Druf terbangun agak siang. Dilihatnya kain yang membungkus bekas luka di jari jempolnya.
‘Dasar gadis ceroboh, ‘batinnya.Tiba-tiba ia ingat sesuatu. Diambilnya handphone di meja samping tempat tidurnya yang mewah. Tak butuh waktu lama suara yang sangat dikenalnya menyapa di sebrang.‘iya Tuanku. Ada yang bisa saya lakukan untukmu? ‘“Apakah lehermu ingin kupatahkan sepagi ini? Setidaknya saat kita hanya bicara berdua. Berhentilah memanggilku dengan kata ‘tuanku’ .” Ucap Druf.Suara disebrang terkekeh.‘Mau bagaimana lagi Druf. Kau sekarang sudah menjadi junjunganku.’Druf mendengus kesal.“Ayo dengarkan titahku, jika terjadi kesalahan kupastikan kau tak jantan lagi. “ Ancam Druf.‘Ampuuuunnntuannn... Aku percaya kau bisa lakukan itu. Hambamu yang setia ini siap laksanakan apapun titahmu. ‘Kini giliran Druf yang tertawa. Ia memang selalu ingin tersenyum jika mendengar kelakar Brian.***Risma terpekik kecil melihat Elena dikamarnya. Ia merasa sangat bersalah karena meninggalkan sahabatnya itu tadi malam.“Apa kau baik2 saja?” Tanyanya ragu.Elena hanya mengangguk. Risma memeluk sahabatnya itu.“Maafin aku Ris. Aku terlalu pengecut sebagai sahabat.” Ucapnya.“Sudahlah, yang penting aku masih di sini sekarang.”Risma melepas pelukannya. Saat itulah ia melihat switer cowok yang tergeletak di atas pembaringan.“Milik siapa ini?”“Jangan sentuh itu.” Ucap Elena. Ia merebut sweeter dari tangan Risma.”Ini milik malaikat penolongku tadi malam.”Risma tak mengerti, kemudian Elena menceritakan kisah yang dialaminya secara rinci.“Lalu bagaiman dengan gaunmu nanti malam El ? Aku jadi merasa bersalah. Andaikan aku tak meninggalkanmu mungkin kita sudah bisa membeli gaunmu.”“Tidak apa-apa Ris, aku diasrama saja.”Risma pura-pura sedih. Sebenarnya ia bersyukur jika Elena tidak datang ke pesta. Jadi dia bisa leluasa mendekati Druf yang tampan itu. Ia sudah kehilangan akal. Apapun caranya ia akan berusaha mendapatkannya.Tok. Tok. Tok.Risma dan Elena bertatapan. Siapa yang mengetuk pintunya.Setelah pintu terbuka. Nampak Kristy berdiri dengan cuek.“Eh, ada apa ya?” Elena gugup menghadapi gadis itu. Ia tahu Kristy adalah salah satu siswi yang cukup tenar di sekolahnya. Konon ia adik desainer ternama. Dia teman sekelas Elena. Tapi selama ini mereka berdua tak pernah bertegur sapa. Jadi, angin apakah yang membawa gadis itu berdiri di depan kamarnya sepagi ini.“Heh, aku kesini karna terpaksa. Jadi jangan ke-GR-angue mau temenanmalo. Nih terima paket dari kakak gue. Katanya ini pesanan sahabat baiknya.”Elena menerima paket berukuran besar dari tangannya.“Tapi ini dari siapa Kris?” Tanya Elena bingung.“Mana gue tahu. Gara-gara tuh paket gue malah jadi kurir hari ini. Dasar perempuan miskin tak tahu diri. Bisanya cuma ngerepotin saja.” Ucapnya menyakiti perasaan Elena.“Heh, jangan sembarangan lu ya. Jaga mulut elu itu. Atau gue...” Balas Risma tak terima perlakuan Kristy yang merendahkan Elena.“Gue apa? Jangan ikut campur urusan gue. Meski elu anak orang kaya, masih lum sederajat mague. Cuih.” Bentak Kristy. Kemudian berlalu dari kamar Elena. “Huh, malesngeladenin manusia-manusia rendahan seperti kalian.” Sungutnya.“Sok gaya banget sih gadis itu. Jika kita manusia emang elu apa.” Ucap Risma kasar.“Sudah, gadis itu sudah pergi.” Elena hanya tersenyum melihat ekspresi dan nada bicara Risma yang tiba-tiba berubah.Dibukanya penutup kotak itu perlahan. Sebuah gaun mewah berwarna hitam terlipat manis disana. Risma tertegun. Sementara Elena mengambil kertas kecil yang berada diatasnya.Semoga Kau suka.Pakailah ini nanti malam.Dari malaikat penyelamatmu.