Katya diam termenung di atas tempat tidur empuk milik orang asing ini. Meskipun kedua tangannya tak diikat lagi, Katya enggan bergerak untuk mengganti bajunya. Meskipun mulutnya sudah tak lagi disumpal, ia enggan mencicipi segala hidangan yang memenuhi meja kamar itu.
Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menangis. Meratapi semua yang telah terjadi padanya. Semua kesialannya sejak menginjakkan kaki di negeri orang. Entah apa yang lebih buruk dari ini. Apakah hidupnya akan selamat atau tidak.
Pernikahan Bagas dengan perempuan lain saja sudah cukup memukul hatinya. Sekarang, ia malah terjebak di tempat asing ini. Apakah memang seharusnya ia menerima Bagas lagi? Meskipun ia harus menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain. Tidak, Katya lebih memilih mati dibunuh oleh orang-orang asing ini daripada menjadi perempuan simpanan Bagas. Ia memang hanyalah perempuan biasa yang hidup di panti asuhan, tapi apakah ia begitu rendah sampai seorang laki-laki hanya menjadikannya seorang wanita simpanan?
Perlahan, Katya membaringkan tubuhnya di atas kasur dan dalam keadaan menangis, ia memejamkan matanya. Ia masih berharap Bagas dan orang-orangnya mencarinya. Setidaknya, ia bisa keluar dari tempat ini dan kembali kabur ke Indonesia.
Sementara itu, Jevano yang melewati kamar tempat Katya berada, berniat untuk menengok gadis itu. Ia benar-benar merasa bersalah dan sedikit bingung bagaimana caranya untuk menjelaskan padanya.
Sayangnya, Jevano tak bisa melakukan itu. Pintu kamar terkunci dari dalam, dan hal itu membuatnya tercengang untuk beberapa saat. Gadis mana yang mau mengunci kamarnya sementara seorang Jevano ada di dalam rumah yang sama?
Oh, ya ampun. Jevano hampir tertawa. Ia merasa otaknya benar-benar sedang kacau. Tentu saja gadis itu takut padanya. Bagaimana pun, ia menyeret Katya secara paksa ke apartemen ini. Baiklah, Jevano memutuskan untuk menemui gadis itu besok.
***
"Katya Putri Anggraini. 25 tahun. Wanita yang tinggal di Jakarta, Indonesia. Dia berasal dari sebuah panti asuhan swasta di Jakarta, pernah menjadi staf panti selama 2 tahun. Tidak kuliah, tapi memiliki nilai rapor yang lumayan. Tes Toefl nya 500, dan berkat keahliannya itu, dia bekerja sebagai pramusaji di Mattew Hotel." Martin menjelaskan secara lengkap mengenai data-data yang ia temukan mengenai wanita asing yang diperintahkan oleh bosnya ini. Sementara Jevano mendengarkan sambil melihat dokumen-dokumen yang ada di dalam tas milik Katya.
Orang-orangnya berhasil menemukan tas tersebut di salah satu kantor kepolisian. Dan begitu melihat semua dokumennya, Jevano akhirnya yakin kalau perempuan ini benar-benar tak ada kaitannya dengan Amalia.
"Mattew Hotel? Berapa lama?" tanya Jevano. Ia juga merupakan seorang pemilik hotel di Indonesia, jadi begitu mendengar nama hotel yang rival bisnis nya itu disebut, Jevano cukup tertarik. Karena sepengetahuannya, orang-orang yang bekerja di hotel tersebut bukanlah orang sembarang. Entah karena faktor keberuntungan atau memang gadis itu sangat pandai sampai diterima bekerja di sana.
"Sekitar tiga tahun. Resmi berakhir satu hari sebelum keberangkatannya ke sini."
"Dan tujuannya ke sini?" tanya Jevano.
"Keterangan dari maskapai penerbangan, dia ke sini dengan tujuan mengunjungi teman," jawab Martin melihat kembali catatan di tablet-nya.
Jevano terdiam sejenak, ia menggelengkan kepala pelan. Mana mungkin hanya mengunjungi teman sampai rela mengundurkan diri dari pekerjaan yang sangat menjanjikan seperti Mattew Hotel?
