Mood Cassie benar-benar bagus setelah sealing the deal dengan Beni. Beni –yang sudah siap rekeningnya terkuras plus mendapat ocehan dari tim legal perusahaannya—hanya bisa menyeringai. Apa artinya tabungan banyak kalau tidak bisa menyenangkan kekasihnya? Lagipula, sebagai pewaris tunggal perusahaan milik ayahnya, cowok itu punya satu-dua privilege terkait finansial. Masa bodoh. Beni senang sekali malam ini.
Beberapa menit lalu setelah Cassie menyelesaikan dessert-nya, mereka berdua bercerita panjang lebar tentang hari masing-masing. Beni meeting dengan klien super menyebalkan yang meminta early commitment program dengan potongan harga keterlaluan.
“Bukannya kamu hobi bagi-bagi voucher diskon setengah harga?” ejek Cassie, merujuk pada tawaran Beni sebelumnya.
Cowok itu berdecak gemas. “Memangnya aku bakal memperlakukan bapak-bapak paruh baya asing sama dengan aku me
Beni akhirnya membiarkan Cassie turun dari mobilnya setelah pelukan panjang yang berujung pada gerutuan Cassie. Punggungku sakit, protes cewek itu. Meskipun begitu, ada senyum di wajah kekasihnya saat ia melambai, menunggu sampai cewek itu mengunci pintu pagarnya dengan aman.Sementara itu, Cassie bersandar di pagar setelah Beni menghilang dari pandangan. Membayangkan ia akan punya satu hari untuk liburan –setelah sekian lama, akhirnya ia bisa pergi ke pantai lagi!—membuat hati cewek itu hangat. Beni dengan segala kerendahan hati dan taktik busuknya, huh, betapa kontradiktif. Namun Cassie tau semua adalah untuknya. Memang siapa Cassie berhak untuk protes?Paper bag berukuran sedang di tangannya kemudian mengalihkan perhatian Cassie dari Beni. Pukul 23.50. Apa Dhika masih bangun? Tidak setiap hari seseorang bisa merayakan ulang tahunnya yang ke-22, jadi sebuah kue yang cantik memang harus mendampingi pergantian umur Dhika.Sayangnya,
Lagi-lagi rencana Cassie gagal. Tidak apa-apa sebenarnya. Surprise yang diberikan teman-teman Dhika sungguh meriah, heboh, dan berisik—Cassie tahu benar keponakannya menyukai acara yang seperti itu. Semuanya bagai de javu kejadian tahun lalu, saat teman-teman terdekat Dhika menyelinap ke dalam rumah tengah malam buta dan dipergoki salah seorang pelayan yang kebetulan bangun karena mendengar suara berisik. Walaupun diam-diam cewek itu merasa bahagia karena Dhika memiliki banyak teman yang begitu baik, ia juga mengancam anak-anak itu untuk tidak pernah melakukan hal semacam itu lagi. Menyusup ke rumah seseorang diam-diam merupakan suatu tindakan kriminal. Bagaimana kalau Bi Atiek sudah menelepon polisi saking takutnya dan bukannya melapor ke kamar Cassie malam itu? Berbeda dengan Cassie, Bi Atiek tidak mengenal wajah teman-teman Dhika yang memang selalu main ke apartemen ketimbang rumah tersebut. Jadilah, seharusnya Cassie sudah menduga kalau akan ada
Seharusnya hari ini akan menyenangkan. Kenyataannya, belum apa-apa Dhika sudah merasa lelah luar biasa. Semalaman tidurnya gelisah dan lengannya yang terluka berdenyut-denyut menyakitkan. Beberapa kali ia terpikir untuk pergi ke dokter, tapi Cassie akan tahu kalau ia pergi dan berujung dengan pertanyaan tiada akhir di mana jawaban satu-satunya yang akan diterima cewek itu sama dengan jawaban yang tidak ingin Dhika berikan. Kau laki-kali. Kau kuat. Ini hanya luka kecil. Demi Cassie. Demi dirimu sendiri. Kuatlah! Demamnya muncul lagi begitu ia terbangun pukul dua dini hari. Beruntung Cassie masuk ke kamarnya dan memeriksa sebelum dahinya cukup panas. Bukannya Dhika tidak tahu apa yang akan terjadi di hari spesial ini. Akibat tidurnya yang tidak nyenyak, cowok itu menyadari kehadiran Cassie di depan pintu kamarnya sejak pukul lima. Cewek itu akan menempelkan telinganya sesekali untuk memeriksa apakah Dhika sudah bangun, jelas sekali dar
Bukannya Cassie berlebihan, tetapi bisa dibilang ia adalah orang yang tertutup. Sebagian orang pasti setuju dengan pendapatnya berhubung cewek itu selalu memasang topeng dingin sok berkuasa bagai malaikat kematian di depan para BOD (yang terus-terusan meremehkannya, meskipun ia memang pantas diremehkan jika dilihat dari pengalaman kerja dan umurnya. Hell, alih-alih pengalaman kerja, Cassie bahkan belum lulus sarjana), serta berpura-pura jadi orang dewasa yang lebih tahu segalanya di depan orang-orang seumurannya. Cassie tidak selalu seperti itu. Ada kalanya ia hanyalah seorang cewek remaja arogan yang mempunyai uang jajan sedikit lebih banyak dibanding teman-teman dengan status ekonomi yang sama akibat sudah hobi berbisnis online sejak kecil. Plus, teman terdekat sekaligus adik kecilnya adalah Dhika sang pewaris utama PT Bellezza yang tumbuh pesat di dunia kosmetik dan vitamin. Keadaanlah yang memaksa Cassie untuk jadi dewasa lebih
