Share

Enam

Author: Miss Chuan
last update Last Updated: 2023-03-12 18:48:56

Druf memejamkan mata cukup lama. Di sekelilingnya para petinggi vampir menunggu reaksinya. Ia lolos ritual pertama, berkomunikasi langsung dengan manusia dalam jumlah banyak. Jika ia terlihat kehausan dan kesulitan dengan banyaknya bau amis darah berarti ia gagal. Sekarang ia meminum darah lagi. Darah kedua. Darah yang sama dari darah yang pertama ia minum. Sebenarnya Druf tak mengerti betul ritual tersebut gunanya untuk apa. Bagi Druf meminum banyak darah atau tanpa darah sama sekali tidak ada masalah.

Samuel tak henti-hentinya mengusap dagunya. Ia tegang. Berharap anak yang dirawatnya itu lolos dari ujian ini. Meski ia tahu Druf akan lolos dengan mudah. Tetap saja ia merasa hawatir.

Biasanya kebanyakan vampir akan tambah liar jika meminum darah murni manusia. Darah yang diambil dari gadis perawan atau perjaka. Dan vampir kaum bangsawan yang kesakitan merupakan pertanda bahwa mereka tidak bisa menjadi raja. Bagi Druf melalui prosesi ini dengan mulus sangatlah penting. Ia harus meyakinkan semuanya bahwa ia memang pantas menjadi seorang kaisar.

Druf membuka matanya. Tidak ada tanda-tanda apapun yang ditunjukkannya. Bahkan iris matanya tetap berwarna biru langit.

“Luar biasa,” ucap Gordon penasehat Kerajaan Transylvania. “Aku akan memberitahu raja Cezar kelak, bahwa iya patut berbangga diri punya putra mahkota hebat sepertimu. Mana cincin itu?”

Seorang gadis cantik maju dengan membawa cincin yang bersinarsinar didalam ruangan yang temaram itu.

Gordon membaca sumpah janji tanggungjawab pangeran penerus tahta kekaisaran. Kemudian memasukkan cincin itu di jari telunjuk Druf.

Seluruh anggota vampir diruangan itu menekuk lutut dan menundukkan kepalanya, “Kami siap mengabdikan diri padamu Tuanku,” ucap mereka bersamaan.

Druf mengangkat tangan yang telah tersemat cincin disana.”Aku terima sumpah setia kalian.” Ucapnya. Samuel bernafas lega dengan perasaan bangga.

***

2 jam sebelum pesta.

Elena sudah siap dengan gaun yang dipakainya. Ia terlihat berbeda dari sebelumnya. Kecantikannya semakin terpancar. Ia mematut dirinya di cermin. Di pesta nanti ia berharap bertemu dengan malaikat penolongnya itu.

Setelah mengunci kamar ia segera bergegas ke kamar Risma. Namun sesampainya disana kamar itu sudah terkunci. Elena ragu apakah Risma meninggalkannya. Koridor asrama perempuan sudah sepi.

Tampaknya hanya tinggal Elena sendirian. Jika ia tak juga bergegas, kesempatan bertemu malaikatnya akan menipis.

Dengan tergesa Elena berjalan menuruni tangga namun sesampainya di bawah seseorang memukul pundaknya dengan keras.

Buggghh.

Tubuh Elena langsung ambruk tak sadarkan diri. Seorang gadis tersenyum menyeringai. Dengan sigap ia menyeret tubuh Elena ke suatu gudang dekat asrama.

‘Dasar gadis kampungan. Kau tak pantas memakai gaun ini,’ bisiknya.

***

Para petinggi vampir menuju aula pesta husus mereka. Paman Samuel menjamu mereka sesuai tradisi para vampir. Sementara Druf sampai di balkon kamarnya.

Ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya sejak meminum darah itu. Darah siapakah yang ia minum. Tubuhnya terasa hangat dan semakin hangat.

