Share

CHAPTER 5: YACHT UNTUK JALAN-JALAN BERDUA

Cassie menghembuskan napas saat membuka sepatunya di pintu depan rumah. Lehernya pegal dan kepalanya pusing setelah meeting panjang dan flashback singkat malam ini. Jika dihitung, cewek itu yakin ia menghela napas lebih banyak hari ini dibanding ia mengedipkan mata.  

Rencananya malam itu hanya dua: membuat segelas mojito dan tidur cepat. Cewek itu ingat jelas ia masih punya sedikit sirup leci di kulkas. Namun, pemandangan Dhika yang menonton film di ruang tengah membuyarkan rencana yang sudah tersusun rapi tersebut. Cassie melangkah mendekat. Memangnya apa sih yang ditonton Dhika sebegitu seriusnya?

Diliriknya layar lebar televisi,”Aaaaa!” Dan berteriak kaget. Apa-apaan?!

“Cass!” seru Dhika. “Mau ngagetin apa gimana, sih? Kamu tau aku nggak kagetan.” Dipelototinya Cassie dengan kesal karena mengganggu acara nonton filmnya persis di bagian action yang seru. Backsound menegangkan memenuhi ruangan, membuat cewek itu bergidik.

“Zombie-nya tiba-tiba muncul!” Cassie beralasan. Sekali lagi, Cassie menghela napas. Dilemparkannya tas kerja ke arah Dhika sementara cewek itu duduk di sofa yang sama, tepat di sebelah kiri Dhika. “Mana kutahu kamu lagi nonton film horor.”

“Bukan horor kali, tapi action,” sanggah Dhika. Cowok itu menunjuk layar televisi dengan dagunya. “Tau Peninsula, kan? Harus tau. Kalau nggak, kamu bener-bener harus hang out bareng aku dan temen-temen lain weekend ini. Bergaul sama bapak-ibu kepala empat bener-bener bikin kamu ketinggalan hot news.” Dhika mulai berceramah. Tangannya menepuk-nepuk pundah Cassie seolah-olah sedang memberi petuah pada seorang anak kecil tak berpengalaman.

“Dasar kejam.” Cassie merutuk. Tas yang ada di pangkuan Dhika diambil kembali oleh cewek itu. “Aku tau kok. Sequel Train to Busan kan?”

Jawaban Cassie membuat Dhika tersenyum geli dan pura-pura berekspresi lega. “Syukurlah tanteku masih update dengan film terbaru.”

“Harus. Atau aku bakalan terpaksa bolos kuliah demi nongkrong di mall bareng temen-temenmu.” Pandangan Cassie kini lurus pada televisi. Sebagai kepala keluarga, lebih lagi wali Dhika, ia tak punya kemewahan untuk hidup santai selama hampir empat tahun terakhir. Tanggung jawab terhadap PT Bellezza saja rasanya sudah seberat gunung, tambahan omongan orang-orang di sana yang tak menganggap Cassie hanya karena cewek itu belum punya gelar di belakang namanya menambah rapuh pundak kurus Cassie. Jadi, setelah malam panjang yang penuh air mata dan sumpah serapah terhadap takdir, cewek itu memutuskan untuk memilih antara bunuh diri atau melakukan yang terbaik. Malam itu ia pergi ke kamar Dhika untuk mengucapkan salam perpisahan, tapi jika ia pergi, Dhika akan sendirian. Setidaknya saat Cassie menyumpah Why me? dia masih punya Dhika. Esoknya, saat lebih tenang, Cassie memutuskan untuk mengambil kuliah weekend sehingga orang-orang tak lagi bisa meremehkannya dan memandang kasihan pada Dhika. Setelah takdir yang begini kejam, mereka berdua tak pantas mendapatkan dua hal tersebut, ya kan?

“Temen-temenmu juga kali. Mentang-mentang sudah punya teman baru, teman jaman sekolah dilupain,” tanggap Dhika main-main. Meskipun begitu, cowok itu merutuki dirinya yang hipokrit. Ia bahkan tidak mengingat teman-teman sekolah menengahnya itu. Hanya saja, mereka teman baik yang menyenangkan, plus kontak Dhika masih tergabung di group chat. Dhika mungkin tidak mengenal orang-orang itu, tapi setiap mereka berkumpul atau berinteraksi via online, ia tidak pernah merasa ditinggalkan atau dipisahkan.

Well, dia dan Cassie. Bedanya, Dhika masih muncul baik di group maupun saat hang out, sedangkan Cassie terlalu sibuk untuk melakukan keduanya.

Kalimat Dhika barusan membuat Cassie meringis dalam hati. Bukannya ia tak suka hang out, tetapi cewek itu tidak punya waktu. Jika punya waktu lebih pun, rasanya akan lebih menyenangkan untuk istirahat di rumah dan menghabiskan waktu bersama Dhika seperti saat ini, baik untuk menonton film dalam diam atau sekadar bertukar obrolan sederhana.

“Jadi, kayaknya sebentar lagi ada yang mau ulang tahun,” ucap Cassie pada akhirnya, sudah tidak mood lagi membahas topik teman. Dialihkannya pada topik lain yang ia ketahui bakal menarik minat Dhika.

Untungnya, topik baru ini berhasil mengalihkan perhatian keponakan yang duduk di sampingnya. Mata Dhika berbinar terang sementara zombie-zombie yang kini sedang berlarian di layar televisi terlupakan. “Boleh request kado kan?” Cassie mengangguk. Dirapikannya rambut Dhika yang berantakan bukan main. “Aku mau yacht!”

“Hah?” Apa Cassie salah dengar? Dia kira Dhika main-main saat membahas yacht kala itu. “Yacht as in kapal pesiar?” Kadang-kadang, Cassie ingin membawa Dhika ke dokter dan memeriksakan otaknya. Cowok itu bisa jadi aneh sekali seperti saat ini.

“Iya. Nggak usah yang besar banget Cass, yang kecil aja. Jadi kita bisa jalan-jalan berdua kalau weekend,” jawab Dhika polos. “Bayangkan laut yang luas dan tenang. Kita bisa ngobrol sepuasnya tanpa diganggu. You’d like it, Cass. I know for sure.”

“Bertiga sama nahkoda,” balas Cassie ringan. Menghabiskan waktu berdua dengan Dhika membuat pipi dan dadanya menghangat. “Memangnya kamu bisa bawa yacht sendiri?”

“Kupikir kamu bisa,” jawab Dhika asal. “Mana kutahu? Aku lupa ingatan!”

Cassie pura-pura tidak mendengarnya. “Akan kupikirin. Nggak ada wishlist yang lebih masuk akal?” Cassie mencoba, namun keponakannya itu memang bisa menjelma menjadi makhluk paling keras kepala kadang-kadang. Setelah dua menit menggali keinginan Dhika untuk ulang tahunnya, Cassie menyerah dan membiarkan cowok itu kembali menonton Peninsula.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status