Share

Bab 5 Pilihan pahit

Jam dua belas tepat, Luci tiba di asramanya. Nafasnya terengah-engah akibat kebodohannya sendiri, semuanya berkat sahabatnya itu yang tega meninggalkannya dan kabur sendirian. Kebodohanku menyebabkan ku harus berjalan ratusan kilometer untuk sampai di sini. Kakiku bahkan hampir copot, untung saja aku tidak berakhir tidur dijalanan seperti gelandangan.

Aku bersandar pada pintu belakang kamarku, kuhirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi kekosongan paru-paruku. Kakaknya Reihan menawarkan diri mengantarku ke kampus, namun kuputuskan untuk melarikan diri darinya secepat kilat saat dirinya lengah. Dia pikir aku gadis macam apa? Setelah mencuri ciuman pertamaku dan melakukan hal tak senonoh dengan tenangnya dia mengajakku pulang seolah tidak terjadi apapun! Bukannya kembali ke asrama aku malah akan menjadi penghangat ranjangnya.

Aku tertawa miris, “Apa aku semurah itu?!”

Kututup kedua mataku, tubuhku kini seperti mati rasa. Lelah…andai saja aku tak pergi dengan Reihan maka semuanya takkan berakhir seperti ini, “Reihan bodoh! Aku akan membalasmu besok.”

Pikiranku masih terbayang akan kejadian beberapa jam lalu, saat kakaknya Reihan mulai memojokkan dan menciumku. Ciuman yang sangat menggairahkan itu semakin menggila dan liar hingga membuatku terhanyut. Dia sangat hebat, entah sudah berapa banyak wanita yang jatuh dalam pelukannya. Namun, mengapa yang kulihat malah rasa kecewa dan kesepian di matanya? Ku sentuh bibirku menggunakan jemari merasakan setiap moment dan sisa-sisa kehangatan yang tersisa disana. Banyak perasaan campur aduk yang tak dapat ku jelaskan. Apa ini sebenarnya? Mengapa pemuda itu terus terngiang? Aku bahkan enggan melepaskannya tadi seolah dia adalah milikku.

Bodoh!

Bagaimana bisa aku memikirkan orang yang mencuri ciuman pertamaku? Jika di novel atau dongeng aku akan percaya dengan adanya cinta pada pandangan pertama, tapi ini dunia nyata! Semuanya realita! Tak mungkin pria sempurna sepertinya mau dengan itik buruk rupa sepertiku. Pria itu mungkin sudah punya wanita yang dicintainya dan wanita itu adalah wanita yang beruntung di seluruh dunia.

Deg.

Hatiku tiba-tiba berdenyut sakit saat memikirkan gadis beruntung yang kini bersamanya. Aku sadar tak memiliki kesempatan apapun, kami hidup di dunia yang berbeda. Mataku beralih pada ksebuah benda yang melingkar manis di jemari tanganku. Sebuah cincin berwarna putih dengan ukiran mahkota melingkar manis di sana. Benda yang menjadi pengikat antara aku dan Alex sebagai dasar dari perjanjian kami.

Rasanya ditampar keras oleh kenyataan saat melihat benda ini.

Sudahlah, lagipula kami juga takkan mungkin bertemu lagi. Anggap saja aku sial hingga akhirnya terkena gigitan anjing liar.

Untuk terakhir kalinya kusentuh bibirku untuk merelakan semua kenangan itu. pengalaman pertama dan terakhirku bersamanya kini akan kusimpan dalam ingatan terdalamku.

Aku bangkit dengan malas kearah kasurku, menjatuhkan diriku diatas kasur empukku dan melepaskan semua lelahku. Waktunya mengisi tenaga ku kembali untuk esok hari.

Tapi….Tunggu! sepertinya ada yang terlupa.

Ya, Tuhan! Aku bahkan tak mengetahui nama orang yang menolongku.

Hhhh….Bodohnya aku. Akan kutanyakan pada Reihan besok di kampus.

Sekarang yang harus aku pikirkan adalah kebebasan dan masa depanku yang cerah, bukannya malah memikirkan pria tak jelas yang tingkahnya seperti anjing gila. Aku dapat masuk universitas elit yang bahkan hanya menerima mahasiswa baru yang dapat dihitung dengan jari, masa aku harus menyia-nyiakannya apalagi aku merupakan mahasiswi beasiswa dengan rekomendasi khusus. Aku tak boleh menyia-nyiakan semua usahaku hanya untuk hal konyol.

***

Luci memasuki ruang kelas dengan ragu. Dia belum siap menghadapi serbuan pertanyaan dari Reihan. Untunglah hari ini jadwal kuliah siang hari, cukup bagiku mempersiapkan jawaban yang dibutuhkan untuk jaga-jaga.

