Cassie menghembuskan napas saat membuka sepatunya di pintu depan rumah. Lehernya pegal dan kepalanya pusing setelah meeting panjang dan flashback singkat malam ini. Jika dihitung, cewek itu yakin ia menghela napas lebih banyak hari ini dibanding ia mengedipkan mata.
Rencananya malam itu hanya dua: membuat segelas mojito dan tidur cepat. Cewek itu ingat jelas ia masih punya sedikit sirup leci di kulkas. Namun, pemandangan Dhika yang menonton film di ruang tengah membuyarkan rencana yang sudah tersusun rapi tersebut. Cassie melangkah mendekat. Memangnya apa sih yang ditonton Dhika sebegitu seriusnya?
Diliriknya layar lebar televisi,”Aaaaa!” Dan berteriak kaget. Apa-apaan?!
“Cass!” seru Dhika. “Mau ngagetin apa gimana, sih? Kamu tau aku nggak kagetan.” Dipelototinya Cassie dengan kesal karena mengganggu acara nonton filmnya persis di bagian action yang seru. Backsound menegangkan memenuhi ruangan, membuat cewek itu bergidik.
“Zombie-nya tiba-tiba muncul!” Cassie beralasan. Sekali lagi, Cassie menghela napas. Dilemparkannya tas kerja ke arah Dhika sementara cewek itu duduk di sofa yang sama, tepat di sebelah kiri Dhika. “Mana kutahu kamu lagi nonton film horor.”
“Bukan horor kali, tapi action,” sanggah Dhika. Cowok itu menunjuk layar televisi dengan dagunya. “Tau Peninsula, kan? Harus tau. Kalau nggak, kamu bener-bener harus hang out bareng aku dan temen-temen lain weekend ini. Bergaul sama bapak-ibu kepala empat bener-bener bikin kamu ketinggalan hot news.” Dhika mulai berceramah. Tangannya menepuk-nepuk pundah Cassie seolah-olah sedang memberi petuah pada seorang anak kecil tak berpengalaman.
“Dasar kejam.” Cassie merutuk. Tas yang ada di pangkuan Dhika diambil kembali oleh cewek itu. “Aku tau kok. Sequel Train to Busan kan?”
Jawaban Cassie membuat Dhika tersenyum geli dan pura-pura berekspresi lega. “Syukurlah tanteku masih update dengan film terbaru.”
“Harus. Atau aku bakalan terpaksa bolos kuliah demi nongkrong di mall bareng temen-temenmu.” Pandangan Cassie kini lurus pada televisi. Sebagai kepala keluarga, lebih lagi wali Dhika, ia tak punya kemewahan untuk hidup santai selama hampir empat tahun terakhir. Tanggung jawab terhadap PT Bellezza saja rasanya sudah seberat gunung, tambahan omongan orang-orang di sana yang tak menganggap Cassie hanya karena cewek itu belum punya gelar di belakang namanya menambah rapuh pundak kurus Cassie. Jadi, setelah malam panjang yang penuh air mata dan sumpah serapah terhadap takdir, cewek itu memutuskan untuk memilih antara bunuh diri atau melakukan yang terbaik. Malam itu ia pergi ke kamar Dhika untuk mengucapkan salam perpisahan, tapi jika ia pergi, Dhika akan sendirian. Setidaknya saat Cassie menyumpah Why me? dia masih punya Dhika. Esoknya, saat lebih tenang, Cassie memutuskan untuk mengambil kuliah weekend sehingga orang-orang tak lagi bisa meremehkannya dan memandang kasihan pada Dhika. Setelah takdir yang begini kejam, mereka berdua tak pantas mendapatkan dua hal tersebut, ya kan?
“Temen-temenmu juga kali. Mentang-mentang sudah punya teman baru, teman jaman sekolah dilupain,” tanggap Dhika main-main. Meskipun begitu, cowok itu merutuki dirinya yang hipokrit. Ia bahkan tidak mengingat teman-teman sekolah menengahnya itu. Hanya saja, mereka teman baik yang menyenangkan, plus kontak Dhika masih tergabung di group chat. Dhika mungkin tidak mengenal orang-orang itu, tapi setiap mereka berkumpul atau berinteraksi via online, ia tidak pernah merasa ditinggalkan atau dipisahkan.