‘Wow, ini gaun termewah dan termahal rancangan Brian d’ Jandru yang dijahit manual oleh tangannya sendiri, limitededition, satu-satunya di dunia.’Batin Risma terkagum-kagum. “Berarti cowok yang menolongmu itu tajir sekali El.” Elena mengedikkan bahu.“Entahlah, aku bahkan tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.”Tutur Elena polos.Gaun itu begitu elegan dan berkelas. Apalagi ketika dipakai Elena. Mendadak gadis itu terlihat sexy dan mewah dimata Risma. Diam-diam ia menginginkan gaun itu untuk dirinya. Otaknya yang culas telah merencanakan sesuatu untuk meloloskan hasratnya itu.***Brakkkk.Pintu dibuka kasar. Druf hanya mengernyit melihat perilaku pamannya itu.“Ada apa?” Tanyanya datar.“Kenapa kau belum bersiap? Para tamu sudah datang. Bahkan para petinggi kita sudah di aula.” Samuel melihatnya dengan kesal.“Aku akan turun jika Paman sendiri yang menyiapkanku.” Ucap Druf licik. Sebenarnya ia malas menghadiri acara itu.“Dasar anak manja.”RutukSamuel sambil mengambil tuxedo dan kemeja dari lemari pakaian Druf.Malam itu, suasana pesta begitu meriah. Tentu saja. Pesta pemilik Blue Sky tentu berbeda. Semua terlihat elegant dan mewah. Mulai dari dekorasi aula sampai ke sajian makanan mewah yang tersedia. Penyanyi yang di undang pun bukan penyanyi sembarangan. Semua terkonsep dengan rapi. Namun para wanita sedang tidak menikmati semua kemewahan itu seperti biasanya. Mereka tengah tak sabar menantikan kedatangan Druf. Tak henti-hentinya mereka menengok ke arah pintu dimana seharusnya Druf muncul.Penantian mereka akhirnya terobati ketika semua lampu dipadamkan. Lampu sorot yang sengaja dibiarkan menyala, menyinari seorang pemuda yang baru keluar menuruni tangga. Ketampanan dan kharismanya yang luar biasa begitu menawan, membuat para wanita terpekik histeris. Banyak yang mengatakan Druf adalah jelmaan para dewa. Ia terlalu amat sempurna. Matanya yang berwarna biru mampu meluluhkan hati para gadis yang ditatapnya.Ia datang ke atas podium diiringi Samuel. Ayahnya sang pengusaha sekaligus pemilik kampus. Banyak yang tidak tahu bahwa Samuel hanyalah paman angkatnya. Dan harta yang dikelolanya adalah milik Druf. Semua itu ditutupi untuk menyembunyikan identitas aslinya.“Hem.” Druf berdehem di depan mikrofon yang sudah disiapkan. Semua mata tertuju padanya.”Terima kasih kalian sudah datang dan nikmati saja pestanya.” Ucapnya dengan datar dan wajah tanpa ekspresi. Dingin sedingin es kutub utara.Para penjaga bertubuh kekar masuk menyibak kerumunan dan menyediakan jalan. Muncul beberapa orang berjas rapi dan tampan. Tampang mereka begitu mempesona dan berwibawa. Beberapa gadis cantik bergaun hitam seksi beserta mereka. Dilihat dari usianya sepertinya mereka pasangan ayah dan anak.Mereka bersalaman dengan Druf. Dan para wanita menjulurkan tangannya yang kemudian dicium oleh Druf dengan sopan. Para wanita lain yang tidak di perlakukan sama merasa iri.Majulah seorang wanita membawa nampan segelas minuman berwarna merah kehadapanDruf. Dan para undangan dipersilahkan mengambil minumannya di atas nampan para pelayan yang berada di dekat mereka.“Itu darah murni Druf, persiapkan dirimu.” Pesan Samuel.Druf hanya menghela nafas. Kemudian ia mengambil gelas dihadapannya yang berisi cairan darah. Dan mengangkatnya tinggi.