Share

TERPAKSA MENERIMANYA

Pada dasarnya setiap manusia selalu memiliki pilihan dalam hidupnya. Begitu juga dengan Katya. Tapi untuk saat ini, baginya, hanya ada dua. Kembali pada Bagas untuk menjadi wanita simpanan, atau menerima tawaran untuk menjadi istri pura-pura Jevano.

Keduanya sangat menyulitkan Katya tentunya. Tapi tujuannya sama, sebisa mungkin Katya tak pulang ke Indonesia dengan kabar buruk untuk Ibu Eveline. Ia tak ingin tiba-tiba pulang ke Indonesia membawa kabar buruk. Ditipu oleh Bagas dan luntang-lantung di jalanan kota Paris sampai ada orang yang membantunya pulang.

Dan dari kedua pilihan itu, akhirnya Katya memilih untuk berada di sini. Di ruangan Jevano, duduk berhadapan dengan laki-laki itu.

"Silakan kamu baca aja kontraknya. Ada beberapa peraturan yang perlu kamu pahami. Kalau ada yang kamu rasa perlu dikoreksi, bilang aja," ucap Jevano setelah memberikan sebuah map kepada Katya yang berisi kontrak mereka.

"Kita akan bicarakan, sampai ketemu titik tengahnya. Yang penting, hak dan kewajiban seimbang," lanjut Jevano sambil memperhatikan Katya. Ia berusaha keras untuk tak menekan perempuan ini. Karena bagaimana pun, Jevano tak mau Katya merasa tertekan atau frustrasi dalam menjalankan tugasnya nanti.

"Kita bicarakan? Kenapa kamu berminat untuk obrolin kontrak ini? Bukannya kamu akan memaksa saya mengikuti semua aturan kamu?" tanya Katya menatap Jevano penasaran. Laki-laki ini kelihatan sangat kejam di awal pertemuan mereka. Tapi sejak malam itu, tiba-tiba menjadi lebih tenang.

Awalnya, Katya berpikir kalau itu semua karena Jevano mungkin merasa bersalah padanya karena salah tangkap, dan menginginkan nya untuk mengikuti kontrak ini. Tapi sekarang? Bukankah segala situasinya sudah ia dapat?

"Apa kamu merasa saya memaksa?" tanya Jevano terdengar sungguh-sungguh bertanya. Dan hal itu semakin membuat Katya bingung.

"Kamu melihat saya dengan situasi terpojok ini. Saya yakin kamu paham. Bukankah sama aja dengan apa yang kamu bilang itu?"

Jevano menghela napas panjang, ia beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati Katya.

"Saya gak menganggap kamu sebagai tawanan. Saya menganggap kamu sebagai partner, kita bekerjasama. Maka dari itu, saya menghormati segala keputusan kamu," jawab Jevano sambil menaruh sebuah pulpen di sisi tangan kanan Katya. Ia menyender di meja tepat di sebelah kiri Katya, memperhatikan Katya yang kini mulai serius membaca isi kontrak.

"Di sini tertulis kita akan bercerai di bulan ketiga dengan perjanjian pisah harta. Maksud kamu, kita ... Menikah beneran?" tanya Katya kelihatan kaget bukan main.

"Ya, kita akan melakukan upacara pernikahan sungguhan."

"Kamu bilang pura-pura?" tanya Katya dengan nada protes.

"Ya. Kamu akan memakai identitas lain nantinya. Dengan begitu, pernikahan kita tidak akan sah. Kamu juga gak perlu melakukan tugas kamu sebagai istri, misalnya berhubungan badan atau hamil."

"Saya juga gak mau ada kontak fisik apapun yang menjurus ke arah hubungan intim," imbuh Katya menegaskan sambil menulis kalimat tambahannya itu di kertas.

"Oke," jawab Jevano tersenyum miring menatap Katya.

"Baca poin berikutnya, saya juga udah memisahkan uang bonus untuk kamu setelah perceraian kita, apa nominalnya kurang?"

Katya sudah membaca poin itu. Dan Jevano malah kembali menegaskan. Apa dia pikir uang lima milyar rupiah itu sedikit?

"Saya gak perlu bonus. Saya cuma perlu kamu anter saya pulang ke Indonesia dengan selamat."

"Apa hanya itu alasan kamu menerima tawaran ini? Saya terkesan memaksa kamu," ucap Jevano mulai sedikit kesal pada Katya.