Kami berdua tak saling kontak sejak kejadian terakhir kali. Reihan biasanya akan menerorku dengan telpon ataupun spam jika aku tak mengangkat telponnya, namun kini berbeda tak ada spam ataupun telpon darinya yang membuatku resah sekaligus bahagia karena akhirnya ada juga hari dimana ketenangan kembali padaku.

Aneh.

Apakah terjadi sesuatu padanya? Apakah keluarganya mengurungnya atau mengeluarkannya dari kampus? Atau jangan-jangan kakaknya mengatakan hal aneh tentang kejadian semalam? Apa yang harus aku lakukan?

Kulihat sekelilingku mencari keberadaanya, sudah dua hari dia absen.

“Luci!”

Spontan aku menoleh ke arah datangnya suara itu. Sahabat menyebalkan itu melambaikan tangannya tanpa rasa bersalah di kursi paling belakang. Kulangkahkan kakiku kearahnya dan langsung kududukkan pantatku di sebelahnya.

“Bagaimana harimu? Apa menyenangkan?” Tanyanya.

Kutolehkan kepalaku ke arahnya,”Tentu saja aman terkendali. Kemana saja kau selama ini? Apakah terjadi sesuatu?”

“Tidak, aku hanya…“ Ada jada di sana.

“Hanya?” Tanyaku penasaran.

“Sibuk.”

Sialan! Aku sudah khawatir setengah mati, namun dia hanya menjawabnya seperti itu.

“Yakin?”

“Ya, berhentilah mengintrogasiku seperti sedang kesal saat tak ada kabar dari pacarmu. Atau kau sebenarnya memang menyukaiku?” Jawabnya jahil.

“Sialan! Dasar sinting.”

Kami berdua saling mengejek, Reihan juga beberapa kali mencubit pipiku dan mengacak rambutku gemas.

“Nona manis, apakah kau tertarik dengan kakakku? Bagaimana pendapatmu tentangnya?

“Hah?! Maksudmu?” Pertanyaanya mengagetkanku hingga membuatku seperti orang bodoh, “Serius pria kemarin adalah kakakmu? Kau tak sedang membohongiku kan?”

“Tidak, kali ini aku bersumpah bahwa dia kakakku bukan orang yang kusewa seperti sebelum-sebelumnya, walaupun kami tak dekat bahkan berbeda ibu, tapi aku bisa jamin kali ini asli. Itulah mengapa aku bertanya pendapatmu tentang dia.”

“Ehm? Kakakmu sangat tampan dan berkarisma, sayangnya auranya sangat menakutkan membuatku bergidik ngeri.” Perkataanku tak sepenuhnya bohong.

“Hanya itu saja? Tak ada yang lain?”

“Ya, tak ada yang lain.”

“Kau pasti sedang berbohong kan? Aku bisa mencium bau kebohongan darimu.”

“Apa maksudmu?”

Reihan mendadak gugup saat menghadapiku,” Ti-tidak, bukan begitu maksudku?”

“Kurasa Adrian akan kecewa mendengar tanggapanmu tentangnya.”

“Adrian?”

“Ya, Adrian Alvaro Kael.” Katanya tersenyum jahil.

“Lagian buat apa dia peduli tentang pendapatku? Dasar aneh.”

“Uhm- well, sepertinya Adrian menyukaimu.”

Reihan pasti sedang bohong atau sekedar menjahiliku, namun entah mengapa itu membuatku sangat bahagia hingga tanpa sadar pipiku memunculkan semburat merah,” Kau pasti sedang menjahiliku kan?”

“Oh~Aku melihat sesuatu yang menarik. Jangan-jangan kau juga tertarik padanya ya? Ayo jujur saja padaku.”

“Tidak. Aku tidak menyukainya itu tak boleh terjadi.” Kataku lantang.

Tatapan mata Reihan langsung beralih pada benda bulat yang melingkar manis di jemari kananku.

“Apa itu semua karena cincin itu? Apa kau sudah bertunangan atau menjalani ikatan dengan orang lain?”

“Urus saja urusanmu sendiri!”

“Kau benar! Memangnya apa hakku? Ternyata selama ini aku bukanlah sahabat terbaikmu, kau anggap apa persahabatan kita selama ini?” Katanya penuh kekesalan.

Perkataan Reihan barusan berhasil menohokku,” Rei…bukan seperti itu.” Reihan langsung membereskan barangnya meninggalkanku. Aku terdiam melihat kepergiannya sambil menggigit bibir bawahku menahan tangis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status