Jas dan kemejanya dilepas begitu saja. Perut sixpack-knya bercahaya tertimpa cahaya bulan purnama yang sebentar lagi gerhana total. Druf merasakan sakit di jantungnya. Rasa sakit itu semakin terasa bersamaan dengan tertutupnya purnama secara sempurna.

Druf mencium wangi tanah. Wangi dedaunan. Wangi air laut. Ia merasakan kekuatan alam mencoba merasuki tubuhnya. Situasi sakral saat purnama gerhana begitu kuat menyelimutinya. Druf merasakan sakit yang begitu hebat, nafasnya sesak. Seluruh urat nadinya bereaksi pada kekuatan yang tiba-tiba memenuhi tubuhnya.

Tubuhnya terasa ringan hingga melayang ke udara. Cahaya kuning kehijauan menyelimuti tubuhnya. Angin menderu hebat. Bumi bergetar. Langit gelap terang dengan suara gemuruh di kejauhan. Suara kilat menyambar memecah keramaian pesta. Listrik mati. Suasana tiba-tiba mencekam. Terdengar lolongan serigala di kejauhan.

Di aula pesta semua orang diam tak berkutik. Sementara itu di aula lain Samuel segera bergegas mencari Druf. Ia hawatir.

“Druf!” teriaknya.

Druf merasakan kekuatannya bertambah besar. Iris matanya berubah hitam pekat dengan gradasi warna kuning keemasan menjulang di tengahnya berbentuk prisma. Dahinya mengeluarkan cahaya merah. Kemudian bergerak membentuk bulan sabit diantara kedua ujung alisnya.

Samuel tiba ditempat itu disaat transformasi Druf sempurna. Ia terkejut melihat perubahan Druf. Beberapa menit kemudian tubuh Druf terjatuh dan kembali ke wujudnya semula. Bersamaan dengan itu gerhana telah berakhir. Listrik kembali menyala. Dan suasana kembali seperti sediakala seolah tak terjadi apa-apa.

Samuel segera memindahkan Druf yang tak sadarkan diri ke pembaringan. Ia melihat tanda di dahinya memudar kemudian menghilang.

“Druf,” panggilnya lirih. Druf sama sekali tak bergeming. Samuel atau yang biasa dipanggil paman Sam menyelimuti tubuh Druf penuh kasih.

Kemudian ia segera turun, mungkin para petinggi sedang menunggu kedatangannya. Di tempat lain Elena mengerjapkan matanya. Ia menatap langit dan sekelilingnya.

“Kamu sudah sadar?” tanya seorang dokter yang tempo hari pernah merawat luka di kepalanya.

“Dr. Frans?” ucap Elena kebingungan.

“Yup, tak sengaja tadi aku melihat temanmu sendiri menyeret tubuhmu ke dalam gudang. Jadi aku mengikuti kalian.”

“Risma?”

Frans mengangguk.

“Sepertinya persahabatan kalian hanya bertahan sebatas gaun.”

Elena melihat gaunnya sudah bukan gaun miliknya lagi. Itu gaun Risma,mungkin ia sudah menukarnya. Teganya Risma berbuat itu padanya. Dia menghianati persahabatan mereka hanya untuk sebuah gaun. Air mata tiba-tiba menetes dari sudut matanya. Hatinya terasa perih.

“Terima kasih dokter sudah menolongku, sebaiknya aku harus kembali ke asrama,” pamitnya.

“Lo, gak mau hadir ke pesta?? Pestanya masih berlangsung, lo.”

Elena menggeleng lemah dan tersenyum tipis. Keinginannya untuk bertemu malaikatnya mendadak sirna. Ia melangkahkan kakinya keluar dari ruang kesehatan dengan lesu.

“Tunggu!” teriakan Frans membuat langkahnya terhenti.

“Tadi ada tuan Druf menitipkan pesan padaku kalau besok saat jam istirahat kampus. Ia ingin mentraktirmu makan.”

Apa? Elena merasa pendengarannya bermaslah, mana mungkin cowok itu mengajaknya makan. Tapi karena Frans masih berdiri menunggu jawabannya. Elena segera menganggukkan kepala. Meski ia ragu.