Well, dia dan Cassie. Bedanya, Dhika masih muncul baik di group maupun saat hang out, sedangkan Cassie terlalu sibuk untuk melakukan keduanya.
Kalimat Dhika barusan membuat Cassie meringis dalam hati. Bukannya ia tak suka hang out, tetapi cewek itu tidak punya waktu. Jika punya waktu lebih pun, rasanya akan lebih menyenangkan untuk istirahat di rumah dan menghabiskan waktu bersama Dhika seperti saat ini, baik untuk menonton film dalam diam atau sekadar bertukar obrolan sederhana.
“Jadi, kayaknya sebentar lagi ada yang mau ulang tahun,” ucap Cassie pada akhirnya, sudah tidak mood lagi membahas topik teman. Dialihkannya pada topik lain yang ia ketahui bakal menarik minat Dhika.
Untungnya, topik baru ini berhasil mengalihkan perhatian keponakan yang duduk di sampingnya. Mata Dhika berbinar terang sementara zombie-zombie yang kini sedang berlarian di layar televisi terlupakan. “Boleh request kado kan?” Cassie mengangguk. Dirapikannya rambut Dhika yang berantakan bukan main. “Aku mau yacht!”
“Hah?” Apa Cassie salah dengar? Dia kira Dhika main-main saat membahas yacht kala itu. “Yacht as in kapal pesiar?” Kadang-kadang, Cassie ingin membawa Dhika ke dokter dan memeriksakan otaknya. Cowok itu bisa jadi aneh sekali seperti saat ini.
“Iya. Nggak usah yang besar banget Cass, yang kecil aja. Jadi kita bisa jalan-jalan berdua kalau weekend,” jawab Dhika polos. “Bayangkan laut yang luas dan tenang. Kita bisa ngobrol sepuasnya tanpa diganggu. You’d like it, Cass. I know for sure.”
“Bertiga sama nahkoda,” balas Cassie ringan. Menghabiskan waktu berdua dengan Dhika membuat pipi dan dadanya menghangat. “Memangnya kamu bisa bawa yacht sendiri?”
“Kupikir kamu bisa,” jawab Dhika asal. “Mana kutahu? Aku lupa ingatan!”
Cassie pura-pura tidak mendengarnya. “Akan kupikirin. Nggak ada wishlist yang lebih masuk akal?” Cassie mencoba, namun keponakannya itu memang bisa menjelma menjadi makhluk paling keras kepala kadang-kadang. Setelah dua menit menggali keinginan Dhika untuk ulang tahunnya, Cassie menyerah dan membiarkan cowok itu kembali menonton Peninsula.