Jevano menghela napas panjang, kemudian meminta salah satu orang suruhannya mengamankan tas milik Katya di basement. Sementara itu, ia meminta Martin untuk membawa gadis itu ke ruangannya. Sekarang sudah pukul 10:00 pagi, pasti wanita bernama Katya itu sudah bangun.
Lima menit kemudian, akhirnya pintu terbuka. Berbeda dengan sebelumnya, Katya langsung meringsek masuk dengan berani menghadap Jevano. Jevano yang tak kaget dengan reaksi marah Katya pun hanya diam sambil mengisyaratkan Martin keluar dan meninggalkan mereka berdua di ruangannya.
"Kalau memang ini kasus penipuan, kita bawa aja kasus ini ke kepolisian. Saya sama sekali gak takut. Kalau perlu, tes DNA, sketsa wajah, apapun prosedur nya untuk menangkap pelaku penipuan kamu."
Jevano masih diam sambil memperhatikan Katya yang terus mengoceh sambil berapi-api. Wanita ini kelihatan putus asa, marah, dan kecewa. Sangat bisa dipastikan Katya sedang sangat kacau. Dan apakah dirinya bisa memanfaatkan kondisi wanita ini?
"Kenapa kamu diam? Saya tahu kamu mengerti bahasa Indonesia," tukas Katya dengan kesal. Jevano tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya. Ajaibnya, dalam hitungan menit, Jevano bisa menyimpulkan kondisi yang sedang Katya hadapi saat ini.
"Ya, saya menangkap orang yang salah. Saya minta maaf," ucap Jevano seketika membuat Katya tercengang. Raut wajahnya yang berapi-api dan siap meledak itu mendadak redup ditelan kebingungan.
"Asisten saya sudah mengonfirmasi data kamu ada di daftar penumpang maskapai penerbangan Indonesia - Prancis." Jevano menjelaskan karena wajah bingung Katya.
"Oh, thank God!" Katya mengatupkan wajahnya dengan kedua telapak tangannya sambil menghela napas panjang.
"Kamu boleh keluar," ucap Jevano.
"Tanpa disuruh pun saya gak akan lama-lama di sini," tukas Katya berbalik dengan cepat melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Jevano menarik satu sudut bibirnya, tersenyum miring sambil menatap pintu ruangannya. Dan sesuai tebakkannya, pintu itu kembali terbuka. Katya masuk dengan raut wajah kikuk.
"Apa orang-orang itu gak berhasil menemukan tas saya?" tanya Katya.
"Enggak. Mereka gak berhasil. Kayanya terjatuh, jauh sebelum kamu tertangkap ke sini," jawab Jevano dengan tenang.
"Gak mungkin."
"Paris itu kota yang besar, Mademoisselle. Tas kamu bisa berpindah kemana saja dalam waktu satu malam."
Katya mengumpat pelan sambil menundukkan kepala dan memegangi keningnya. Sungguh sial dirinya. Tiba-tiba ia teringat tentang kesalahannya telah berbohong pada ibu pantinya kalau dirinya pergi ke Paris untuk mengurus pernikahan dengan Bagas. Jika tidak begitu, maka ia tak akan mendapat izin pergi.
Jevano berdehem pelan, kemudian melangkahkan kakinya menghampiri Katya dengan sesuatu yang ia sembunyikan di balik punggungnya.
"Saya merasa bersalah, jadi saya memutuskan untuk membayarkan tiket kepulangan kamu ke Indonesia, dan Martin akan mengantar kamu ke bandara. Sayangnya paspor dan dokumen kamu hilang, kamu gak bisa melakukan penerbangan kembali ke Indonesia."
"Saya bisa urus itu semua ke KBRI."
"Kamu memerlukan dokumen lain untuk mengurus kehilangan paspor dan visa. Lagipula itu akan memakan waktu yang gak sebentar, kan?"
Katya mengerutkan keningnya menatap Jevano dengan siaga. Ia berusaha berpikir apa yang harus dilakukannya di negeri orang ini. Sungguh, semuanya ini terjadi hanya karena kenekatannya menyusul Bagas.
