Druf memejamkan mata cukup lama. Di sekelilingnya para petinggi vampir menunggu reaksinya. Ia lolos ritual pertama, berkomunikasi langsung dengan manusia dalam jumlah banyak. Jika ia terlihat kehausan dan kesulitan dengan banyaknya bau amis darah berarti ia gagal. Sekarang ia meminum darah lagi. Darah kedua. Darah yang sama dari darah yang pertama ia minum. Sebenarnya Druf tak mengerti betul ritual tersebut gunanya untuk apa. Bagi Druf meminum banyak darah atau tanpa darah sama sekali tidak ada masalah.
Samuel tak henti-hentinya mengusap dagunya. Ia tegang. Berharap anak yang dirawatnya itu lolos dari ujian ini. Meski ia tahu Druf akan lolos dengan mudah. Tetap saja ia merasa hawatir.Biasanya kebanyakan vampir akan tambah liar jika meminum darah murni manusia. Darah yang diambil dari gadis perawan atau perjaka. Dan vampir kaum bangsawan yang kesakitan merupakan pertanda bahwa mereka tidak bisa menjadi raja. Bagi Druf melalui prosesi ini dengan mulus sangatlah penting. Ia harus meyakinkan semuanya bahwa ia memang pantas menjadi seorang kaisar.Druf membuka matanya. Tidak ada tanda-tanda apapun yang ditunjukkannya. Bahkan iris matanya tetap berwarna biru langit.“Luar biasa,” ucap Gordon penasehat Kerajaan Transylvania. “Aku akan memberitahu raja Cezar kelak, bahwa iya patut berbangga diri punya putra mahkota hebat sepertimu. Mana cincin itu?”Seorang gadis cantik maju dengan membawa cincin yang bersinarsinar didalam ruangan yang temaram itu.Gordon membaca sumpah janji tanggungjawab pangeran penerus tahta kekaisaran. Kemudian memasukkan cincin itu di jari telunjuk Druf.Seluruh anggota vampir diruangan itu menekuk lutut dan menundukkan kepalanya, “Kami siap mengabdikan diri padamu Tuanku,” ucap mereka bersamaan.Druf mengangkat tangan yang telah tersemat cincin disana.”Aku terima sumpah setia kalian.” Ucapnya. Samuel bernafas lega dengan perasaan bangga.***2 jam sebelum pesta.Elena sudah siap dengan gaun yang dipakainya. Ia terlihat berbeda dari sebelumnya. Kecantikannya semakin terpancar. Ia mematut dirinya di cermin. Di pesta nanti ia berharap bertemu dengan malaikat penolongnya itu.Setelah mengunci kamar ia segera bergegas ke kamar Risma. Namun sesampainya disana kamar itu sudah terkunci. Elena ragu apakah Risma meninggalkannya. Koridor asrama perempuan sudah sepi.Tampaknya hanya tinggal Elena sendirian. Jika ia tak juga bergegas, kesempatan bertemu malaikatnya akan menipis.Dengan tergesa Elena berjalan menuruni tangga namun sesampainya di bawah seseorang memukul pundaknya dengan keras.Buggghh.Tubuh Elena langsung ambruk tak sadarkan diri. Seorang gadis tersenyum menyeringai. Dengan sigap ia menyeret tubuh Elena ke suatu gudang dekat asrama.‘Dasar gadis kampungan. Kau tak pantas memakai gaun ini,’ bisiknya.***Para petinggi vampir menuju aula pesta husus mereka. Paman Samuel menjamu mereka sesuai tradisi para vampir. Sementara Druf sampai di balkon kamarnya.Ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya sejak meminum darah itu. Darah siapakah yang ia minum. Tubuhnya terasa hangat dan semakin hangat.Jas dan kemejanya dilepas begitu saja. Perut sixpack-knya bercahaya tertimpa cahaya bulan purnama yang sebentar lagi gerhana total. Druf merasakan sakit di jantungnya. Rasa sakit itu semakin terasa bersamaan dengan tertutupnya purnama secara sempurna.Druf mencium wangi tanah. Wangi dedaunan. Wangi air laut. Ia merasakan kekuatan alam mencoba merasuki tubuhnya. Situasi sakral saat purnama gerhana begitu kuat menyelimutinya. Druf merasakan sakit yang begitu hebat, nafasnya sesak. Seluruh urat nadinya bereaksi pada kekuatan yang tiba-tiba memenuhi tubuhnya.Tubuhnya terasa ringan hingga melayang ke udara. Cahaya kuning kehijauan menyelimuti tubuhnya. Angin menderu hebat. Bumi bergetar. Langit gelap terang dengan suara gemuruh di kejauhan. Suara kilat menyambar memecah keramaian pesta. Listrik mati. Suasana tiba-tiba mencekam. Terdengar lolongan serigala di kejauhan.Di aula pesta semua orang diam tak berkutik. Sementara itu di aula lain Samuel segera bergegas mencari Druf. Ia hawatir.