Cassie yang sedang tidur tampak seperti malaikat.Nafasnya halus dan berirama. Dadanya naik turun dengan lembut, menandakan tidurnya damai tanpa terusik mimpi buruk apa pun, membuat Dhika bersyukur.Berbeda dengan Cassie, Dhika dihantui mimpi buruk setiap malam. Keringat dinginnya selalu keluar, membasahi seprai lembut yang dibelikan Cassie khusus untuk apartemennya. Kadang-kadang, cowok itu bahkan menemukan bantalnya basah karena air mata. Sayang sekali Dhika tak pernah ingat apa mimpinya, namun yang ia tahu, setiap mimpi itu selalu mendekatkannya ada Cassie. Bila boleh menebak, mimpi-mimpi itu pastilah kilas balik masa lalu yang ia lupakan.Cowok itu tidak pernah bisa memutuskan apakah ia harus bersyukur atau merutuk pada Tuhan atas mimpi-mimpinya. Di satu sisi, ia selalu terbangun dalam keadaan lelah dan hati tidak tenang. Namun di sisi lain, Dhika juga merasakan hubungan yang makin erat dengan orang-orang yang dikenalnya sebelum kehilangan ingatan setelah mi
Kebanyakan wanita akan bilang bahwa cowok berkemeja biru, berkulit putih cerah, dan berambut cepak itu sempurna. Mobil yang dikendarainya cukup mewah, menandakan ia orang berada. Wajahnya tampan dan seringkali ia disangka aktor yang sedang menyamar apabila berkeliaran sendirian dengan kacamata hitam di tengah keramaian pusat perbelanjaan. Tidak hanya itu, tutur katanya sopan dengan suara lembut yang mengalun bagai harpa. Namun bagi Cassie, cowok ini hanyalah Beni.Jangan salah sangka, Cassie menyukai Beni mungkin sebesar cowok itu balik menyukainya. Akan tetapi rasa suka tersebut tidak terbentuk dalam waktu satu hari. Beni harus ada di samping Cassie, bersabar akan keangkuhannya, dan terus menyayanginya selama dua tahun penuh sebelum Cassie luluh akan pesona cowok itu. Untungnya, Beni benar-benar merasa bahwa Cassie layak diperjuangkan.Malam ini, dengan keberuntungan yang dipaksakan, ia mengajak Cassie makan malam di luar tanpa janji terlebih dahulu.
Mood Cassie benar-benar bagus setelah sealing the deal dengan Beni. Beni –yang sudah siap rekeningnya terkuras plus mendapat ocehan dari tim legal perusahaannya—hanya bisa menyeringai. Apa artinya tabungan banyak kalau tidak bisa menyenangkan kekasihnya? Lagipula, sebagai pewaris tunggal perusahaan milik ayahnya, cowok itu punya satu-dua privilege terkait finansial. Masa bodoh. Beni senang sekali malam ini.Beberapa menit lalu setelah Cassie menyelesaikan dessert-nya, mereka berdua bercerita panjang lebar tentang hari masing-masing. Beni meeting dengan klien super menyebalkan yang meminta early commitment program dengan potongan harga keterlaluan.“Bukannya kamu hobi bagi-bagi voucher diskon setengah harga?” ejek Cassie, merujuk pada tawaran Beni sebelumnya.Cowok itu berdecak gemas. “Memangnya aku bakal memperlakukan bapak-bapak paruh baya asing sama dengan aku me
Beni akhirnya membiarkan Cassie turun dari mobilnya setelah pelukan panjang yang berujung pada gerutuan Cassie. Punggungku sakit, protes cewek itu. Meskipun begitu, ada senyum di wajah kekasihnya saat ia melambai, menunggu sampai cewek itu mengunci pintu pagarnya dengan aman.Sementara itu, Cassie bersandar di pagar setelah Beni menghilang dari pandangan. Membayangkan ia akan punya satu hari untuk liburan –setelah sekian lama, akhirnya ia bisa pergi ke pantai lagi!—membuat hati cewek itu hangat. Beni dengan segala kerendahan hati dan taktik busuknya, huh, betapa kontradiktif. Namun Cassie tau semua adalah untuknya. Memang siapa Cassie berhak untuk protes?Paper bag berukuran sedang di tangannya kemudian mengalihkan perhatian Cassie dari Beni. Pukul 23.50. Apa Dhika masih bangun? Tidak setiap hari seseorang bisa merayakan ulang tahunnya yang ke-22, jadi sebuah kue yang cantik memang harus mendampingi pergantian umur Dhika.Sayangnya,
