Share

Empat

Gerbang setinggi tiga meter dibuka tepat sejak matahari tenggelam. Para penjaga bertubuh kekar nampak siaga di pos masingmasing. Beberapa di antaranya memakai jas layaknya pakaian resmi. Sementara sebagian yang lain memakai setelan kaos hitam. Dan kebanyakan dari mereka memakai semacam earphone ditelinga masing-masing. Alat itu menghubungkan komunikasi mereka dari posisi yang satu ke posisi lain.

Sesuai pengumuman yang telah di siarkan. Semua orang yang ada di sekitar rumah Druf memakai baju hitam..Bahkan tamu yang datang dengan mobil mahal juga memakai setelan warna hitam. Nampaknya mereka para pengusaha kaya luar kota yang diundang untuk acara besok malam.

Risma dan Elena memperhatikan semua pergerakan itu. Saat ini semua penjagaan terfokus pada rumah besar nan megah seperti istana. Jadi mereka bisa leluasa pergi tanpa takut diketahui siapa pun.

Kebetulan ibu asrama mereka sedang rapat, jadi kesempatan itu tak akan disiakan. Keduanya sudah siap melaksanakan rencana yang mereka susun sejak tadi pagi.

“Ris, apa ini tidak terlalu berbahaya. Jika ada yang mengetahui kalau kita keluar bagaimana? Bisa gawat nih,”rengek Elena di dekatnya dengan wajah gelisah. Ini adalah kali pertama ia melanggar sebuah peraturan. Berbeda dengan Risma. Sejak dulu Risma terbiasa melakukannya. Jadi wajar jika dirinya sama sekali tidak takut.

Sinar bulan purnama memantulkan kecantikan Elena yang alami tanpa polesan apa pun. Rambut hitam legamnya tergerai begitu saja dengan indah. Sedangkan dressselutut yang ia pakai. Mengikuti lekuk tubuhnya. Sekilas ia tampak sederhana dan apa adanya. Meski sebenarnya tubuhnya begitu sintal nan sexy alami.

Berbeda dengan Risma yang notabene fashionable dan anak orang kaya itu. Hidungnya saja sudah pernah dipermak di tangan ahli bedah ternama di Korea. Kecantikannya bermodal. Tapi bagi Elena ia sahabat yang baik, bahkan meski Elena orang miskin dan bisa kuliah di universitas beken ini karena beasiswa. Ia tetap menganggapnya dan selalu bersamanya. Di saat banyak teman tak mau berteman dengannya.

“Ayo jangan cuma ngelamun.” Risma menarik tangannya. Elena hanya mengekor di belakang.

Mereka berjalan pelan kemudian dibelokan pertama mereka menghilang diantara semak-semak. Sebenarnya itu bukan jalan yang biasa mereka lalui jika hendak ke kota. Tapi malam ini mereka butuh jalan pintas agar bisa sampai dan pulang dengan cepat.

Risma melihat GPS di handphone-nya. Salah sedikit mereka bisa kesasar terlalu jauh ke dalam hutan. Keduanya tidak menyadari. Hutan Epping bukanlah hutan biasa yang cukup aman untuk dia lalui di malam hari. Selain menyesatkan, hutan tersebut terkenal angker.

Elena mendadak mencengkeram pundak Risma.

“Auuuu, apaan sih El??”

“Ada sesuatu di semak-semak itu. Perasaanku sungguh tak enak.”

“Itu cuma perasaanmu saja El.”Sahut Risma. Namun suara itu semakin dekat di telinga Elena.

“Ris, aku takut.”

“Cemen lu ah.” Sahut Risma

Tiba-tiba tanpa disangka. Sebuah tangan mencengkeram bahu Elena dari belakang. Elena bergidik ngeri. Apalagi langkahnya tertahan tangan itu. Ia tidak bisa lari ataupun menghindar. Hanya satu hal yang bisa di lakukannya.

“Kyaaaaaaaaaa...” Teriaknya memecah sunyinya hutan.

Spontan Risma menoleh dan melihat apa yang terjadi dengan Elena. Ekspresi Risma tak dapat digambarkan. Wajahnya mendadak pucat pasi. Dengan mata terbelalak dan tanpa bicara sedikit pun ia lari tunggang langgang meninggalkan Elena sendirian.

“Ris......Pliiissss jangan tinggalkan aku.” Tangisnya pecah dengan tubuh gemetar. Ia tak menyangka sahabatnya itu akan meninggalkannya sendirian.

“Lepaskan.” Elena meronta-ronta. Tapi cengkeraman tangan itu sangat kuat. Hingga baju di bahunya robek karna kuku yang tumbuh panjang berwarna hitam dari tangan yang mencengkeramnya.

Betapa ia sangat shock. Melihat makhluk apa yang menahannya itu. Seorang pria. Ah tidak, mungkin dia hantu atau apa. Wajahnya pucat seperti mayat. Bola matanya merah semerah darah.

“S..si..Siapa k..Kamu??”

Bukannya jawaban yang ia terima. Lelaki itu justru menyeringai dan menunjukkan gigi taringnya yang mencuat keluar.

Vampir ???

Elena menggeleng tak percaya. Ia semakin meronta. Tapi apa daya kekuatan manusia di depan vampir kelaparan seperti itu. Sekuat apa pun ia mencoba tidak akan berpengaruh sama sekali.