"Ada banyak alasan saya menerima tawaran ini," jawab Katya lalu lanjut membaca kontraknya. Dalam waktu tiga bulan, Katya bisa berpura-pura menjadi istri Jevano. Hidup di Paris dengan bahagia. Dan ketika pulang nanti, ia bisa beralasan kalau dalam waktu tiga bulan tinggal berdekatan dengan Bagas, membuat mereka banyak bertengkar dan putus. Ya, setidaknya alasan itu lebih baik daripada pulang tiba-tiba ke Indonesia setelah memutuskan resign dan tinggal di Paris bersama calon suami. Tapi ternyata semuanya tak sesuai harapan.

"Saya gak ada masalah dengan kontrak ini. Tapi saya perlu tahu beberapa hal, Jevano. Apa kamu akan jawab dengan jujur?"

Jevano mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia melihat sosok gadis polos nan lugu ini kembali saat memintanya menjawab dengan jujur. Apakah artinya amarah gadis itu sudah reda?

"Ya, kalau ini berkaitan dengan kelancaran kerjasama kita, saya akan jawab dengan jujur."

Katya menganggukkan kepalanya.

"Apa alasan kamu mencari perempuan untuk menikah kontrak dengan kamu?"

"Pura-pura," ralat Jevano dengan cepat.

"Ya, apapun itu. Kamu ... Lebih dari sempurna untuk mendapatkan perempuan yang bisa dinikahi. Bahkan dari kalangan elit."

Untuk menjawab pertanyaan Katya, Jevano menarik laptop-nya, mengetik sesuatu di sana, kemudian memperlihatkan layar laptop itu kepada Katya.

Saat melihatnya, Katya refleks terbelalak kaget hingga pulpen yang ada ditangannya terjatuh ke lantai.

PENGUSAHA MUDA, JEVANO PRAMONO TERTANGKAP KAMERA SEDANG PESTA PASANGAN SESAMA JENIS DI PARIS.

Katya menutup mulutnya dengan telapak tangan. Pandangannya beralih pada Jevano yang kini kelihatan masih tenang, seolah sudah bisa menebak reaksi yang akan diberikan wanita ini.

"Ini..."

"Kamu percaya?"

Katya berusaha keras menelan ludahnya. Jika dilihat dari perawakannya, Jevano memiliki kulit wajah yang agak kasar memang. Tapi bentuk wajahnya sangat bagus, alisnya juga terbentuk tegas, warna bibirnya alami. Seperti orang ini bukan perokok aktif. Dan tubuhnya, meskipun kelihatan ideal, Katya bisa melihat urat di lengannya. Ia yakin orang ini pasti memiliki otot. Dan biasanya ... Laki-laki berotot memang ...

"Kamu terlalu cepat menilai, Kat. Jelas-jelas saya normal. Saya sangat-sangat tertarik dengan wanita. Dan malam itu, saya memang diundang ke sebuah pesta. Kebetulan teman Kevin, mereka orang Amerika. Dan penyuka sesama jenis. Kita hanya kebetulan ada di tempat yang sama, dan lihat apa yang ditulis media Indonesia tanpa klarifikasi apapun ke saya," ucap Jevano. Masih terasa nada kekesalan dalam kalimatnya yang membuat Katya mulai percaya.

"Saya gak perduli tentang ini. Tapi para media Indonesia dengan cepat mengait-ngaitkan segala hal, termasuk hubungan saya dengan Kevin-"

"Kevin?"

"Asisten saya di kantor. Ini jadi bencana saat beberapa investor perusahaan keluarga saya di Indonesia percaya dengan berita itu dan satu persatu melepas saham mereka. Belum lagi Kakek yang sampai koma karena kejadian ini."

Katya terenyuh. Jika benar berita ini membuat keluarga Jevano berantakan, Katya merasa iba. Apalagi mendengar kakeknya sampai koma. Katya sangat bisa merasakan betapa hancur dan khawatir mereka begitu mengetahui cucu mereka menjadi bahan gosip dan hujatan karena kesalahpahaman ini.

"Berita ini beberapa bulan yang lalu. Apa masih dibahas?"

"Saya melakukan klarifikasi secara langsung. Bahkan sudah saya blokir beberapa media provokasi. Akhirnya berita itu reda, tapi gak menghilang seratus persen. Begitu juga dengan kekhawatiran kakek dan nenek saya yang belum reda bahkan lima puluh persennya," jawab Jevano.