Lagi-lagi rencana Cassie gagal. Tidak apa-apa sebenarnya. Surprise yang diberikan teman-teman Dhika sungguh meriah, heboh, dan berisik—Cassie tahu benar keponakannya menyukai acara yang seperti itu. Semuanya bagai de javu kejadian tahun lalu, saat teman-teman terdekat Dhika menyelinap ke dalam rumah tengah malam buta dan dipergoki salah seorang pelayan yang kebetulan bangun karena mendengar suara berisik. Walaupun diam-diam cewek itu merasa bahagia karena Dhika memiliki banyak teman yang begitu baik, ia juga mengancam anak-anak itu untuk tidak pernah melakukan hal semacam itu lagi. Menyusup ke rumah seseorang diam-diam merupakan suatu tindakan kriminal. Bagaimana kalau Bi Atiek sudah menelepon polisi saking takutnya dan bukannya melapor ke kamar Cassie malam itu? Berbeda dengan Cassie, Bi Atiek tidak mengenal wajah teman-teman Dhika yang memang selalu main ke apartemen ketimbang rumah tersebut. Jadilah, seharusnya Cassie sudah menduga kalau akan ada
Seharusnya hari ini akan menyenangkan. Kenyataannya, belum apa-apa Dhika sudah merasa lelah luar biasa. Semalaman tidurnya gelisah dan lengannya yang terluka berdenyut-denyut menyakitkan. Beberapa kali ia terpikir untuk pergi ke dokter, tapi Cassie akan tahu kalau ia pergi dan berujung dengan pertanyaan tiada akhir di mana jawaban satu-satunya yang akan diterima cewek itu sama dengan jawaban yang tidak ingin Dhika berikan. Kau laki-kali. Kau kuat. Ini hanya luka kecil. Demi Cassie. Demi dirimu sendiri. Kuatlah! Demamnya muncul lagi begitu ia terbangun pukul dua dini hari. Beruntung Cassie masuk ke kamarnya dan memeriksa sebelum dahinya cukup panas. Bukannya Dhika tidak tahu apa yang akan terjadi di hari spesial ini. Akibat tidurnya yang tidak nyenyak, cowok itu menyadari kehadiran Cassie di depan pintu kamarnya sejak pukul lima. Cewek itu akan menempelkan telinganya sesekali untuk memeriksa apakah Dhika sudah bangun, jelas sekali dar
Bukannya Cassie berlebihan, tetapi bisa dibilang ia adalah orang yang tertutup. Sebagian orang pasti setuju dengan pendapatnya berhubung cewek itu selalu memasang topeng dingin sok berkuasa bagai malaikat kematian di depan para BOD (yang terus-terusan meremehkannya, meskipun ia memang pantas diremehkan jika dilihat dari pengalaman kerja dan umurnya. Hell, alih-alih pengalaman kerja, Cassie bahkan belum lulus sarjana), serta berpura-pura jadi orang dewasa yang lebih tahu segalanya di depan orang-orang seumurannya. Cassie tidak selalu seperti itu. Ada kalanya ia hanyalah seorang cewek remaja arogan yang mempunyai uang jajan sedikit lebih banyak dibanding teman-teman dengan status ekonomi yang sama akibat sudah hobi berbisnis online sejak kecil. Plus, teman terdekat sekaligus adik kecilnya adalah Dhika sang pewaris utama PT Bellezza yang tumbuh pesat di dunia kosmetik dan vitamin. Keadaanlah yang memaksa Cassie untuk jadi dewasa lebih
Cassie merutuk kepada jam dinding di ruangannya. Bagaimana bisa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam tapi pekerjaannya masih jauh dari kata selesai? Mana orang-orang yang mengharapkan waktu lebih dari 24 jam? Cassie ingin bergabung dengan mereka dan mensponsori penandatanganan petisi untuk menambah jam dalam hitungan satu hari. Jika dipikir-pikir lagi, no, pikirannya barusan konyol sekali. Lebih baik cewek itu beres-beres dan pulang ke rumah. Bagaimanapun Cassie masih punya hati. Petugas sekuriti punya tugas untuk mematikan lampu ruangan dan mengunci kantor. Kalau Cassie tidak pulang-pulang, mereka pasti harus mengubah jadwal untuk mengecek ruangan dan gedung yang ditempati Cassie dan cewek itu tidak mau menambah kebencian orang-orang terhadap dirinya. Toh dia punya beberapa waktu lagi sebelum jam biologisnya mengambil alih dan memutuskan untuk beristirahat. Rasa bersalah menghinggapi Cassie ketika ia menutup pintu ruangan di belakangnya. Din