“Bersulang.” Ucapnya untuk para tamu yang telah memegang gelas di tangannya.Ia segera meneguk isi gelas itu diikuti oleh seluruh yang hadir. Setelah mengembalikan gelas kosong ketempatnya. Ia mempersilahkan tamu hususnya untuk memasuki ruangan yang tersedia. Sementara dirinya tetap tinggal bersama undangan lain yang terdiri dari manusia biasa.Brian mendampingi Druf yang tengah menyisir pandangannya ke seluruh ruangan. Ia mencari sosok perempuan yang ingin ia ajak dansa. Namun, kemanapun matanya tertuju. Gadis yang dicarinya tidak ada. Justru matanya silau oleh cahaya biltscamera ponsel yang terus terarah ke arahnya.“Gimana tuan? Ketemu?” Bisik Brian.Adam menggeleng.“Mau di lanjut?” Brian berbisik kembali.“Batal.” Sahut Druf. Mendadak keinginannya untuk berdansa sirna. Padahal ia sudah melakukan banyak rencana dengan Brian. Ia berniat mengajak Elena berdansa dan melamarnya di hadapan banyak orang dengan dibantu Brian. Namun tampaknya rencana itu justru meninggalkan kekecewaan di hatinya. Di helanya nafas. Mungkin ini bukan waktu yang tepat, yakinnya.“Frans, kemana?” Tanya Druf. Brian menggeleng tidak tahu.Druf berharap Frans berhasil memenuhi permintaannya. Setelah yakin tak ada lagi yang bisa di lakukannya. Druf mengangkat tangannya dan melambai ke arah semua undangan. Ia berjalan mendekat ke arah kue ulang tahun yang sudah siap di tengah ruangan. Bersamaan dengan lagu ulang tahun yang dinyanyikan segenap undangan dengan gegap gempita. Ia meniup lilin dan memotong kue. Cahaya blitz terus menerpanya. Meski kesal. Ia harus bertahan.“Yang bisa menjawab pertanyaan saya. Bisa mendapat kue pertama dari tuan Druf.” Ucap Brian.Mendadak aula menjadi riuh. Semua berharap mereka bisa menjawab dan mendapat kue tersebut.“Tenang. Saya akan membaca pertanyaannya.” Lanjut Brian.Suasana hening sejenak. Druf berdiri dengan gelisah.“Berapakah tinggi tuan Druf?”Banyak tangan diacungkan. Secara acak Brian menunjuk seseorang. Gadis terpilih yang ia tunjuk langsung memekik kegirangan. Ia maju dan berdiri di dekat Druf dengan gugup. Makeup ala penyihir yang digunakannya tak mampu menyembunyikan sorot kebahagiaan di wajahnya. Brian mendekatkan mikrofonnya ke mulut gadis yang entah siapa namanya itu.“Tingginya. 180 cm.” Ucapnya.“Sayang sekali jawabannya benar.” Teriak Brian. Gadis itu melompat kegirangan bahkan ia berteriak-teriak memamerkan keberhasilannya dengan mengelilingi undangan layaknya pemain bola yang berhasil mencetak gol.“Kuenya langsung dari tuan Druf. Boleh foto bareng tapi jangan disentuh apalagi berpelukan ya.”Gadis itu mengangguk. Ia menarik temannya meminta tolong untuk difoto. Dengan gembira ia menerima kue dari Druf dan berfoto berdua.Semua orang terlihat iri pada gadis beruntung itu.“Lagi. Lagi. Lagi.” Teriak seluruh undangan berbarengan.“Maaf, momen ini hanya satu kali. Karena tuan Druf harus ke ruangan sebelah. Sekali lagi maaf ya. Kalian akan mendapat semua kuenya tanpa terkecuali.” Ucap Brian melambaikan tangan. Tanda acara itu sudah berakhir. Terdengar desahan kekecewaan dari segala penjuru.Druf memejamkan mata cukup lama. Di sekelilingnya para petinggi vampir menunggu reaksinya. Ia lolos ritual pertama, berkomunikasi langsung dengan manusia dalam jumlah banyak. Jika ia terlihat kehausan dan kesulitan dengan banyaknya bau amis darah berarti ia gagal. Sekarang ia meminum darah lagi. Darah kedua. Darah yang sama dari darah yang pertama ia minum. Sebenarnya Druf tak mengerti betul ritual tersebut gunanya untuk apa. Bagi Druf meminum banyak darah atau tanpa darah sama sekali tidak ada masalah. Samuel tak henti-hentinya mengusap dagunya. Ia tegang. Berharap anak yang dirawatnya itu lolos dari ujian ini. Meski ia tahu Druf akan lolos dengan mudah. Tetap saja ia merasa hawatir. Biasanya kebanyakan vampir akan tambah liar jika meminum darah murni manusia. Darah yang diambil dari gadis perawan atau perjaka. Dan vampir kaum bangsawan yang kesakitan merupakan pertanda bahwa mereka tidak bisa menjadi raja. Bagi Druf melalui prosesi ini dengan mulus sangatlah penting. Ia harus me