“Druf!” teriaknya.Druf merasakan kekuatannya bertambah besar. Iris matanya berubah hitam pekat dengan gradasi warna kuning keemasan menjulang di tengahnya berbentuk prisma. Dahinya mengeluarkan cahaya merah. Kemudian bergerak membentuk bulan sabit diantara kedua ujung alisnya.Samuel tiba ditempat itu disaat transformasi Druf sempurna. Ia terkejut melihat perubahan Druf. Beberapa menit kemudian tubuh Druf terjatuh dan kembali ke wujudnya semula. Bersamaan dengan itu gerhana telah berakhir. Listrik kembali menyala. Dan suasana kembali seperti sediakala seolah tak terjadi apa-apa.Samuel segera memindahkan Druf yang tak sadarkan diri ke pembaringan. Ia melihat tanda di dahinya memudar kemudian menghilang.“Druf,” panggilnya lirih. Druf sama sekali tak bergeming. Samuel atau yang biasa dipanggil paman Sam menyelimuti tubuh Druf penuh kasih.Kemudian ia segera turun, mungkin para petinggi sedang menunggu kedatangannya. Di tempat lain Elena mengerjapkan matanya. Ia menatap langit dan sekelilingnya.“Kamu sudah sadar?” tanya seorang dokter yang tempo hari pernah merawat luka di kepalanya.“Dr. Frans?” ucap Elena kebingungan.“Yup, tak sengaja tadi aku melihat temanmu sendiri menyeret tubuhmu ke dalam gudang. Jadi aku mengikuti kalian.”“Risma?”Frans mengangguk.“Sepertinya persahabatan kalian hanya bertahan sebatas gaun.”Elena melihat gaunnya sudah bukan gaun miliknya lagi. Itu gaun Risma,mungkin ia sudah menukarnya. Teganya Risma berbuat itu padanya. Dia menghianati persahabatan mereka hanya untuk sebuah gaun. Air mata tiba-tiba menetes dari sudut matanya. Hatinya terasa perih.“Terima kasih dokter sudah menolongku, sebaiknya aku harus kembali ke asrama,” pamitnya.“Lo, gak mau hadir ke pesta?? Pestanya masih berlangsung, lo.”Elena menggeleng lemah dan tersenyum tipis. Keinginannya untuk bertemu malaikatnya mendadak sirna. Ia melangkahkan kakinya keluar dari ruang kesehatan dengan lesu.“Tunggu!” teriakan Frans membuat langkahnya terhenti.“Tadi ada tuan Druf menitipkan pesan padaku kalau besok saat jam istirahat kampus. Ia ingin mentraktirmu makan.”Apa? Elena merasa pendengarannya bermaslah, mana mungkin cowok itu mengajaknya makan. Tapi karena Frans masih berdiri menunggu jawabannya. Elena segera menganggukkan kepala. Meski ia ragu.Frans tersenyum.Kepalanya masih terasa sakit. Namun tidur terus-terusan bukanlah hal baik. “Maaf mengganggu Tuanku.” Suara khas Samuel dan ucapan ‘tuan’ kembali mengganggu Druf. “Paman, bisa tidak kalau cuma berdua panggil aku seperti sebelumnya. Seperti dulu,” ucapnya kesal. “Anda harus terbiasa Tuan.” Druf memoncongkan bibirnya. Ekspresinya sungguh lucu sekali. “Ada perlu apa Paman? Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan.” Samuel mengambil nafas sejenak kemudian berkata, “Tuan sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku. Beberapa hari ini pergerakan Tuan seperti diluar kendali.” “Apa maksud Paman?” Samuel menceritakan semuanya seperti seorang detektif. Sejak Elena jatuh dan ia hendak menciumnya. Kemudian mengganggunya di koridor kampus secara detail. Bahkan, menunjukkan video ketika Druf membunuh vampir liar dan menyelamatkan Elena. Saat ia memeluknya kemudian Elena mengisap darah ditelunjuknya. Sesaat setelah itu tampak Elena seperti melamun agak lama hingga ia menyuruhnya pulang
