Share

Enam

Druf memejamkan mata cukup lama. Di sekelilingnya para petinggi vampir menunggu reaksinya. Ia lolos ritual pertama, berkomunikasi langsung dengan manusia dalam jumlah banyak. Jika ia terlihat kehausan dan kesulitan dengan banyaknya bau amis darah berarti ia gagal. Sekarang ia meminum darah lagi. Darah kedua. Darah yang sama dari darah yang pertama ia minum. Sebenarnya Druf tak mengerti betul ritual tersebut gunanya untuk apa. Bagi Druf meminum banyak darah atau tanpa darah sama sekali tidak ada masalah.

Samuel tak henti-hentinya mengusap dagunya. Ia tegang. Berharap anak yang dirawatnya itu lolos dari ujian ini. Meski ia tahu Druf akan lolos dengan mudah. Tetap saja ia merasa hawatir.

Biasanya kebanyakan vampir akan tambah liar jika meminum darah murni manusia. Darah yang diambil dari gadis perawan atau perjaka. Dan vampir kaum bangsawan yang kesakitan merupakan pertanda bahwa mereka tidak bisa menjadi raja. Bagi Druf melalui prosesi ini dengan mulus sangatlah penting. Ia harus meyakinkan semuanya bahwa ia memang pantas menjadi seorang kaisar.

Druf membuka matanya. Tidak ada tanda-tanda apapun yang ditunjukkannya. Bahkan iris matanya tetap berwarna biru langit.

“Luar biasa,” ucap Gordon penasehat Kerajaan Transylvania. “Aku akan memberitahu raja Cezar kelak, bahwa iya patut berbangga diri punya putra mahkota hebat sepertimu. Mana cincin itu?”

Seorang gadis cantik maju dengan membawa cincin yang bersinarsinar didalam ruangan yang temaram itu.

Gordon membaca sumpah janji tanggungjawab pangeran penerus tahta kekaisaran. Kemudian memasukkan cincin itu di jari telunjuk Druf.

Seluruh anggota vampir diruangan itu menekuk lutut dan menundukkan kepalanya, “Kami siap mengabdikan diri padamu Tuanku,” ucap mereka bersamaan.

Druf mengangkat tangan yang telah tersemat cincin disana.”Aku terima sumpah setia kalian.” Ucapnya. Samuel bernafas lega dengan perasaan bangga.

***

2 jam sebelum pesta.

Elena sudah siap dengan gaun yang dipakainya. Ia terlihat berbeda dari sebelumnya. Kecantikannya semakin terpancar. Ia mematut dirinya di cermin. Di pesta nanti ia berharap bertemu dengan malaikat penolongnya itu.

Setelah mengunci kamar ia segera bergegas ke kamar Risma. Namun sesampainya disana kamar itu sudah terkunci. Elena ragu apakah Risma meninggalkannya. Koridor asrama perempuan sudah sepi.

Tampaknya hanya tinggal Elena sendirian. Jika ia tak juga bergegas, kesempatan bertemu malaikatnya akan menipis.

Dengan tergesa Elena berjalan menuruni tangga namun sesampainya di bawah seseorang memukul pundaknya dengan keras.

Buggghh.

Tubuh Elena langsung ambruk tak sadarkan diri. Seorang gadis tersenyum menyeringai. Dengan sigap ia menyeret tubuh Elena ke suatu gudang dekat asrama.

‘Dasar gadis kampungan. Kau tak pantas memakai gaun ini,’ bisiknya.

***

Para petinggi vampir menuju aula pesta husus mereka. Paman Samuel menjamu mereka sesuai tradisi para vampir. Sementara Druf sampai di balkon kamarnya.

Ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya sejak meminum darah itu. Darah siapakah yang ia minum. Tubuhnya terasa hangat dan semakin hangat.

Jas dan kemejanya dilepas begitu saja. Perut sixpack-knya bercahaya tertimpa cahaya bulan purnama yang sebentar lagi gerhana total. Druf merasakan sakit di jantungnya. Rasa sakit itu semakin terasa bersamaan dengan tertutupnya purnama secara sempurna.

