Hanya menunggu waktu kontrak telah berakhir?

"Kamu harus terbiasa duduk dengan saya, bicara dengan saya, dan makan dengan saya, Kat."

Katya tersadar dari pikirannya, dan ia hampir lupa kalau dirinya saat ini sedang makan malam berdua dengan Jevano.

"Apa orang-orang akan percaya dengan kita, kalau kamu masih merasa tegang duduk sama saya," ucap Jevano lagi.

"Apa saya akan santai jika duduk di tengah-tengah meja makan besar begini tanpa adanya pembicaraan?"

Jevano mengangkat alisnya. Sekarang ia paham perempuan seperti apa Katya ini. Katya baru akan bicara kalau ada yang lebih dulu mengajaknya bicara.

"Kamu pernah meminjam ponsel Martin. Apa kamu menghubungi keluarga kamu?" tanya Jevano mulai membuka pembicaraan sementara pelayan rumahnya membereskan piring-piring kosong untuk segera menggantinya dengan jamuan makanan penutup.

"Ya. Keluarga saya ..."

"Tapi bukannya kamu ... Tinggal di panti asuhan?" tanya Jevano seketika menarik perhatian Katya. Ia sedikit terkejut. Hanya sedikit, karena Katya segera menyadari kemampuan seorang Jevano yang bisa mencari tahu tentang data dirinya dengan mudah.

"Ibu panti, dan anak-anak di sana adalah keluarga saya," jawab Katya pelan.

Tadinya, Jevano memiliki berbagai pertanyaan yang akan membuat Katya terus mengobrol dengannya. Tapi mendengar jawaban Katya barusan, membuat Jevano tertegun sebentar. Sekali lagi ia merasa ragu, apakah dirinya akan memanfaatkan wanita polos seperti Katya ini? Wanita yang sudah jelas wanita baik-baik.

Tapi hanya wanita baik seperti ini yang akan mudah ia manfaatkan dibanding wanita liar seperti Amelia yang malah kabur membawa uangnya.

"Apa Rachel seseorang yang pernah ada di hidup kamu, sampai kamu meminta saya memakai identitas dia?" tanya Katya. Kali ini nada suaranya terdengar lebih tenang seolah menunjukkan sedikit empatinya pada Jevano.

"Bukan. Rachel hanya... Karakter yang saya buat untuk menenangkan mereka dari banjiran gosip-gosip itu," jawab Jevano.

"Apa saingan bisnis kamu yang melakukan? Mereka sengaja mengirim jurnalis-jurnalis itu ke Paris, mengintai kamu dan menyebarkan berita bohong itu?"

Jevano melirik ke arah Katya sambil tertawa. Ia menaruh garpu dessert-nya di piring dan menaruh perhatiannya kepada Katya.

"Selain pintar bahasa Inggris, ternyata Mattew Hotel juga memiliki alasan lain menerima kamu sebagai karyawannya. Kamu sangat pintar dan cepat tanggap, Kat."

Katya merasa senang dipuji. Apalagi sepengetahuannya selama beberapa hari ini mengenal Jevano, ia bukanlah tipe orang yang mudah basa-basi dengan memuji orang lain.

Tapi Katya segera membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman sambil menaruh garpunya juga dan membalas tatapan Jevano.

"Saya penasaran, sejauh mana kamu tahu data diri saya?" tanya Katya.

Jevano masih menatap Katya sambil mengerutkan keningnya. Kemudian ia berucap pelan.

"Je veux en savoir plus sur toi¹..."

"Apa?" tanya Katya yang tak mengerti bahasa Prancis.

"Saya hanya tahu sebatas itu. Hal-hal yang umum. Saya gak akan mencampuri privasi kamu," jawab Jevano kembali menaruh perhatian pada pai apel di hadapannya.

"Apa kita perlu mengundang ibu panti kamu ke acara pernikahan?"

"Apa kamu becanda?" tukas Katya memutar matanya ke arah Jevano. Laki-laki itu sampai hampir tersedak melihat reaksi Katya yang kelihatan begitu berani dengannya.

"Itu ... Perilaku kasar, Katya. Memutar mata kamu."

"Memang."

"Dan kamu tetap melakukannya. Apa kamu gak takut sama saya?"

"Awalnya, ya. Tapi saya gak akan pernah lupa, kamu pernah membentak saya dan gara-gara orang suruhan kamu, saya kehilangan tas."

"Kamu orang yang cukup pendendam ternyata," sahut Jevano yang terdengar seperti nada meledek bagi Katya. Anehnya, saat itu Katya nyaris tertawa. Tapi yang muncul hanyalah senyum lebar di wajahnya.