Plak. Tamparan keras Brian mendarat di pipi Kris. “Adik tak berguna!” bentak kakaknya kasar. Sementara itu Misha dan Cloe berpelukan. Mereka takut mendapat hukuman dari kakak Kris. “Maafkan kami.” ucap keduanya bersamaan. “Diam!” bentak Brian pada keduanya. “Harusnya kalian menjaga Elena dan memastikannya di mobil yang mana dan dengan siapa dia ikut.” Mata Brian merah menyala. Taringnya sudah sejak tadi tampak. “Kak, pliss... Tolong maafin aku,” ucap Kris memelas. “Bagaimana ini, bagaimana jika tuan Druf tahu kalau Elena menghilang,” ucap Brian gusar. Ia menarik-narik rambutnya. ”Ini semua gara-gara kalian. Diberi satu tugas saja gak becus.” Kemarahan Brian meradang. Dibuangnya buku-buku yang tadinya tertata rapi hingga berjatuhan dilantai. “Oh, jadi Elena menghilang,” suara berat dan dingin milik Druf mengagetkan Brian dan ketiga gadis itu. Druf melayang di udara ia memejamkan matanya cukup lama. “Cepat! sekarang juga cari Elena!” ucap Druf dengan kemarahan yang lua
Druf dan Frans berpandangan. Hidung keduanya yang tajam samar-samar mencium amis darah yang mereka kenal. Bau darah itu tidak begitu kuat karena terhalang aroma lain yang lebih menyengat. Tapi keduanya yakin itu darah Elena. Druf sangat hafal dengan darah Elena sedangkan Frans dialah yang merawat Elena selama gadis itu terluka. Bahkan disaat pengukuhan putra mahkota dialah yang menukar darah Risma yang disiapkan Samuel untuk diminum Druf ke darah Elena yang lebih suci dan masih perawan. Frans adalah penjaga Druf. Dia tidak peduli siapapun yang akan dilawannya. Tercium saja sedikit pengkhianatan dia akan langsung melawannya meskipun itu Samuel sendiri. Dengan sigap Frans melesat melebihi tuannya. Ia sengaja mendahului Druf untuk memastikan adanya bahaya atau tidak. Hidungnya menelusuri bau darah yang hilang dan timbul bercampur aduk dengan bau bensin yang menyengat. Tidak berapa lama ia berdiri di depan gudang yang sebelumnya ia pernah menyelamatkan Elena yang pingsan disana. “
Druf menatap langit-langit kamarnya. Ia baru tersadar setelah terkena tembakan bius dari Frans. Tubuhnya terasa berat. Namun bukan itu yang membuatnya tetap diam di atas kasur. Ada hal yang ia hindari. Hal yang rasanya tidak ingin ia dengar. Kenyataan pahit yang harus ia terima. Luka di hati yang membuatnya lemah dan tak berdaya. Rasa kehilangan yang terus menerjang hatinya. Druf duduk dengan pikiran kalut. Penghianatan. Kehilangan. Menyerang ketenangan hidupnya bersamaan. “Tuan.” Druf menoleh. Ia melihat Frans sedang berdiri di ambang pintu. “Aku percaya kau akan sanggup melewati semua ini.” Ujar Frans. Ia duduk di samping Druf. “Apa kau tidak mau melihatnya untuk yang terakhir kali?” Kata-kata Frans seperti sembilu yang mengiris-ngiris hatinya. “Harusnya malam itu aku menggigitnya. Setidaknya dia akan tetap hidup hingga detik ini.” Sesal Druf. Frans memegang pundaknya. “Tapi aku tahu Tuan tak akan melakukannya. Bukankah kita sepakat bahwa hidup terlalu lama di dunia in