Druf mencium wangi tanah. Wangi dedaunan. Wangi air laut. Ia merasakan kekuatan alam mencoba merasuki tubuhnya. Situasi sakral saat purnama gerhana begitu kuat menyelimutinya. Druf merasakan sakit yang begitu hebat, nafasnya sesak. Seluruh urat nadinya bereaksi pada kekuatan yang tiba-tiba memenuhi tubuhnya.

Tubuhnya terasa ringan hingga melayang ke udara. Cahaya kuning kehijauan menyelimuti tubuhnya. Angin menderu hebat. Bumi bergetar. Langit gelap terang dengan suara gemuruh di kejauhan. Suara kilat menyambar memecah keramaian pesta. Listrik mati. Suasana tiba-tiba mencekam. Terdengar lolongan serigala di kejauhan.

Di aula pesta semua orang diam tak berkutik. Sementara itu di aula lain Samuel segera bergegas mencari Druf. Ia hawatir.

“Druf!” teriaknya.

Druf merasakan kekuatannya bertambah besar. Iris matanya berubah hitam pekat dengan gradasi warna kuning keemasan menjulang di tengahnya berbentuk prisma. Dahinya mengeluarkan cahaya merah. Kemudian bergerak membentuk bulan sabit diantara kedua ujung alisnya.

Samuel tiba ditempat itu disaat transformasi Druf sempurna. Ia terkejut melihat perubahan Druf. Beberapa menit kemudian tubuh Druf terjatuh dan kembali ke wujudnya semula. Bersamaan dengan itu gerhana telah berakhir. Listrik kembali menyala. Dan suasana kembali seperti sediakala seolah tak terjadi apa-apa.

Samuel segera memindahkan Druf yang tak sadarkan diri ke pembaringan. Ia melihat tanda di dahinya memudar kemudian menghilang.

“Druf,” panggilnya lirih. Druf sama sekali tak bergeming. Samuel atau yang biasa dipanggil paman Sam menyelimuti tubuh Druf penuh kasih.

Kemudian ia segera turun, mungkin para petinggi sedang menunggu kedatangannya. Di tempat lain Elena mengerjapkan matanya. Ia menatap langit dan sekelilingnya.

“Kamu sudah sadar?” tanya seorang dokter yang tempo hari pernah merawat luka di kepalanya.

“Dr. Frans?” ucap Elena kebingungan.

“Yup, tak sengaja tadi aku melihat temanmu sendiri menyeret tubuhmu ke dalam gudang. Jadi aku mengikuti kalian.”

“Risma?”

Frans mengangguk.

“Sepertinya persahabatan kalian hanya bertahan sebatas gaun.”

Elena melihat gaunnya sudah bukan gaun miliknya lagi. Itu gaun Risma,mungkin ia sudah menukarnya. Teganya Risma berbuat itu padanya. Dia menghianati persahabatan mereka hanya untuk sebuah gaun. Air mata tiba-tiba menetes dari sudut matanya. Hatinya terasa perih.

“Terima kasih dokter sudah menolongku, sebaiknya aku harus kembali ke asrama,” pamitnya.

“Lo, gak mau hadir ke pesta?? Pestanya masih berlangsung, lo.”

Elena menggeleng lemah dan tersenyum tipis. Keinginannya untuk bertemu malaikatnya mendadak sirna. Ia melangkahkan kakinya keluar dari ruang kesehatan dengan lesu.

“Tunggu!” teriakan Frans membuat langkahnya terhenti.

“Tadi ada tuan Druf menitipkan pesan padaku kalau besok saat jam istirahat kampus. Ia ingin mentraktirmu makan.”

Apa? Elena merasa pendengarannya bermaslah, mana mungkin cowok itu mengajaknya makan. Tapi karena Frans masih berdiri menunggu jawabannya. Elena segera menganggukkan kepala. Meski ia ragu.

Frans tersenyum.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status