Madeline dapat bernapas lega setelah pria itu meninggalkan ruangan ini. Buru-buru Madeline membawa cangkir tadi ke dapur dan mencucinya segera. Apakah perkataan pria itu berarti, dirinya tidak perlu melakukan apapun selama satu bulan ini? Hanya perlu memeriksa dokumen dan mengirimkan laporan? Kenyataan itu membuat Madeline bersorak gembira.
"Apa yang membuatmu begitu senang?" tanya Hans yang baru tiba dan bersandar di dinding pintu masuk ke dapur.
Madeline berbalik dan berjalan ke arah Hans, lalu berkata, "Apakah ajakanmu masih berlaku? Mengajak diriku berkeliling?"
"Tentu! Sekarang?" tanya Hans hendak berbalik.
Madeline menangkap lengan pria itu dan berkata, "Besok! Besok saja. Aku tidak mau mencari masalah dengan pria itu."
"Maksudmu Max? Dirinya sibuk hari ini. Max perlu mempersiapkan diri untuk perjalanan besok!" ujar Hans dan menarik kursi meja makan, lalu duduk.
"Oh ya?" tanya Madeline penasaran dan duduk di hadapan H
Di kelas bisnis pesawat komersil yang terbang ke Negara Z.Max duduk bersandar, sambil memejamkan mata. Dirinya tidak membawa apapun. Semua pakaian dan keperluannya sudah disiapkan di sana. Dirinya bahkan memiliki seorang sekretaris yang disiapkan oleh ayahnya. Ya, Max hanya perlu mengikuti jadwal yang sudah disusun dan beristirahat.Penerbangan 8 jam menuju Negara Z dan itu cukup membosankan. Max mengeluarkan ponsel, tetapi tidak ada yang dapat dilakukannya. Apa yang sedang dilakukan Madeline? Dirinya sudah meminta Jay melaporkan semua kegiatan perempuan itu. Max harus bersabar sampai pesawat mendarat.Kembali ke ruang gym.Madeline telah berganti pakaian olah raga dan mengenakan sepatu sport.Moly mengukur tubuh Madeline, baik itu diameter lingkar seluruh bagian tubuhnya, termasuk berat badannya."70 kg! Kamu ingin berat badanmu turun sampai ke angka berapa?" tanya Moly sambil mencatat.Wow dirinya
Madeline baru sadar pria itu tertawa. Apakah Hans berbohong? batinnya kesal. Lagipula jika dipikirkan, tidak mungkin ada serangga di ruangan ini.Madeline melepaskan tangan pria itu dan berjalan ke hadapannya, sambil berkacak pinggang."Kamu berbohong?" tanya Madeline tidak percaya.Melihat ekspresi marah Madeline, barulah Hans berhenti tertawa."Maafkan aku," ujar Hans langsung."Itu tidak lucu! Aku takut serangga. Sangat membencinya!" ujar Madeline dengan suara bergetar dan bola matanya mulai berkaca-kaca.Hans panik melihat raut wajah Madeline yang sepertinya akan menangis. Hans maju satu langkah dan kedua tangannya memegang masing-masing sisi lengan bagian atas wanita itu. Lalu, membungkuk sedikit agar mata mereka sejajar."Maafkan aku," Hans kembali menyuarakan permintaan maafnya.Kembali bibir Madeline mengerucut dan menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca. Hans menatap wajah itu
Madeline menatap layar ponselnya, panggilan sudah diputus. Sungguh menyebalkan, andai dirinya dapat melempar ponsel ini untuk melampiaskan kekesalannya. Namun, itu tidak mungkin dan jika dilakukan, maka hanya akan menambah jumlah hutang yang melilitnya.Hidup pria itu sungguh indah bukan? Tidak ada yang perlu dirisaukan dan dapat melakukan semua yang diinginkannya.Madeline melangkah ke depan jendela dan masuk ke balik selimut. Ya, Madeline akan membuat dirinya dan otak cerdasnya berguna. Dirinya akan mencari kesempatan untuk membahas masalah ini dengan Maximillian Qin. Jika dirinya ditahan di tempat ini, maka hutang suaminya tidak mungkin dapat dilunasi. Madeline berencana mencari pekerjaan dan mengangsur hutang itu, walaupun itu mungkin butuh puluhan tahun. Itu lebih baik, daripada terjebak di tempat ini.***Keesokan paginya, di Negara Z.Max melakukan persiapan, sebelum menjalani operasi. Dirinya didampingi seorang sekretaris
