Share

TERSESAT DI PARIS

Berpura-pura menjadi istri orang asing ini? Gagasan macam apa itu? Katya benar-benar merasa dunianya porak-poranda. Bagaimana mungkin ia mendapatkan masalah bertubi-tubi? Selain fisik, perasaan serta pikirannya pun diaduk-aduk dalam rentang waktu dua hari.

"Oke, sebaiknya kita sarapan dulu. Baru bicarakan lebih lanjut-"

"Enggak. Saya akan langsung cari tas saya dan pergi ke KBRI."

"Apa kamu yakin? Saya akan bantu kamu ..."

Katya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan sepatu yang semula dipakaikan oleh Jevano kemudian mengembalikannya lagi pada Jevano.

"Terima kasih atas tawarannya. Saya bisa urus diri saya sendiri," ucap Katya berusaha keras menahan air matanya. Jevano sempat tertegun melihat raut wajah Katya yang memprihatinkan dan ia refleks menahan tangan gadis itu. Sayangnya, refleks Katya juga yang membuat gadis itu melepaskan tangannya dari Jevano sesegera mungkin.

"Biar Martin anter kamu ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan tas kamu."

"Oh, dan mengatakan kalau tas saya hilang saat orang-orang suruhan kamu menculik saya?" tanya Katya dengan suara pelan. Jevano sampai menahan napasnya menghadapi gadis lugu yang kelihatan berusaha bersikap berani ini.

"Itu bisa dijelaskan baik-baik. Saya akan mengatakan yang sejujurnya kalau saya salah menangkap orang."

Katya terdiam, benar juga apa kata Jevano. Tapi pikirannya sedang kacau, ia tak bisa menerima bantuan orang lain dengan mudah. Apalagi dari orang yang memiliki kendali untuk menculiknya ini.

"Terakhir kali saya dianter sama orang-orang suruhan, saya hampir salah jalan. Jadi terimakasih atas tawarannya," ucap Katya tetap menolak dengan percaya diri. Ia takut berjalan sendirian di luar sana, tapi Katya harus menguatkan hatinya. Ia tak akan mempercayai siapapun. Kini, Katya melangkah keluar dari ruangan dengan langkah mantap. 

Martin berjalan masuk dengan kebingungan melihat Katya yang keluar dengan kaku tanpa alas kaki. Sementara Jevano masih diam mematung di tempatnya berdiri. Ia tahu akan ada kemungkinan gadis itu menolak. Tapi ia tak tahu akan dengan cara seperti ini.

Sebenarnya, Jevano yakin dengan segala kelebihan yang dimilikinya, ia bisa membuat perempuan mana pun menurut. Tapi ia juga harus sangat memilih. Neneknya tak akan mempercayai dirinya kalau mengatakan calon istrinya merupakan perempuan Prancis. Mereka tak akan menyetujuinya juga. Dan sialnya, Jevano sudah terlanjur mengenalkan Rachel sebagai calon istrinya. Rachel, wanita yang dulu ia kenalkan sebagai calon istrinya yang berasal dari Indonesia. Ia sudah terlanjur mengarang.

"Cari tahu orang yang didatangi Katya di sini," ucap Jevano kepada Martin kemudian ia segera memakai jasnya bersiap untuk pergi ke kantornya di Dakota Hotel.

***

Sial. 

Entah sudah berapa kali Katya mengumpat. Sekarang ia benar-benar seperti gelandangan yang tak tahu malu. Duduk di sebuah halte bis tanpa alas kaki, tak membawa tas, ponsel, apalagi tanda pengenal. Katya menghela napas, ia sudah terlalu lama duduk di sini dengan pikiran yang mengawang-ngawang. 

Hingga seorang wanita tua mendatanginya. Ia mencoba berbicara dengan Katya menggunakan bahasa Prancis. 

"Maaf. Saya berbicara bahasa Inggris," ucap Katya pelan.

"It's okay..." Perempuan tua itu memberikan Katya sepasang sepatu flat, ia mengisyaratkan pada Katya untuk memakainya. Katya hanya diam, bahkan ia mengucapkan terimakasih dengan suara yang amat lirih dan pelan.

Perempuan tua itu tersenyum kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Ia berbicara dengan seseorang di sana. Katya tebak, mereka sudah memperhatikan dirinya sejak tadi. Katya buru-buru beranjak dari duduknya kemudian berjalan tak tentu arah dengan kedua mata yang berair. 

Ia sudah menemukan kantor polisi, tapi ia tak memiliki tanda pengenal untuk melakukan pelaporan. Katya mencoba pergi ke KBRI, tapi kakinya terlalu lelah. Alhasil, Katya hanya berdiri di stasiun Metro Champs-Élysées. Menatap orang-orang yang berlalu lalang dan juga kereta yang sesekali lewat. Pikirannya semrawut, sementara ia tak bisa berhenti menangis. Tak perduli berapa banyak pasang mata yang memperhatikannya.

Hari mulai gelap, dan ia tak tahu harus kemana. Bahkan, ia sudah berusaha untuk meminjam ponsel kepada orang-orang yang ditemuinya. Tapi sayangnya tak ada yang mempercayainya. Sekarang Katya sendirian. Ia ingin sekali memutar waktu dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke negeri ini.