Hari-hari berlalu. Druf kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Meski semuanya telah berubah dan berbeda ia tetap bertahan. Kekacauan di gudang asrama sudah dibersihkan. Bahkan gudang itu digusur. Druf tak ingin kenangan menyakitkan yang menimpa Elena masih ada. Selain itu, gudang tersebut juga tidak terpakai. Di atas lahan tersebut Druf berniat membangun taman yang indah. Setidaknya itu akan menggantikan kisah kelam di baliknya. Banyak mahasiswa asrama yang tidak tahu mengenai kejadian tersebut. Karena saat kejadian berlangsung mereka semua dalam keadaan tak sadarkan diri, akibat obat tidur yang dicampurkan Samuel ke dalam makanan mereka. Kini rutinitas perkuliahan berjalan normal seperti biasa. Seolah tak pernah terjadi apa-apa. Bahkan ujian semester sudah usai. Untuk sementara Brian memimpin universitas. Sedangkan Frans kembali ke kantornya di bidang kesehatan. Druf? Sudah seminggu ia mengunci dirinya di dalam kamar. Mimpi buruk selalu menghantuinya. Dulu hanya mimpi
Druf POV Mom. Mom. Elena. Elena. Aku mengejar keduanya. Mereka tertawa melihat tingkahku. Aku mempercepat langkah. Anehnya kekuatan vampirku tidak berlaku disini. Secepat apapun aku berlari mereka tidak dapat kugapai. Mom. elena. Entah mengapa tubuhku tidak bisa bergerak. Seolah-olah ada benda berat yang menindihku..... Dengan peluh yang berceceran aku terbangun dengan masih menutup mata. Mimpi itu lagi. Aku mencoba menggeliat tapi tubuhku terasa berat. Hanya ujung kakiku yang bisa kugerakkan. Samar-samar aroma melati tercium olehku. Eh, ini darah manusia. Ya, darah beraroma melati. Segera kubuka mata. Dan pertama yang kulihat adalah pusar kecil di perut ramping dan rata. Dia hanya memakai baju sebatas dada. Dengan pants pendek diatas lutut. “Oh, sudah bangun.”Suara seorang wanita. Kulihat wajah wanita yang kini duduk tepat di atas perutku. Hidungnya mancung dengan bibir tebal namun mungil. Matanya tajam memandangku. Apa aku sedang bermimpi. Jika bukan mimpi. Siapa wa
“Mom, mommy... , jangan tinggalkan aku, Mom,” rengek Druf. Kaki mungilnya berlari menuruni tangga istana. Ia hendak mengejar ibunya yang diseret paksa oleh beberapa menteri. Druf tidak mengerti mengapa mereka berbuat seperti itu pada isteri pimpinannya. Padahal ibunya sangat baik dan juga berperan sangat besar bagi kekaisaran.“Druf di sini sama, Dad,” ucap Mom dengan mata yang basah oleh air mata. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang sangat mendalam. Ekspresi itu sangat sulit untuk dilupakan oleh Druf.“Tapi Druf juga ingin sama, Mom,” sahutnya polos. Tiba-tiba Raja Cezar datang dan memeluk Druf dengan air mata yang mengalir. Sejenak Druf tertegun, namun akhirnya Druf tertawa karena menurutnya mata raja Cezar seperti langit yang menurunkan hujan. Druf menyentuh air mata itu dengan tangannya. Air mata merah seperti darah.“Jangan dekat-dekat mom, ya,” bisik ayahnya. “Gak mau. Druf mau Mom," ucap Druf kecil sambil memberontak ingin terlepas dari pelukan Raja Cezar. Sementara air
Brian dan Frans berlari cepat. Meloncat dari pohon ke pohon. Mengikuti anak buah mereka di depan. Setelah agak jauh masuk ke dalam hutan mereka turun dan berhenti di tepian sungai kecil. Disana sudah ada beberapa vampir yang berjaga. Brian menghela nafas. Melihat di sebuah batu tergeletak mayat yang kakinya menjuntai ke bibir sungai. Tak dapat dipungkiri itu salah satu anak buah yang disuruhnya menyisir hutan tadi malam. Berarti mereka bertarung melawan seseorang. Tapi siapa? Apakah musuh lama mereka? Atau orang lain? “Frans gunakan kemampuanmu melihat masa lalu mayat ini.” tanpa menjawab Frans langsung menyentuhkan tangannya ke tubuh sang mayat. Kemudian memejamkan mata. Tak lama ia melihat kegelapan. Kemudian sepasang mata merah menyala menatapnya di kegelapan. Kemudian pohon-pohon bergerak. Pemilik mata itu melarikan diri. Frans seperti tengah mengejarnya. Kemudian ia turun di tepian sungai. “Berhenti, siapa kau?” Tanya Frans atau lebih tepatnya itu suara vampir yang dilihat m