Frans tersenyum.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Curse Of A Vampire Prince   Empat Puluh Empat

    Pesawat yang membawa Elena tiba di Sydney. Mereka di jemput seorang lelaki setengah baya ber-jas rapi yang tak lain bawahan Druf di perusahaan Sydney Blue Sky. Selama perjalanan Samuel tidak banyak bicara. Sebenarnya ia sudah mengetahui kabar Druf yang sedang koma. Ia chattingan dengan William. Membantunya melakukan penyelamatan darurat sebisa mungkin. Ia mengirim pesan-pesan yang harus William lakukan. Andaikan Frans ada di sana ia tidak akan sehawatir ini. Samuel mendesah. Pikirannya kalut. Wajahnya tampak muram dan kusut. Elena yang melihat hal itu memandangnya dengan curiga. “Apa kau sudah mendapat kabar dari William?” Tanyanya antusias. “Eh, belum.” Kejut Samuel. Dengan cepat ia menyembunyikan ponselnya di saku jasnya. Elena melihat gerakan Samuel yang menurutnya mencurigakan. “Tolong, jangan sembunyikan apapun dariku.” Ucap Elena dengan mata berkaca-kaca memandang Samuel.”Aku akan lebih menderita jika kau menyembunyikan sesuatu dariku. Aku berjanji akan tangguh dan siap

  • The Curse Of A Vampire Prince   Empat Puluh Tiga

    “Sebelum kau melawan tuanku. Hadapi kami dulu!!” Teriak Brian dan Frans bersamaan. Ratu Victoria menyeringai. “Kalian bukanlah tandinganku HUH!!”Gertaknya. Druf memegang satu bahu Frans dan satu bahu Brian. Keduanya menoleh. “Kalian..Pergilah susul Samuel dan Elena.” Ucap Druf dalam mindline. “Tapi tuan.” Ucap Brian dan Frans bersamaan. “Ini perintah... Aku titipkan Elena dan anakku.”Mata Druf terlihat sendu. “...........” Frans dan Brian saling pandang, menunduk lalu mundur. Mata Druf bertemu dengan mata ibunya. Dua bola mata yang dulu pernah berwarna sama kini telah berubah. Druf memandang dengan iba sedangkan ibunya memandangnya penuh gairah. Ia tidak tahu mengapa harus seperti ini. Apakah ia sanggup melawan ibunya sendiri. “Seraaaang!!!!!” Perintahnya kepada setiap yang hadir. William langsung mengambil alih. Sebagai jenderal ia langsung memimpin para vampir melawan makhluk berjubah hitam. Sedangkan Druf fokus pada ibunya. “Pangeranku yang tampan. Aku tidak tahu a

  • The Curse Of A Vampire Prince   Empat Puluh Dua

    Seorang wanita cantik berdiri menatap Elena lekat. Matanya merah menyala di penuhi kemarahan. Elena ketakutan. Diliriknya Druf yang tengah memandang wanita itu dengan waspada. “Itu siapa?” Bisik Elena di telinga Druf. Kemunculannya yang diawali dengan makhluk berjubah hitam yang kini sedang menawan para undangan. Membuat Elena yakin, jika wanita itu bukan teman. “My Mom.” Ucap Druf datar. Elena terkejut mendengar jawaban itu. Bukan karena usia wanita cantik itu yang tampak muda. Melainkan ia masih mengingat ucapan Frans tempo hari untuk tidak mendekati wanita itu, meski dia ibu Druf sekalipun. “Paman Sam, keluarlah!!!” Teriak Druf. Seorang pemuda muncul dari balik kursi yang Druf duduki. Brian dan Frans terkejut mengetahui keberadaannya. Bahkan keduanya yakin jika tuannya sengaja menyembunyikan keberadaannya. “Heh, mau apa kau Sam!!” Ucap wanita itu lantang. Para undangan menahan nafas. Mereka kenal betul siapa wanita ini. Dia adalah Ratu Victoria, ratu kegelapan. Seolah