Ditengah kekacauannya, terbersit dalam pikiran Katya untuk kembali menghampiri Bagas. Tapi baru memikirkannya saja hatinya sudah sakit. Bagaimana bisa Bagas bicara kalau ia akan tetap sama meskipun sudah memiliki istri? Apapun alasannya, Katya bukan perempuan yang cukup kuat membagi laki-laki yang dicintainya dengan wanita lain. Apalagi sampai membayangkan dirinya akan dihantui rasa bersalah setiap waktunya karena menjadi wanita simpanan suami orang. Bagaimana perasaan istri Bagas? Bagaimanapun, Katya hanya perempuan biasa yang juga ingin menikah dan memiliki keluarga. Bagaimana jika suatu saat ia ada di posisi perempuan itu? Katya tak sanggup. Tapi harus kemana dirinya sekarang?

"Permisi," ucap seorang perempuan muda menghampiri Katya bersama dua orang laki-laki menggunakan bahasa Inggris.

"Ya?" 

"Apa kamu sendirian? Dari mana kamu berasal?"

"Indonesia," jawab Katya singkat.

"Kamu kelihatan kacau. Apa kamu tersesat?" tanya salah satu laki-laki muda itu setelah melihat penampilan Katya yang memang sedikit berantakan.

"Serius? Apa kamu tersesat? Ya Tuhan, apa kamu perlu bantuan?" 

Katya terdiam sejenak. Inikah waktunya ia meminta bantuan? Yang menawarkan bantuan padanya seorang perempuan, dan mereka kelihatan orang-orang baik. Lagipula jika mereka berniat menipu, toh saat ini ia tak memiliki apa-apa lagi.

"Boleh saya meminjam ponsel? Saya perlu menghubungi seseorang?" tanya Katya menggunakan bahasa Inggris sopan, meskipun mereka semua kelihatan lebih muda darinya.

"Tentu." Perempuan itu mengeluarkan ponselnya lalu memberikannya kepada Katya.

"Apa kamu punya keluarga di sini?" tanya salah satu laki-laki itu terpaksa mengalihkan perhatian Katya dari ponsel yang dipegangnya.

"Engga. Saya menghubungi keluarga di Indonesia. Gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa, tenang aja. Well, di sebelah sana ada cafe pamanku. Kita ngobrol di sana aja gimana?" tanya laki-laki yang lainnya sambil menunjuk sebuah kafe yang menurut Katya lebih terlihat seperti klub malam karena lampu-lampu bernuansa warm white yang mendominasi dan lampu tumblr berwana merah neon menyala menunjukkan nama cafe tersebut.

"Hey, kita belum berkenalan." 

Tanpa sadar, Katya berjalan mengikuti mereka sambil terus berusaha untuk menghubungi Gita. Tapi entah kenapa sulit sekali terhubung. Padahal Katya berulang kali mengetik nomor ponsel Gita dengan benar. 

"Maaf, kayanya saya gak bisa menghubungi keluarga saya. Apa ada gangguan?"

"Bagus kalau begitu. Nanti saja, kita mengobrol dulu di dalam," ucap salah satu laki-laki itu sambil merangkul Katya. Namun tentu saja Katya segera melepaskan tangan laki-laki itu dari bahunya.

"Enggak, terima kasih."

"Hey... tenang aja. Aku yang akan mentraktir," ucap laki-laki itu menahan tangan Katya dan sedikit menariknya. Tapi lagi-lagi Katya berusaha melawan dengan galak, hingga kedua orang tadi tertawa. Entah menertawakan teman mereka yang tak bisa menahan Katya, atau menertawakan Katya yang mencoba melawan mereka.

"Sudahlah, Miss. Ikut saja ke dalam. Setelah itu kita akan membantu mu," bujuk laki-laki yang satunya lagi membantu temannya untuk merangkul dan memaksa Katya masuk. Sementara perempuan yang Katya harapkan akan membantunya, ia malah merekam kejadian ini.

Katya berteriak meminta tolong, tapi salah satu laki-laki itu malah menamparnya sambil mengumpat menggunakan bahasa Prancis. Untungnya, beberapa orang menghampiri Katya dan mencoba mengomeli dua laki-laki itu. Sayangnya tak ada yang membantu mengamankan Katya sampai kedua laki-laki itu benar-benar menyeretnya masuk ke dalam cafe.

Katya mulai kehabisan kesabaran. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia mendorong salah satu dari mereka dan menendangnya sampai terjatuh. Ia merebut ponsel yang dipegang perempuan tadi lalu digunakannya untuk memukul wajah laki-laki yang masih berusaha memeganginya. Katya benar-benar sudah tak memperdulikan apakah ia akan masuk penjara atau tidak setelah melakukan kekerasan ini. 

Ketika Katya hendak kabur, perempuan tadi kembali menahannya. Dan dengan satu kali tamparan, Katya mampu membuatnya terjatuh. Sialnya, satu orang laki-laki yang kelihatan marah akan kelakuan Katya, segera menyergap tubuhnya hingga keluar cafe. 

Katya sudah hampir menyerah, tapi beberapa orang menghampiri mereka dan menarik laki-laki itu darinya. Tiga laki-laki bersetelan kemeja itu memukul salah satu dari mereka sementara yang lainnya mengamankan si perempuan pemilik ponsel. 

Katya sendiri ditarik berdiri oleh seorang laki-laki paruh baya bersetelan jas yang familiar baginya. Martin. Katya masih ingat namanya meskipun baru satu kali bertemu. 

Dengan kondisi yang berantakan begini, Katya tak menolak ketika Martin membawanya pergi dari kekacauan ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status