Cassie merutuk kepada jam dinding di ruangannya. Bagaimana bisa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam tapi pekerjaannya masih jauh dari kata selesai? Mana orang-orang yang mengharapkan waktu lebih dari 24 jam? Cassie ingin bergabung dengan mereka dan mensponsori penandatanganan petisi untuk menambah jam dalam hitungan satu hari. Jika dipikir-pikir lagi, no, pikirannya barusan konyol sekali. Lebih baik cewek itu beres-beres dan pulang ke rumah. Bagaimanapun Cassie masih punya hati. Petugas sekuriti punya tugas untuk mematikan lampu ruangan dan mengunci kantor. Kalau Cassie tidak pulang-pulang, mereka pasti harus mengubah jadwal untuk mengecek ruangan dan gedung yang ditempati Cassie dan cewek itu tidak mau menambah kebencian orang-orang terhadap dirinya. Toh dia punya beberapa waktu lagi sebelum jam biologisnya mengambil alih dan memutuskan untuk beristirahat. Rasa bersalah menghinggapi Cassie ketika ia menutup pintu ruangan di belakangnya. Din
“Sial.” Cassie mengumpat pelan. Setelah kejadian tidak mengenakkan sebelumnya, muncul satu kesialan lagi yang mengiringi malam cewek itu. Ditendangnya ban depan mobil dengan sepatu hak tingginya yang berwarna putih polos. Double sial, karena sekarang ada noda hitam jelek di sana. Bisa-bisanya kesialan seperti ini terjadi di malam hari. Saat mobilnya mogok mendadak dan mesinnya tidak bisa dihidupkan, Cassie keluar dari bangku pengemudi dan memeriksa apa yang salah. Sayangnya, cewek itu useless dalam hal mesin mobil. Bukannya dia pernah belajar formal terkait mesin mobil atau semacamnya, kan? Cassie terlalu sibuk untuk mempelajari hal yang bisa dikerjakan orang lain seperti memperbaiki mesin mobil. Buat apa ada bengkel kalau kita bisa memperbaiki mobil sendiri? Bukankah hal itu lebih terdengar seperti mengambil pekerjaan para montir? Cassie merasa dosanya sudah cukup banyak. Dia harus membatasinya sekarang selagi masih sadar diri. Cassie lelah
Perpustakaan Universitas Aditama tampak seperti ada dalam dunia Harry Potter. Tentu saja, mungkin hanya Dhika dan beberapa kutu buku lainnya yang berpikir seperti itu. Murid-murid lain mungkin bisa membayangkan versi mini dan lebih sederhana dari Magdalen College Old Library, Oxford University, namun dengan jumlah buku yang jauh lebih sedikit dan minus manuskrip tua yang terbit sebelum tahun 1800an. Sehebat dan secinta apa pun Dhika pada perpustakaan kampusnya, memang tidak ada yang bisa menyaingi permata mahkota perpustakaan dunia tersebut –juga perpustakaan Hogwarts, karena omong-omong, tidak ada restricted section yang keren atau The Monster Book of Monsters yang bisa menggigit sungguhan di tempat ini.Hari ini, ada dua jam kosong sebelum kelas terakhir Dhika dimulai. Biasanya cowok itu akan hang out bersama Putra di taman kampus atau sekretariat himpunannya. Namun siang ini Putra pergi bersama Nana entah kemana. Sejujurnya Dhika ingin bertanya kema
Untungnya, Dhika sampai di kelas sebelum Pak Rodi tiba. Sebenarnya nyaris terjadi malapetaka karena cowok itu berlari begitu kencang dari perpustakaan dan dia nyaris menabrak meja dosen karena berhenti mendadak. Momentumnya bisa dipastikan sangat kuat dalam kecepatan berlari penuh seperti itu. Di saat yang sama, Pak Rodi melangkah santai melewati ambang pintu. Mata tajam di balik kacamata bergagang hitam milik dosennya menatap Dhika heran. Apa yang dilakukan anak ini di depan meja saya? Kira-kira seperti itulah pikiran yang terlintas di kepala Pak Rodi. Dhika, being Dhika, one of the favs dengan segala privilege yang menyertainya, hanya tersenyum canggung. “Saya anxious Bapak belum datang, jadi nggak bisa diam aja di meja.” Untungnya, Pak Rodi tidak langsung menatap wajah setengah penghuni kelas yang menahan tawa (setengahnya lagi masih setengah sadar, mungkin baru bangun tidur siang). Smooth one, Dhik, b