  • The Curse Of A Vampire Prince   Empat Puluh Satu

    Deru mobil Brian terdengar. Druf yang sedari tadi menunggu dalam diam masih mematung. Tiga jam ia duduk di sana. Dengan wajah datar tanpa bicara sepatah kata pun. Elena gelisah menatapnya. Sementara David duduk dengan lesu di dekat pintu yang mengunci Anggelica. Kadang-kadang gadis itu masih berteriak. Pintu terbuka. Brian muncul di sana dengan wajah muram. Tak lama setelahnya muncul seorang gadis cantik berambut pendek. Matanya berbinar melihat ke arah Druf yang masih tidak menatapnya. “Druf.” Gadis itu berlari dengan riangnya. Ditangkupnya wajah Druf dengan kedua tangannya.”Lama sekali kita tidak berjumpa.” Ucapnya tersenyum. Brian menatap frustasi ke arah Dilara. Bagaimanapun ia sudah sangat mencintai gadis itu. Hatinya sedikit sakit melihat gadisnya begitu memuja tuannya. Druf yang tidak merespon apapun berdiri. Bahkan ia sama sekali tidak melihat ke arah Dilara. “Brian, bawa dia ke kamarmu.” Ucap Druf. “Tidak. Aku tidak mau. Aku masih ingin bicara denganmu.” Teriak D

  • The Curse Of A Vampire Prince   Empat Puluh

    Nafas berat Druf semakin terasa. Elena tak dapat lagi menutupi kegeliannya. Bahkan nafasnya memburu. Ia merasa sesuatu yang nyaman dan geli bersamaan. Hingga tanpa sadar ia mencengkram rambut Druf kuat. Dan mulutnya tanpa sengaja mengeluarkan erangan yang kemudian ia tahan. Druf bergerak. Mungkin ia terjaga karena cengkraman tangannya. Elena menatap Druf yang tengah menatapnya sayu. Dan entah atas dorongan apa. Elena mencium bibir Druf. Mengulumnya. Ia merasakan kenikmatan luar biasa saat melakukannya. “Jangan Elena. Aku akan menikahimu sesuai adat bangsamu.” Ucap Druf saat bisa menghindar. Elena menatapnya dengan nafas yang semakin memburu. “Ta..Tapi.” Elena menyatukan dahinya dengan dahi Druf. Hidungnya mencium wangi nafas Druf yang menggoda. Ia kembali kehilangan akal sehatnya. Mengecup bibir Druf kembali dan merasakan kenikmatan yang mungkin tak banyak orang tahu. Tanpa sengaja tangannya menyentuh dada Druf yang bidang dan berotot. Tangannya mengusapnya dan memainkannya. Druf

  • The Curse Of A Vampire Prince   Tiga Puluh Sembilan

    Elena tersadar. Dirabanya lengannya yang masih perih. Ia melihat sekeliling. Ini kamar Druf, batinnya. Peristiwa memalukan itu kembali terbayang di matanya. Saat ia melihat handuk yang dipakai Druf terjatuh. Seketika wajah Elena memerah. Dihapusnya segera bayangan itu dari ingatannya saat ini. Pikirannya kembali mengingat peristiwa sebelumnya. Tapi, bagaimana ia bisa ada di sini. Seingatnya malam itu ia hendak dibawa wanita cantik namun ia melihat paman Samuel. Setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi. Krieeeettttt. Elena terkejut. Terdengar bunyi engsel pintu yang dibuka paksa. Elena mematung. Ia seperti melihat bayangan seseorang yang bungkuk mendekat ke arahnya. Elena tidak bisa bernapas. Tubuhnya juga tidak bisa bergerak. Ia shock. Melihat bayangan itu samar-samar telah mendekati tepian kasurnya. Ia mendongak menatap Elena di kegelapan. Sepasang matanya hitam pekat. Elena sangat ketakutan luar biasa. Ia ingin lari tapi tak bisa. Ia juga ingin teriak tapi tenggorokannya terceka