Vampir itu mendorongnya hingga terjatuh. Kemudian menindihnya hingga ia tak bisa bergerak sedikit pun.

“Kumohon... biarkan saya pergi. Darah saya pahit..” Ucapnya memelas.

Vampir itu tertawa, menertawakan keluguan Elena.

“Apa? Darahmu sangat istimewa. Siapa pun pasti ingin menikmatinya. Jadi jangan banyak bicara. Hahaha.”

Elena menangis sejadi-jadinya. Ia menangisi nasibnya yang malang. Masa depannya berakhir hanya sampai di sini. Saat vampir itu menjilati lehernya ia memejamkan matanya. Pasrah.

Kraakk..

Terdengar suara ranting patah dan rintihan menahan sakit. Elena membuka matanya. Dilihatnya seseorang melawan vampir yang menyerangnya. Beruntung vampir itu akhirnya mati mengenaskan tergantung di sebuah dahan yang menembus jantungnya.

“Kau tidak apa-apa?” Suara itu begitu hangat. Elena merasa mengenalnya. Namun ia ragu. Rasanya tidak mungkin orang itu adalah Druf. Elena langsung meraih tangan pemuda yang terulur padanya tanpa ragu. Ia berhambur memeluknya.

Tangisnya kembali pecah untuk ke sekian kali.

“Aku takut.” Rengeknya. Tangan dan tubuhnya masih bergetar.

Cowok itu memeluknya, membelai rambutnya kemudian mengecup pucuk kepalanya. Elena merasa hangat dan tenang.

“Tidak apa-apa sayang. Semua baik-baik saja. Aku akan slalu menjagamu.”

Sayang????

Elena mendongak. Menyadari dirinya berada dalam pelukan cowok asing. Ia mendorong tubuh itu agar melepas pelukannya namun gagal.

Cowok itu semakin mengeratkan pelukannya. Wajahnya sama sekali tidak terlihat karena saat itu bulan sedang ditutupi awan.

“Berhentilah menangis. Aku di sini.” Bisiknya.

Jari jempolnya mengusap air mata Elena begitu lembut. Saat itulah Elena menyadari jari jempol malaikat penyelamatnya terluka.

Sebab hidung Elena samar-samar mencium amis darah.

“Kau terluka.” Ucapnya. Tanpa menunggu, diraihnya jempol yang terluka itu kemudian menghisapnya. Maksud hati ia menghisap darahnya untuk dibuang tapi karena buru-buru ia tersedak dan darah yang menggenang di mulutnya tertelan.

Ia merasa mual karena rasa darah di tenggorokannya. Tapi karena gengsi Elena pura-pura membuang darah dimulutnya ke tanah.

Ia merobek kain dibahunya yang sudah hampir lepas, kemudian mengikatnya di jempol cowok itu.

Elena tak menyadari, tingkahnya membuat cowok di hadapannya tertegun.

“Apa masih sakit???” Tanyanya, karena menyadari cowok di hadapannya mematung.

Tanpa diduga kedua tangan cowok itu meraih pinggangnya. Menariknya ke dalam pelukannya. Kemudian ia menunduk mendekati wajah Elena. Nafasnya yang segar begitu terasa saat kedua nafas mereka bertemu..

Awalnya Elena tak terima perlakuan itu.

Namun saat lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Elena memilih memejamkan mata dengan pasrah. Namun yang ia dapat hanya desahan panjang yang menerpa wajahnya. Cowok itu hanya menatap Elena di kegelapan. Kemudian memeluknya lagi.

“Kau hanya milikku.” Bisiknya, suaranya terdengar seksi di telinga Elena.

“Kembalilah ke asramamu. Di sana lebih aman untukmu.”

Elena hanya mengangguk, mengambil slingbag-nya yang tadi jatuh dan tak lupa merapikan keadaannya yang berantakan.

“Pakailah ini.”

Elena menerima sweter yang disodorkan kepadanya meski kebesaran ditubuhnya yang sexy.

“Kau bagaimana?”

Ucap Elena seraya melirik perut sixpack cowok di hadapannya.

Yang diterpa cahaya bulan yang mengintip malu-malu di balik awan.

Oh, no. Jerit hati kecilnya. Itssohot.

“Aku tidak apa-apa. Cepatlah pergi sebelum aku berubah pikiran untuk menenggelamkanmu dalam pelukanku.”

Elena hanya manyun. Mengerucutkan bibirnya ke depan. Membuat cowok itu gemas dan menjewer pipinya “Sialan.” Elena terkejut.

“Cepatlah berjalan dan jangan menoleh. Aku mengawasimu dari belakang.”

Elena menurut ia melangkahkan kakinya berjalan mengikuti jalan yang pernah ia lewati tadi. Tampaknya hari sudah terlalu larut malam.

Suasana begitu sepi. Ia mempercepat langkahnya masuk ke asrama tanpa sepengetahuan siapa pun.

Cowok itu, yang tidak lain adalah Druf memandang tubuh Elena yang menghilang di tembok asrama. Sedikit lagi ia terlambat menolong gadis itu. Ia akan merasakan kehilangan dalam hidupnya. Druf memantapkan hati. Jika gadis itu juga menyukainya. Tidak butuh waktu lama ia akan melamarnya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status