Ditengah kebingungannya, Katya terkejut ketika melihat Jevano tiba-tiba berjongkok di hadapannya sambil memakaikan sebuah sepatu sandal dengan hak sekitar 5 cm di kakinya yang telanjang. Katya kehilangan sepatunya sejak dirinya sampai di apartemen ini.
"Kalau kamu mau berpura-pura menjadi istri saya, saya akan pastikan semua kebutuhan kamu terjamin, Katya. Dan pada saatnya tiba, saya sendiri yang akan pastikan kamu sampai di Indonesia dengan selamat."
Sejak awal, saat dirinya ditangkap tiba-tiba dan di bawa ke hadapan pria ini, Katya sudah tahu kalau orang yang ada di hadapannya ini bukanlah orang waras. Tapi apakah ia masih harus terjebak dengan segala drama gila ini bahkan setelah ia terbukti bukan orang yang mereka cari?
Sophia sedang memilih-milih design gaun yang akan dipakainya untuk pesta penyambutan kakaknya di kota ini minggu depan ketika ponselnya berdering menandakan panggilan masuk dari Victoria.Padahal, hampir seharian ini Sophia sudah melupakan mengenai kecurigaannya pada Bagas. Tapi begitu Victoria menelepon, ada rasa ketakutan sendiri baginya hingga Sophia ragu untuk mengangkat panggilan telepon itu. Ia khawatir, kalau Victoria baru menghubunginya sekarang karena ia sudah menemukan identitas si wanita yang dipeluk oleh Bagas. Tapi karena merasa tak enak hati, akhirnya Sophia memutuskan untuk mengangkat telepon itu dan menyiapkan diri. Mau bagaimana pun, ia memang harus mencari tahu tentang ini."Hey, Vic...""Sophia. Aku minta maaf karena mengabari kamu sekarang. Jadi, aku sedang ada perjalanan bisnis keluar kota, mungkin aku belum bisa membantu kamu soal... wanita itu."Kedua mata Sophia membelalak cerah, ternyata hari ini memang bukan waktunya ia harus mengetahui apapun yang disembuny
"Berhenti sejenak. Semakin sering kamu muncul, maka mereka akan semakin mengenali kamu. Sebaiknya kamu bersembunyi bagaimana pun caranya. Perempuan itu ... mengenali kamu." Suara berat laki-laki itu terdengar menggunakan bahasa Prancis. Laki-laki yang memakai topi dan sedang menghisap sebuah cerutu itu menghela napas gusar."Katya?""Ya. Jevano ternyata sangat menganggap ini semua dengan serius. Dia mengerahkan bukan hanya satu orang suruhannya, tapi banyak untuk menyelidiki teror ini. Kamu sebaiknya menjauh, atau mereka akan lebih cepat mengenali kamu.""Aku gak mau mengulur lagi. Sudah terlalu lama Jevano menikmati hidupnya.""Sepertinya kita harus mengubah strategi. Wanita itu akan jadi penghalang terbesar kita.""Makanya sebelum itu terjadi, secepatnya habisi Jevano!""Diamlah. Apa kamu ingin menghabisinya dan mendekam di penjara? Untuk apa kita menyusun strategi dan menunggu selama ini kalau pada akhirnya akan di penjara? Jangan tolol."Wanita itu mendengus kesal sambil menuangka
Setelah mengatakan pada Martin untuk menyelidiki lagi mengenai wanita yang terus berada di sekitar Sophia itu, Jevano kembali ke ruang tamu. Mau tak mau, ia kembali bertatap muka dengan Katya yang masih berdiri di sana."Saya harap kamu gak takut dengan teror ini, Kat. Mereka gak akan berani melakukan hal-hal buruk pada kamu."Katya menganggukkan kepalanya. Ia masih berpikir kalau mungkin masih ada keraguan pada Jevano pada pendapatnya. Tapi Katya juga yakin, Jevano bukan orang bodoh yang tidak akan mendengarkan kebenaran di hadapannya. Tinggal bagaimana caranya Katya menegaskan kalau wanita yang ia lihat itu adalah wanita bernama Laura. Sesuai foto yang ia lihat di basement tempo hari."Apa kamu sudah ingin tidur, Kat?" tanya Jevano menghentikan langkah Katya yang hendak berjalan ke kamarnya. "Saya juga belum tahu sih. Kenapa?" tanya Katya."Saya ... Masih ingin mengobrol dengan kamu."Sebelum Katya bereaksi dengan kalimatnya yang cukup mengejutkan itu, Jevano kembali menambahkan, "