  • The Curse Of A Vampire Prince   Tiga Puluh Delapan

    “Tuan, kita tidak bisa menemukannya. Tapi dari baunya. Sepertinya Elena lari ke arah sini.” Frans menyisir tempat itu dengan teliti. Druf membenarkan hal itu. Ia bisa mencium wangi bunga Levender. “Tuan, ada dua mayat vampir.” Ucap Frans. Druf mendekat. Ia yakin itu prajurit ibunya. Bahkan hidungnya pun bisa mencium wangi wanita itu. Wanita yang telah melahirkannya sekaligus membuat hidupnya lebih menderita dari kematian. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari sikap ibunya yang ingin menikahi putranya sendiri. Druf memegang dadanya. Ia merasakan luka yang luar biasa sakit. Ia tidak ingat sama sekali mengapa ibunya bersikap seperti itu. Kehidupan macam apa ini. Walaupun manusia biasa menganggapnya iblis. Tapi Druf masih punya hati nurani. Virus vampir sama sekali tidak akan mengubah hatinya menjadi iblis. Mana ada seorang ibu yang mencintai anaknya sendiri seperti seorang kekasih. “Sudah paman katakan kan Druf, apapun yang ada di dirimu adalah candu. Siapa yang pernah bersent

  • The Curse Of A Vampire Prince   Tiga Puluh Tujuh

    Secantik apapun cewek yang berdiri telanjang di hadapan. Takkan bergairah tanpa adanya rasa suka. Itupun kalo jiwa elo masih waras. Alexandru Cezar. *** “FRAAAANNNNNNSSSS.” Teriaknya. Ia meraih handuknya cepat. Memakainya sekenanya kemudian keluar dari kamar itu. Frans yang tadinya masih nyantai, sampai tersedak melihat tuannya keluar dari kamar dengan kondisi yang bisa dibilang me-nak-jub-kan. “W- o -w.” Ucap frans. Yang diikuti anggukan Brian. Druf mendelik melihat kedua penjaganya malah mematung memerhatikannya. “Jangan bengung aja lu. Cepat bius tuh gadis gila biar tiduRrr.” Bentaknya. Bukannya segera melaksanakan apa yang diperintahkan, Frans malah ngomong ngelantur. “Perasaan staminanya dan bodynya yang hot gak bakalan kalah kan naklukin tuh cewek. Iya nggak Brian?” Ucap Frans masih sempat menyeruput tehnya dan diikuti anggukan Brian.”Trus kenapa dia melarikan diri, padahal anunya kenceng gitu.” Pletakk. Pletakk. “Auu!!” Teriak Brian dan Frans bersamaan. Kepal

  • The Curse Of A Vampire Prince   Tiga Puluh Enam

    Dalam perjalanan tak satupun ada yang bicara. Baik Elena maupun Druf. Mereka berdua sama-sama canggung. Di benak Elena kini ada perasaan takut. Mengingat kejadian tadi siang di sekolah. Mungkin kali ini rasa takutnya lebih besar dari perasaan sukanya pada Druf. Cowok di sampingnya itu tidak mudah di tebak. Kadang baik, kadang kejam. Berbeda dengan Brian maupun Frans, mereka ramah. Jangan-jangan mereka bertiga bukan bersaudara seperti yang dikatakan Druf. Tapi Elena mana tahu selama kerumahnya ia belum pernah bertemu dengan orang tua Druf. “Turun.” Ucap Druf singkat. Elena kebingungan. Andaikan ia tidak melihat keluar mungkin ia tak paham dengan maksud Druf. Mereka telah sampai. Sepatu hak tinggi Elena menyentuh karpet merah. Aula sekolah sudah berubah jadi ruangan pesta kelas elit. Bahkan ada karpet merah segala. Sejenak Elena merasa malu. Baru kali ini ia memakai gaun sebagus ini. Itupun di pinjamkan Brian, katanya ia punya butik merek sendiri. Syukurlah gaun itu pas di tubuhnya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status