"Lalu kenapa kamu gak membangun hubungan dengan wanita sungguhan? Apa kamu gak punya pacar atau perempuan yang bisa diajak kencan?"

Jevano menoleh ke arah Katya, ia mendekatkan wajahnya ke arah Katya sambil menatapnya lekat-lekat.

"Saya ... Bukan laki-laki yang mau menjalani sebuah hubungan serius atau berkomitmen, Kat. Saya lebih suka kencan satu malam. Dan gak memiliki hubungan apapun dengan mereka keesokan harinya," bisik Jevano kemudian kembali membenarkan posisinya.

"Apa masih ada pertanyaan?"

"Oh ... Ya. Ini ... Kenapa harus tiga bulan?"

"Gak ada alasan khusus. Saya cuma gak mau berlama-lama di dalam drama ini. Tugas kita hanya perlu membungkam media dan menenangkan kakek nenek saya. Dalam waktu tiga bulan, saya rasa cukup untuk kita mencari alasan bercerai. Kalau sebulan atau dua bulan kita bercerai, mereka pasti akan curiga," jawab Jevano.

Katya sendiri tak yakin dengan itu. Baginya pernikahan tiga bulan masih terlalu cepat dan mencurigakan. Tapi, hal ini menjadi keuntungan untuk Katya. Ia juga tak ingin lama-lama tinggal di Paris dengan laki-laki asing ini.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Katya.

"Lusa malam, kemungkinan kakek nenek saya akan sampai di Paris. Kamu akan datang ke rumah saya, dan memperkenalkan diri. Sebelum itu, Martin akan mengajari kamu beberapa hal."

"Rumah? Maksud kamu, apartemen ini?"

"Bukan. Rumah saya yang sesungguhnya di kota ini, Katya," jawab Jevano sambil mengambil map tadi dari tangan Katya.

"Saya akan revisi kontrak ini, setelah itu kamu tandatangani dan saya berikan salinannya," ucap Jevano sementara Katya masih termenung di tempatnya.

***

Hampir semalaman Katya mencari tahu tentang Jevano melalui ponsel baru yang diberikan olehnya.

Tak banyak yang bisa Katya temukan di internet tentang Jevano selain dirinya adalah seorang anak yatim piatu yang melanjutkan perusahaan keluarganya.

Bahkan akun media sosial nya pun sangat sepi. Tak ada postingan berarti selain makanan, pemandangan, dan wine atau apapun yang berbau alkohol.

Katya tak menyerah, ia harus mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Jevano. Karena ia harus menentukan bagaimana sikapnya nanti untuk melawan Jevano sewaktu-waktu pria itu melanggar janjinya.

Hingga akhirnya Katya menyadari sesuatu. Jevano baru aktif memegang perusahaan keluarganya sejak tiga tahun lalu. Sementara usianya di sini tertulis tiga puluh enam tahun. Sisanya? Di mana Jevano? Apa melanjutkan kuliahnya?

Tiga puluh enam tahun. Katya pikir mereka hanya berbeda usia dua atau tiga tahun. Seharusnya Katya tak perlu bingung, Jevano orang kaya, pasti melakukan berbagai hal untuk merawat dirinya.

Tiba-tiba Katya melirik dirinya sendiri. Ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dan kembali teringat mengenai perawatan diri yang sudah ia lakukan selama sebulan ini.

Bagas membayar semuanya. Katya begitu naif berpikir kalau Bagas benar-benar berniat menjadikannya istri. Mau dirawat seperti apapun, Katya tetaplah seorang perempuan rendahan, berasal dari panti asuhan dan bekerja sebagai seorang pelayan meskipun di hotel berbintang lima. Sangat berbeda jauh dengan perempuan yang menjadi istri Bagas sekarang.

Air mata Katya kembali terjatuh ketika mengingat dengan entengnya Bagas meminta dirinya untuk tetap berada di sisinya. Memainkan perasaan Katya seolah-olah Bagas begitu mencintainya dan tak mau kehilangannya. Tapi kenapa Bagas begitu tega menjadikannya simpanan? Perempuan tanpa status yang hadir di tengah-tengah rumah tangga orang lain. Serendah itukah dirinya? Bahkan, Katya hampir memberikan keperawanannya pada Bagas sebelum pernikahan. Bodohnya ia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status