Kepalanya masih terasa sakit. Namun tidur terus-terusan bukanlah hal baik. “Maaf mengganggu Tuanku.” Suara khas Samuel dan ucapan ‘tuan’ kembali mengganggu Druf. “Paman, bisa tidak kalau cuma berdua panggil aku seperti sebelumnya. Seperti dulu,” ucapnya kesal. “Anda harus terbiasa Tuan.” Druf memoncongkan bibirnya. Ekspresinya sungguh lucu sekali. “Ada perlu apa Paman? Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan.” Samuel mengambil nafas sejenak kemudian berkata, “Tuan sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku. Beberapa hari ini pergerakan Tuan seperti diluar kendali.” “Apa maksud Paman?” Samuel menceritakan semuanya seperti seorang detektif. Sejak Elena jatuh dan ia hendak menciumnya. Kemudian mengganggunya di koridor kampus secara detail. Bahkan, menunjukkan video ketika Druf membunuh vampir liar dan menyelamatkan Elena. Saat ia memeluknya kemudian Elena mengisap darah ditelunjuknya. Sesaat setelah itu tampak Elena seperti melamun agak lama hingga ia menyuruhnya pulang
Plak. Tamparan keras Brian mendarat di pipi Kris. “Adik tak berguna!” bentak kakaknya kasar. Sementara itu Misha dan Cloe berpelukan. Mereka takut mendapat hukuman dari kakak Kris. “Maafkan kami.” ucap keduanya bersamaan. “Diam!” bentak Brian pada keduanya. “Harusnya kalian menjaga Elena dan memastikannya di mobil yang mana dan dengan siapa dia ikut.” Mata Brian merah menyala. Taringnya sudah sejak tadi tampak. “Kak, pliss... Tolong maafin aku,” ucap Kris memelas. “Bagaimana ini, bagaimana jika tuan Druf tahu kalau Elena menghilang,” ucap Brian gusar. Ia menarik-narik rambutnya. ”Ini semua gara-gara kalian. Diberi satu tugas saja gak becus.” Kemarahan Brian meradang. Dibuangnya buku-buku yang tadinya tertata rapi hingga berjatuhan dilantai. “Oh, jadi Elena menghilang,” suara berat dan dingin milik Druf mengagetkan Brian dan ketiga gadis itu. Druf melayang di udara ia memejamkan matanya cukup lama. “Cepat! sekarang juga cari Elena!” ucap Druf dengan kemarahan yang lua
Druf dan Frans berpandangan. Hidung keduanya yang tajam samar-samar mencium amis darah yang mereka kenal. Bau darah itu tidak begitu kuat karena terhalang aroma lain yang lebih menyengat. Tapi keduanya yakin itu darah Elena. Druf sangat hafal dengan darah Elena sedangkan Frans dialah yang merawat Elena selama gadis itu terluka. Bahkan disaat pengukuhan putra mahkota dialah yang menukar darah Risma yang disiapkan Samuel untuk diminum Druf ke darah Elena yang lebih suci dan masih perawan. Frans adalah penjaga Druf. Dia tidak peduli siapapun yang akan dilawannya. Tercium saja sedikit pengkhianatan dia akan langsung melawannya meskipun itu Samuel sendiri. Dengan sigap Frans melesat melebihi tuannya. Ia sengaja mendahului Druf untuk memastikan adanya bahaya atau tidak. Hidungnya menelusuri bau darah yang hilang dan timbul bercampur aduk dengan bau bensin yang menyengat. Tidak berapa lama ia berdiri di depan gudang yang sebelumnya ia pernah menyelamatkan Elena yang pingsan disana. “