Sophia masih dibuat linglung dengan foto yang Veronica berikan ini. Seumur hidupnya, Sophia tak akan mungkin berpikiran buruk tentang suaminya. Tak mungkin, tak mungkin Bagaskara berselingkuh. Ia yakin siapapun perempuan ini, mungkin hanya teman lamanya."Ini pasti teman lamanya, Veronica. Tak perlu ambil pusing," ucap Sophia berusaha untuk tetap tenang."Lalu kenapa dia sampai berbohong sama kamu, Sophia? Dia tak pernah bertemu dengan segerombolan remaja mabuk. Karena luka itu adalah akibat seorang laki-laki yang memukulinya setelah dia memeluk perempuan itu."Sophia terdiam dengan gelisah. Ia sampai kehilangan kata-kata karena ini semua."Aku harus tanya ini sama Bagas," ucap Sophia memutuskan dengan sigap. Tapi Veronica dengan cepat menahannya."Suami kamu akan berbohong, Sophia. Sebagai teman, aku lebih menyarankan kamu untuk mencari tahu siapa perempuan ini. Setelah itu, kamu boleh tanyakan pada suami kamu," saran Veronica yang menurut Sophia memang ada benarnya juga. Ia tak bisa
Katya berusaha keras untuk melepaskan pelukan Bagaskara, tapi laki-laki itu benar-benar seperti orang kerasukan. Ia memeluk Katya dengan sangat erat sambil menghirup wangi rambut Katya seolah terobsesi dengan bagian tubuh Katya yang satu itu."Bagas! Lepasin atau aku teriak.""Kat, listen. I love you," bisik Bagaskara sebelum tubuhnya terhuyung dan menghantam dinding bangunan saat Jevano menghajarnya."How dare you, touch her! Setelah apa yang kamu lakukan!" Jevano kembali menghajar Bagaskara. Lalu Katya buru-buru menarik Jevano sekuat tenaga untuk menjauhi Bagaskara. Sayangnya tubuh mungilnya tak bisa melakukan itu. Alhasil ia segera mendorong Bagas menjauh dan menyelinap diantara keduanya hingga ia bisa menghalangi Jevano."Stop, please... Jevan, stop..." Katya memohon pada Jevano sambil memegangi tangannya.Bagaskara melemparkan tatapan tajamnya pada Jevano, kemudian ia berjalan menjauh dari keduanya menuju mobil. Ia sudah terlanjut kesal karena kejadian ini sehingga hasratnya terh
Ponsel Bagaskara bergetar tanda notifikasi pesan masuk ketika ia sedang memeriksa beberapa berkas yang diberikan oleh sekretarisnya. Sebenarnya, ia jarang sekali menerima pesan masuk dari orang asing apalagi jika hanya berisi spam. Tapi siang ini, ia mendapatkan pesan masuk dari nomor tak dikenal yang mengirimkannya sebuah foto. Dan begitu ia membukanya, dahinya berkerut heran. Itu adalah foto Katya yang berada di sebuah supermarket seorang diri.Perempuan itu kelihatan tersenyum antusias melihat-lihat bahan makanan. Sudah sangat lama sekali Bagaskara tak melihat Katya tersenyum lebar seperti itu. Dan sejujurnya bagaskara merindukan gadis itu. Wing Seng, 2 Rue Rebeval, 75019 ParisBagaskara tahu alamat yang dituliskan dalam pesan itu. Pesan ini seolah mengajaknya untuk menyusul Katya ke sana. Tapi siapa orang ini? Apa ini nomor baru Katya? Dan walaupun awalnya sempat ragu, Bagaskara akhirnya beranjak dari duduknya sambil membawa kunci mobilnya. Ia hanya ingin memastikan jika Katya be