Setelah percakapan singkat itu, tak ada lagi yang bicara. Jevano sibuk bertelepon dengan seseorang sementara Katya memilih untuk segera kembali ke kamarnya.

Ia sudah melalui hari yang sangat melelahkan baik fisik maupun batin. Katya menghela napas panjang. Ia butuh mengobrol dengan Gita sehingga ia memutuskan untuk menelepon Gita.

Satu kali, dua kali, sampai akhirnya yang ketiga kali panggilan Katya diangkat oleh Gita.

"Ini siapa ya?" Suara Gita terdengar lemah, seperti seseorang yang baru saja bangun tidur. Katya melirik jam kecil di mejanya yang menunjukkan pukul 08:00 malam. Artinya di Indonesia saat ini pukul 02:00 dini hari. Astaga, Katya melupakan hal itu.

"Git... Ini gue, Katya. Sorry ya ganggu lo tidur..."

"Eh? Katya? Sebentar... Ini... Lo pake nomor lain lagi?" tanya Gita terdengar terbata-bata. Katya bisa merasakan pergerakan Gita yang terdengar sedikit rusuh beranjak dari tempat tidurnya.

"Ini nomor gue yang baru. Yang kemarin itu ... Nomor orang lain gue pinjem," ucap Katya terkekeh pelan.

"Astaga, lo nih. Ya udah gue hapus yang kemarin, terus gue simpen nomor lo yang ini. Eh iya, tadi siang, gue kaget banget dapet telepon dari Bagas."

Senyum Katya seketika luntur. Padahal, tadinya ia ingin mengobrol biasa dengan Gita untuk mengalihkan pikirannya dari semua masalah ini.

"Bagas?" tanya Katya lemah.

"Iya. Sumpah, ini pertama kalinya itu tuan muda telepon gue. Anehnya, masa dia nyariin lo. Nanyain lo ada sama gue atau enggak. Ya gue bilang aja kan lo masih di Paris. Bukannya kalian barengan? Terus dia langsung tutup telepon. Ih malesin banget kan?"

"Ya ampun," gumam Katya berusaha terkekeh. Ia tak tahu harus menanggapi apalagi ucapan Gita barusan.

"Sebenernya kalian kenapa sih? Berantem ya? Kok bisa Bagas sampe nyariin lo ke gue?" tanya Gita bingung.

"Iya, gue... Gue emang lagi sedikit berantem sama Bagas. Tapi lo tenang aja, udah beres kok. Kita udah baikan lagi," jawab Katya dengan cepat.

"Lo serius? Kat, lo kalau ada apa-apa bilang dong sama gue. Masalahnya kan lo sekarang lagi di negara orang. Jauh ... Banget dari gue sama Ibu. Gue aja ga cerita soal Bagas tadi ke Ibu, karena takutnya dia khawatir banget sama lo."

"Iya, Git. Makasih ya lo gak bilangin masalah ini ke Ibu. Gue udah baik-baik aja kok," jawab Katya berusaha tenang.

"Terus ... Gimana soal rencana pernikahan kalian? Udah ditentuin tanggalnya kan? Nanti mau diadain di sana atau di Indonesia?"

"Itu ..." Katya menggigit bibirnya. Bagaimana ia memberi alasan kali ini.  Seandainya saja pernikahannya dengan Bagas jadi dilaksanakan.

***

"Dia cukup serius, Jev. Dia belajar dengan baik, penurut, dan ramah. Menurut aku, cocok banget sama karakter Rachel," ucap Sesyl saat dirinya berada dalam pertemuan dengan Jevano, Kevin, dan Katya.

Seharusnya Katya sudah ada di ruangan ini sebelum mereka menghampiri keluarga Jevano yang sedang bersiap-siap di ruang keluarga.

"Ya, gue juga udah bilang sama Jevano. Perempuan kaya Katya, cocok banget buat dimanfaatin-"

Kevin menghentikan kalimatnya ketika Jevano menyikut lengannya, pertanda ia harus berhenti bicara karena Katya sedang berjalan menghampiri mereka.

"Hai, Kat. Kamu cantik banget," puji Sesyl tersenyum sambil menyambut perempuan itu yang kelihatan masih ragu-ragu untuk berkumpul dengan mereka.

"Nah, kalau begini kamu kelihatan benar-benar seperti designer hebat, Kat," puji Kevin tersenyum ke arah Katya yang kini duduk di sebelah Sesyl.

"Oke, jadi ... Apa ada yang gak boleh saya katakan di depan mereka nanti?" tanya Katya berusaha tenang.