Hans membawa Madeline berkeliling kota dan perlahan rasa takutnya menguap, tergantikan rasa penasaran dan antusias.Hans tersenyum, karena tangan Madeline memeluknya begitu erat."SENANG?" tanya Hans sambil teriak."YAAA!" teriak Madeline. Ini sangat menyenangkan. Seakan beban hidup yang melilitnya, terbang tertiup angin kencang.Hans membawa motornya ke taman kota dan parkir di sana.Madeline melompat turun dan melepaskan helmnya, begitu juga dengan Hans."Kamu suka?" tanya Hans sambil melepaskan jaketnya.Madeline mengangguk."Terima kasih," ujar Madeline tulus."Ayo, kita duduk di sana!" ajak Hans sambil menunjuk ke arah hamparan rumput hijau yang membentang luas. Banyak pasangan yang duduk bersantai di sana.Mereka berjalan ke dalam taman dan Madeline memilih duduk di kursi kayu yang ada di sana. Ya, dirinya tidak suka serangga dan tidak ingin duduk di atas
Madeline memutar bola matanya kesal. Apakah terlalu lelah? Lelah mengejar-ngejar artis cantik itu? Namun, itu tidak diucapkan olehnya, hanya menggerutu di dalam hati."Terlalu lelah?"[Mungkin.]Lalu, mereka berdua terdiam untuk sejenak.[Apakah menyenangkan?]"Apanya?"[Menyelinap keluar dengan Hans?]What? Dia tahu? Bagaimana mungkin? Mereka bahkan berhasil mengelabui kedua pengawal itu."Hmmm."[Itu artinya menyenangkan?]"Ya, ya itu menyenangkan! Apakah kamu memasang penyadap padaku?"[Ya, aku menanamkannya di kepalamu!]Segera Madeline meletakkan ponselnya dan menyentuh kepalanya. Memeriksa.Di ujung panggilan, Max sedang tertawa geli. Dirinya yakin perempuan itu sedang memeriksa kepalanya sendiri.Madeline mendengar suara tawa itu dan segera mengambil ponsel itu kembali."Hei, kamu menggodaku?"[Ini adalah hotelku, yang artin
Lima hari lagi, tepat satu bulan dan Max akan kembali ke negara ini. Kenyataan itu membuat Madeline uring-uringan. Bagaimana tidak, pria itu tidak membalas satu pun surel yang dikirimnya. Ya, pria itu sibuk berkencan, tetapi apa sulitnya memeriksa surelnya yang sudah sangat padat dan jelas.Madeline menutup layar laptopnya kuat. Bahkan, artikel hampir tiap hari memberitakan pasangan yang sedang kasmaran itu."Ada apa? Kamu terlihat begitu kesal," tanya Hans dari balik meja kerjanya. Ya, rutinitas barunya setiap hari adalah menghabiskan siang hari bersama Madeline, di ruang kerjanya. Itu menjadi kebiasaan yang selalu ditunggu olehnya dan Hans selalu menunda pertemuan, ke waktu di mana Madeline kembali ke ruang bermain sepupunya itu. Namun, di sisi lain, Madeline mulai menjaga jarak dan membalas rayuannya dengan kejujuran yang cukup menusuk di hati. Bukan Hansen Qin namanya, jika dirinya menyerah begitu mudah. Lagipula sepupunya akan segera kembali, jadi Hans
Hans membawa Madeline ke bagian plaza hotel. Satu lantai yang saling terhubung antara gedung hotel dengan kasino, begitu luas. Deretan toko yang menjual barang-barang branded mengejutkan mata Madeline. Whoa, dirinya baru tahu ada plaza seperti ini di dalam gedung."Ini semua amat mahal!" ujar Madeline, sambil melihat ke sekeliling."Jangan pikirkan harganya," jawab Hans santai.Hans membawa Madeline ke toko paling besar yang ada di sana. Selain butik, di dalam toko itu juga ada salon kecantikan."Selamat siang, Tuan Hansen," sapa seorang pramuniaga ramah."Selamat siang. Bisakah kamu membantu Nona ini?" tanya Hans sambil menatap ke arah Madeline.Madeline tersenyum."Tentu, Tuan. Seperti apa penampilan yang Tuan kehendaki untuk Nona ini?" tanya pramuniaga itu sopan."Ikuti keinginannya," jawab Hans dan tersenyum kepada Madeline.Madeline tersenyum dan bersyukur Hans m
Hans mengejar Madeline yang sudah keluar dari butik."Kamu marah?" tanya Hans saat berhasil menyamakan langkah mereka.Madeline memalingkan wajah menatap Hans. Pria itu terlihat berbeda dari biasanya. Malam ini, rambutnya tersisir rapi dan mengenakan kemeja hitam slim fit dengan celana jeans pudar. Tampan dan muda, itu yang dapat mewakili penampilan pria itu."Apakah harus memulai rumor seperti itu?" tanya Madeline sambil menaikkan sebelah alisnya."Rumor sudah dimulai sejak satu bulan yang lalu. Lagipula, apa yang aku katakan tadi benar apa adanya," jawab Hans santai.Madeline kehilangan kata-kata dan tidak tahu harus berkata apa. Apakah harus melontarkan penolakan lagi? Bukankah seharusnya pria itu sudah tahu apa jawabannya? batin Madeline yang berhenti melangkah dan menatap Hans dengan melotot."Kamu sangat cantik malam ini," ujar Hans. Ya, Madeline sangat cantik malam ini. Gaun hitam itu melekat sempur