Druf menatap langit-langit kamarnya. Ia baru tersadar setelah terkena tembakan bius dari Frans. Tubuhnya terasa berat. Namun bukan itu yang membuatnya tetap diam di atas kasur. Ada hal yang ia hindari. Hal yang rasanya tidak ingin ia dengar. Kenyataan pahit yang harus ia terima. Luka di hati yang membuatnya lemah dan tak berdaya. Rasa kehilangan yang terus menerjang hatinya. Druf duduk dengan pikiran kalut. Penghianatan. Kehilangan. Menyerang ketenangan hidupnya bersamaan. “Tuan.” Druf menoleh. Ia melihat Frans sedang berdiri di ambang pintu. “Aku percaya kau akan sanggup melewati semua ini.” Ujar Frans. Ia duduk di samping Druf. “Apa kau tidak mau melihatnya untuk yang terakhir kali?” Kata-kata Frans seperti sembilu yang mengiris-ngiris hatinya. “Harusnya malam itu aku menggigitnya. Setidaknya dia akan tetap hidup hingga detik ini.” Sesal Druf. Frans memegang pundaknya. “Tapi aku tahu Tuan tak akan melakukannya. Bukankah kita sepakat bahwa hidup terlalu lama di dunia in
Hari-hari berlalu. Druf kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Meski semuanya telah berubah dan berbeda ia tetap bertahan. Kekacauan di gudang asrama sudah dibersihkan. Bahkan gudang itu digusur. Druf tak ingin kenangan menyakitkan yang menimpa Elena masih ada. Selain itu, gudang tersebut juga tidak terpakai. Di atas lahan tersebut Druf berniat membangun taman yang indah. Setidaknya itu akan menggantikan kisah kelam di baliknya. Banyak mahasiswa asrama yang tidak tahu mengenai kejadian tersebut. Karena saat kejadian berlangsung mereka semua dalam keadaan tak sadarkan diri, akibat obat tidur yang dicampurkan Samuel ke dalam makanan mereka. Kini rutinitas perkuliahan berjalan normal seperti biasa. Seolah tak pernah terjadi apa-apa. Bahkan ujian semester sudah usai. Untuk sementara Brian memimpin universitas. Sedangkan Frans kembali ke kantornya di bidang kesehatan. Druf? Sudah seminggu ia mengunci dirinya di dalam kamar. Mimpi buruk selalu menghantuinya. Dulu hanya mimpi
Druf POV Mom. Mom. Elena. Elena. Aku mengejar keduanya. Mereka tertawa melihat tingkahku. Aku mempercepat langkah. Anehnya kekuatan vampirku tidak berlaku disini. Secepat apapun aku berlari mereka tidak dapat kugapai. Mom. elena. Entah mengapa tubuhku tidak bisa bergerak. Seolah-olah ada benda berat yang menindihku..... Dengan peluh yang berceceran aku terbangun dengan masih menutup mata. Mimpi itu lagi. Aku mencoba menggeliat tapi tubuhku terasa berat. Hanya ujung kakiku yang bisa kugerakkan. Samar-samar aroma melati tercium olehku. Eh, ini darah manusia. Ya, darah beraroma melati. Segera kubuka mata. Dan pertama yang kulihat adalah pusar kecil di perut ramping dan rata. Dia hanya memakai baju sebatas dada. Dengan pants pendek diatas lutut. “Oh, sudah bangun.”Suara seorang wanita. Kulihat wajah wanita yang kini duduk tepat di atas perutku. Hidungnya mancung dengan bibir tebal namun mungil. Matanya tajam memandangku. Apa aku sedang bermimpi. Jika bukan mimpi. Siapa wa
“Mom, mommy... , jangan tinggalkan aku, Mom,” rengek Druf. Kaki mungilnya berlari menuruni tangga istana. Ia hendak mengejar ibunya yang diseret paksa oleh beberapa menteri. Druf tidak mengerti mengapa mereka berbuat seperti itu pada isteri pimpinannya. Padahal ibunya sangat baik dan juga berperan sangat besar bagi kekaisaran.“Druf di sini sama, Dad,” ucap Mom dengan mata yang basah oleh air mata. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang sangat mendalam. Ekspresi itu sangat sulit untuk dilupakan oleh Druf.“Tapi Druf juga ingin sama, Mom,” sahutnya polos. Tiba-tiba Raja Cezar datang dan memeluk Druf dengan air mata yang mengalir. Sejenak Druf tertegun, namun akhirnya Druf tertawa karena menurutnya mata raja Cezar seperti langit yang menurunkan hujan. Druf menyentuh air mata itu dengan tangannya. Air mata merah seperti darah.“Jangan dekat-dekat mom, ya,” bisik ayahnya. “Gak mau. Druf mau Mom," ucap Druf kecil sambil memberontak ingin terlepas dari pelukan Raja Cezar. Sementara air