"Gak ada, Kat. Gak perlu tertekan, saya yakin kamu bisa menangani situasi ini."

Katya menoleh ke arah Jevano yang ternyata sedang memperhatikannya juga. Ia cukup tersanjung dengan kalimat percaya Jevano padanya.

"Asal, jangan bicarakan soal kehidupan sex kalian, meskipun mereka mungkin akan penasaran," ledek Kevin membuat Sesyl tertawa sambil melemparkan tatapan seolah protes.

"Penasaran? Maksudnya mereka akan penasaran?" tanya Katya yang ternyata menganggap serius ucapan Kevin. Dan kepolosan Katya itu malah semakin membuat Kevin ingin mengerjainya.

"Ya berapa kali, dan apa aja yang dilakukan. Oh atau mungkin, kamu sudah mengandung sekarang," ucap Kevin meledek.

"Kevin," tegur Jevano tak tega melihat wajah Katya yang tak nyaman. Perempuan itu kelihatan kikuk sambil mengambil air mineralnya.

"Kat-" Kali ini kalimat Kevin terhenti ketika seorang pelayan menghampiri mereka untuk memberitahu kalau Tuan dan Nyonya besar sudah menunggu di ruang makan.

"Kami akan di sini," ucap Kevin sementara Sesyl sedang memberi semangat pada Katya yang beranjak dari duduknya lebih dulu.

"Kenapa?" tanya Jevano begitu berjalan beriringan dengan Katya yang masih kelihatan gelisah.

"Gak apa-apa," jawab Katya tepat satu menit sebelum Jevano menariknya ke sisi lorong rumah sebelum masuk ke ruang makan. Jevano mengasingkan diri bersama Katya. Ia memperhatikan perempuan itu lekat-lekat.

"Apa karena ucapannya Kevin?"

Katya tak langsung menjawab. Ia kelihatan jelas sedang berusaha mengatur kalimatnya.

Sementara Jevano salah mengartikan. Ia menahan napasnya sambil melirik ke arah perut Katya.

"Kamu sedang hamil?"

"Apa?"

"Itu alasannya kamu pergi ke Paris menyusul mantan pacar kamu?"

"Enggak. Siapa yang hamil?" sergah Katya dengan cepat. Sementara Jevano masih memperhatikannya mencoba menebak.

"Saya panik bukan karena saya hamil. Tapi karena ucapan Kevin. Gimana kalau mereka benar-benar menanyakan soal hubungan intim? Mungkin enggak di depan kamu, tapi kalau Nenek kamu mendekati saya dan nanya-nanya?"

"Kamu tinggal mengarangnya."

"Asal kamu tahu, saya gak pandai berimprovisasi dalam kebohongan," tukas Katya kesal.

"Ya udah kamu tinggal bicarakan hubungan intim kamu sama pacar kamu dulu. Sama aja kan? Kamu tinggal mengubahnya seolah-olah sama saya. Beres."

Katya menahan napasnya sambil berusaha menelan salivanya sambil melemparkan pandangannya ke arah lain. Hal itu membuat Jevano bingung bukan main. Apa ia baru saja merusak mood perempuan ini? Kenapa?

Tunggu, Katya berasal dari panti asuhan. Dan reaksinya sangat gelisah apakah artinya ...

"Apa kamu belum pernah melakukannya? Bahkan dengan pacar kamu?" tanya Jevano meskipun berusaha hati-hati tetap rasa penasaran membuatnya terdengar sedikit mendesak.

"Apa kamu masih perawan?" tanya Jevano refleks dengan raut wajah tak percaya menatap Katya yang hanya diam tak bisa menjawab. Atau tak mau menjawab.

"Kasih tahu saya aja, tepatnya apa yang perlu saya jelaskan, Jevano."

Jevano masih terdiam membeku menatap Katya. Meskipun perempuan ini tak menjawab, Jevano sudah tahu jawaban dari pertanyaannya. Tapi, bagaimana bisa perempuan ini belum pernah melakukan ini?

"Udahlah, gak perlu dibahas."

"Mereka ... Mereka mungkin bertanya untuk memastikan kalau saya benar-benar normal, Kat. Kalau mereka bertanya ... Kamu bisa jawab ..." Jevano menghela napas panjang kemudian mulai merangkul pinggang Katya bersamanya.

"Dua kali dalam satu hari. Pagi dan malam," bisik Jevano seketika membuat Katya terbelalak kaget dan menoleh ke arah Jevano yang tiba-tiba kelihatan sangat amat kaku.

[ 1: Saya ingin tahu kamu lebih banyak]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status